Sebanyak 10 tim anak muda mengikuti Hackathon Yowana Subak, kompetisi mencari ide solusi atas permasalahan pertanian di Bali. Sebanyak 30 pemuda Bali berkompetisi dalam 10 tim untuk menemukan solusi atas masalah pertanian di daerah mereka masing-masing.
Para pemuda ini lolos setelah melalui seleksi dari total 23 tim yang mendaftar. Selama 1 bulan mereka mengikuti program kelas online yang membahas mengenai pertanian dan Subak di Bali. Pemuda-pemuda ini berusia 15-25 tahun merupakan sebagai siswa sekolah menengah atas dan juga beberapa merupakan mahasiswa di bidang lingkup agriculture serta mahasiswa dari bidang lainnya. ?
Keselepuluh tim ini telah melakukan pitching di Demo Day Hackathon Yowana Subak, Jumat 10 September 2021 yang berlangsung secara virtual melalui aplikasi Zoom. Terpilih dua pemenang utama yang akan mendapat pendanaan masing-masing 20 juta rupiah untuk melakukan implementasi solusi atas ide mereka yaitu dari tim GMNI Pertanian Denpasar dan Tri Chanakya.
GMNI Pertanian Denpasar beranggotakan I Putu Edi Swastawan, I Kadek Wira Pradana, dan I Gede Pandi Eka Yasa, mengangkat permasalahan tentang kelestarian sumber air subak di Bali. Mereka hadir dengan ide menjaga kondisi kawasan hulu yang menjadi faktor penting penjaga kelestarian air di subak. Area mereka yang berada di kawasan Subak Abian Sukamaju, Desa Adat Langkan, Desa Landih, Kabupaten Bangli, Bali sudah menganut sistem agroforestri sejak dulu, namun mengalami alih fungsi drastis menjadi lahan hortikultura karena dampak ekonominya yang dinilai lebih rendah dibandingkan dengan usaha pertanian di bidang hortikultura. Sisi negatifnya penggunaan pestisida menjadi meningkat.
Melalui ide bisnis sosial “Bali Shankara” GMNI ingin meningkatkan bisnis pendapatan agroforestri kopi di Subak Abian Sukamaju, di hulu menciptakan sistem agrosilvopastura yang membangun ekosistem saling menguntungkan antara kopi, jeruk, kelor, lebah dan bunga seruni rambat. Serta wahana edukasi bagi petani untuk belajar di Subak Abian Sukamaju, di hilir akan intervensi supply chain kopi Subak Abian Sukamaju agar dibeli dengan harga yang lebih tinggi.
“Harapannya bisa meningkatkan pendapatan petani agroforestri kopi, sehingga secara lingkungan akan mengkonservasi lahan agroforestri kopi sebagai kawasan tangkapan air agar tidak dialih fungsikan ke komoditas lain yang tidak menunjang siklus hidrologi” papar Edi.
Tri Chanakya beranggotakan I Kadek Gandhi, Ni Kadek Sri Utari, dan Nengah Sumardana, mengangkat permasalahan tentang pendapatan petani gurem di sekitar desa Pancasari, Buleleng, Bali yang stagnan saja ditengah kebutuhan ekonomi yang meningkat. Masalah tengkulak juga menjadi faktor rendahnya pendapatan petani. Hal-hal tersebut menjadi motivasi untuk mengembangkan agroeduekowisata.
Saat ini sudah ada agrowisata yang dikelola oleh Kelompok Tani Segening di area Subak Kering Lila Cita, Dusun Lalanglinggah, Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng sejak tahun 2018, mereka ingin meningkatkan valuenya dengan menambah konsep edu dan eko wisata. Harapannya dapat meningkatkan pendapatan petani dan berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan pertanian sekitar. Melihat animo petani yang berminat berpartisipasi dari 3 petani sejak 2018 hingga menjadi 16 petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Segening saat ini, dapat menjadi peluang yang baik untuk pengembangan implementasi solusi agroeduekowisata.
“Harapan kami project Agroeduekowisata mampu diimplementasikan secara holistik dan bertahap. Berguna bagi peningkatan pendapatan petani, membantu meningkatkan kesadaran petani akan kelestarian alam sekitar, mewujudkan pemerataan pembangunan di Bali, dan tentunya semakin bangga menjadi bagian Penyangga Tatanan Negara Indonesia (PETANI).” ungkap Gandhi.
Terdapat juga 3 juara harapan yang akan mendapatkan dukungan tambahan dari Yowana Subak untuk pengembangan proyek solusi mereka. Tiga tim tersebut adalah Sustainable Agriculture dengan proyek Organican.change yang mencoba membantu petani memasarkan produk pertanian organik, lalu Bertaeman dengan proyek mengembangkan Black Soldier Fly untuk petani, dan Bramasa dengan proyek melakukan perbaikan akses air untuk penyediaan air di Subak Kering.
Pentingnya Pertanian untuk Bali
Acara Demo Day yang berlangsung (10/9) dibuka oleh perwakilan YSEALI, Angie Mizeur sebagai Kepala Hubungan Masyarakat Konsulat Jendral AS Indonesia Surabaya dan juga perwakilan dari Pemerintah provinsi Bali. Pada kesempatan ini Oka Parwata mewakili Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali menyampaikan bahwa, “Satu-satunya sektor yang dapat bergerak ke arah yang positif di masa pandemi ini adalah pertanian, sektor pertanian Bali yang selama ini lebih bertumpu kepada sektor pariwisata, ke depan kita berharap pertanian akan menjadi fundamental perekonomian Bali” paparnya.
Penyuluh Pertanian Ahli Utama ini juga menyatakan apresiasinya saat penjurian presentasi peserta, atas ide-ide generasi muda untuk pertanian, dan harapannya momen ini sebagai penggerak pertanian kedepannya, “Luar biasa, tidak terbayang kalau mereka punya ide-ide yang sangat solutif untuk membangun pertanian kita. Memang apa yang disampaikan tadi sinergi pertanian dan pariwisata menjadi salah satu solusi, keduanya perlu diseimbangkan sehingga pertanian akan menjadi fundamental.
Sejalan dengan Oka, juri lainnya adalah Sayu Komang yang merupakan ahli permakultur dan agroforestri dari Yayasan IDEP Selaras Alam juga menyampaikan apresiasinya atas kepedulian anak-anak muda pada bidang pertanian, “Ini semuanya anak-anak muda sekali jadi terima kasih banyak sudah mau memikirkan ide-ide bagaimana terkait dengan pertanian. Itu sangat penting karena generasi muda sekarang rata-rata sulit sekali untuk ada ketertarikan di bidang pertanian. Jadi buat saya ide-idenya ini luar biasa dan saya yakin juga akan sangat membantu petani jika ini teman-teman fokus untuk implementasinya nanti dan semoga ke depan teman-teman juga mengembangkan ide-idenya kembali supaya lebih baik lagi dan lebih membuat anak muda tertarik ke pertanian”, ucap Sayu menambahkan.
Ketua Bidang Kajian Subak Universitas Udayana, Ketut Suamba juga menjadi salah satu Juri dalam kompetisi ini, ia memaparkan bahwa di Bali sinergi pertanian dan pariwisata menjadi konsep yang diangkat, namun sejauh ini perhatian yang diberikan kepada dua sektor ini belum seimbang, “Perhatiannya lebih dominan terhadap sektor pariwisata padahal yang menyediakan view dan sebagainya itu ya pertanian yang apakah itu dengan sawah teraseringnya dengan perkebunannya dan lain sebagainya. Jadi jasa-jasa tentang pertanian, jasa subak itu sangat besar sekali terhadap pariwisata maupun terhadap lingkungan” jelas Suamba.
Ia juga menambahkan bahwa salah satu permasalahan pertanian adalah pemasaran, menurutnya peran pemuda sangat diperlukan disini, “Dengan adanya era digitalisasi diharapkan anak-anak muda ini masuk ke sana. Jadi termasuk kelembagaan subak sendiri, dia tidak hanya berkutat di sektor gotong royong, sosial dan budaya saja; kelembagaan nya; tapi dia yang harus menghidupkan aktivitas ekonominya. Sinergi, pertanian dan pariwisata atau agroekowisata yang dikembangkan di subak yang bersangkutan, dialah yang mengelolanya. Jadi kelembagaan subak inilah diaktifkan masuk ke sektor ekonominya, kelembagaan ekonominya. Ada rekayasa kelembagaan jadi tidak hanya beraktivitas di sosial dan budaya, tetapi juga masuk kepada aktivitas ekonomi untuk penyediaan input untuk on farmnya termasuk juga terhadap marketingnya”, pungkasnya.
Yowana Subak (Bahasa Bali untuk “Pemuda Subak”), adalah program yang meningkatkan kesadaran dan mendidik pemuda Bali tentang masalah yang dihadapi di lahan pertanian Bali serta peluang yang tersedia bagi mereka dalam pertanian regeneratif. Program ini juga merupakan sarana untuk menjangkau lebih banyak anak muda Bali untuk belajar dan terlibat dalam pelestarian tanah, aset budaya, dan pengetahuan leluhur mereka.
Yowana Subak memiliki program yang dibagi menjadi tiga tahap, yaitu Kelas Online (1 bulan), Hackathon (5 hari) dan Implementasi Solusi (2 bulan). Tujuannya adalah untuk melibatkan pemuda Bali sebagai pemecah masalah di subak mereka sendiri. Pada bulan Agustus Yowana Subak memasuki fase Kelas Online yang diikuti oleh 23 tim dengan total 69 peserta. Kelas online diadakan untuk menambah pengetahuan peserta sebelum kompetisi dengan mempelajari 4 modul.
Setelah kelas online dan berbagi pengetahuan tentang pertanian, Yowana Subak kemudian mengadakan Kompetisi Hackathon pada 6-10 September 2021. Selama lima hari, 10 kelompok telah merancang dan membangun solusi untuk masalah yang dihadapi subak mereka. Hackathon diatur menggunakan format Sprint Desain, proses ide yang cepat dan pengujian metode Berpikir Desain yang Berpusat pada Manusia. Sprint Desain adalah kerangka kerja yang digunakan oleh tim dari berbagai ukuran untuk memecahkan tantangan besar dan menguji ide solusi dalam 2-5 hari.
Ada 5 tahapan dalam proses Berpikir Desain, yaitu Empati, Identifikasi, Bangun Ide, Buat Prototipe, dan Eksperimen. Pemenang dari Hackathon akan mengimplementasikan solusi mereka dengan menggunakan dana dari hadiah yang diperoleh serta pendampingan dari para mentor yang ahli dibidangnya.
Yowana Subak merupakan program yang mendapat dana hibah dari Young Southeast Asian Leaders Initiative sendiri (Yseali) Seeds for the Future tahun 2020, yang merupakan program dari pemerintah Amerika Serikat untuk memperkuat pengembangan dan jaringan kepemimpinan di Asia Tenggara. Bertujuan untuk membangun jiwa kepemimpinan kaum muda di Asia Tenggara, serta memperkuat hubungan antara Amerika Serikat dan Asia Tenggara. Salah satu programnya adalah YSEALI Seeds for the Future yang disponsori Kementerian Luar Negeri AS, didanai melalui Misi AS untuk ASEAN dan dikelola oleh Cultural Vistas. YSEALI Seeds for the Future adalah kompetisi yang memberikan hibah dana untuk proyek para anak muda yang meningkatkan komunitas, negara dan kawasan mereka. Mengangkat empat tema besar yaitu keterlibatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, pendidikan dan pembangunan berkelanjutan.
Yowana Subak berada di bawah Astungkara Way, bertindak sebagai proyek awal untuk seleksi, perekrutan dan pembelajaran dasar serta pelatihan siswa Sekolah Subak kedepannya. Astungkara Way adalah sebuah usaha sosial yang menghubungkan manusia dengan alam dan sumber makanan yang mereka makan. Astungkara Way juga mendukung anak muda Bali agar memiliki peluang yang lebih baik untuk berkarya di bidang pertanian salah satunya menjadi wirausaha muda dibidang pertanian. Astungkara Way melalui program Sekolah Subak ingin mengkoneksikan kembali anak muda Bali dengan tanah dan budaya mereka dengan memberikan pendampingan, peralatan dan insentif keuangan untuk kembali terlibat dalam pertanian.