Trotoar di Denpasar makin jauh dari fungsi sebenarnya.
Seperti asal muasalnya dari Bahasa Perancis, trottoir, trotoar adalah tempat untuk berjalan kaki. Kalau di Perancis sana, setidaknya di Paris sih, trotoarnya memang bisa sampai 4 meter atau bahkan lebih. Jadi ya memang asyik buat jalan kaki.
Namun, mari kita cek di Denpasar. Masihkah trotoar berfungsi sebagai mana mestinya?
Karena ingin tahu, sejak Senin lalu saya benar-benar memerhatikan trotoar terutama di jalan-jalan yang saya lewati di Denpasar. Ada beberapa jalan dengan trotoar bagus dan digunakan sebagai mana mestinya.
Misalnya, di sekitar jalan Kamboja, Denpasar. Trotoar di kawasan ini rata-rata bagus. Bersih pula. Kalau pagi pas saya berangkat kerja atau sore pas pulang kerja, ada saja orang-orang lewat. Ya, maklum. Ini kawasan sekolah dan kampus.
Namun, setelah cek dan cek lagi, ternyata lebih banyak trotoar di Denpasar yang kondisinya hancur berantakan atau berganti fungsi. Coba deh lihat pas sambil lewat. Berapa orang sih yang kita lihat sedang berjalan kaki di trotoar Denpasar? Atau lihatlah apakah trotoar itu masih berfungsi dengan baik.
Berdasarkan pengamatan sekilas, inilah di antaranya sebagian alih fungsi trotoar tersebut. Lengkap pula dengan lokasinya.
Tempat Sampah
Di beberapa tempat, warga Denpasar justru menggunakan trotoar sebagai tempat buang sampah meski di sana tak ada tempat sampahnya. Di sana warga membuang sampah sampai menumpuk di trotoar. Kesannya jadi jorok. Bau lagi.
Contohnya jalan yang hampir tiap hari saya lewati, jalan Nangka Selatan, Denpasar. Beberapa titik trotoar di kanan kiri jalan ini pun berisi sampah. Malah saya pernah lihat di perempatan jalan Nangka, jalan Sari Gading dan jalan Jala Suci ini tumpukan sampah dengan manisnya bersanding di depan spanduk berisi tulisan besar, “Jangan Buang Sampah di Sini.” Ironis kan?
Tempat Parkir
Kadang ada pula trotoar di Denpasar yang jadi tempat parkir. Tak cuma sepeda motor tapi juga mobil. Dengan cueknya sepeda motor atau mobil mengambil sebagian trotoar meski itu bukan tempat parkir.
Kalau ini sih dengan mudah bisa ditemukan di sepanjang jalan Gatot Subroto, jalan Diponegoro, jalan Teuku Umar, dan pusat-pusat keramaian di Denpasar.
Karena trotoarnya dipakai parkir, maka pengguna jalan pun jadi korban. Itu juga kalau ada yang menggunakannya sih.
Tempat Ngebut
Bagi sebagian pengguna sepeda motor, trotoar bisa jadi jalan layang di tengah kemacetan di Denpasar. Maka, dengan sekuat tenaga dan setebal muka, mereka pun menaikkan sepeda motornya ke trotoar lalu ngebut seenaknya.
Seiring dengan semakin seringnya kemacetan di Denpasar, maka semakin sering pula trotoar jadi tempat ngebut atau bahkan balapan.
Beberapa ruas trotoar yang paling sering, berdasarkan pengalaman saya, adalah jalan Imam Bonjol atau jalan Sesetan. Trotoar di sana kadang-kadang serupa lapangan akrobat atau tong edan.
Oh ya. Saya tak menyindir bin nyinyir. Kadang-kadang saya juga jadi salah satu pesulap yang menjadikan trotoar sebagai tempat ngebut itu kok. Hihihi..
Tempat Jualan
Ini sih sepertinya hampir semua trotoar di Denpasar. Apalagi ketika malam hari. Trotoar yang seharusnya jadi tempat jalan-jalan itu pun berubah fungsi jadi tempat dagang, terutama oleh pedagang kaki lima (PKL).
Kalau para aktivis antiglobalisasi di Amerika Serikat bikin gerakan Occupy Wall Street, maka PKL di Denpasar bikin gerakan Occupay Sidewalk. Tiap malam tiada henti! Maka, silakan sakit hati para pengguna trotoar. PKL ini toh jadi raja trotoar pas malam hari.
Salah satu contoh paling sahih dari pendudukan trotoar oleh para PKL ini adalah jalan Teuku Umar dan jalan Diponegoro selatan. Lihatlah dari ujung ke ujung. Hampir di sepanjang jalan ada saja pedagang sari laut, martabak, lesehan, dan semacamnya yang mengubah trotoar agar berfungsi sebagai tempat jualan ini.
Tempat Buang Jin
Sebagian trotoar di Denpasar, atau banyak ya, yang rusak parah. Kalau bukan pavingnya yang rusak ya bisa saja isi lubang. Nah, alih fungsi semacam ini yang paling bahaya. Apalagi kalau dipakai untuk jalan kaki malam hari dan tanpa cukup lampu penerangan. Bisa-bisa pengguna jalan lalu masuk lobang itu.
Karena lubangnya ini gelap dan menakutkan, anggap saja trotoarnya telah berubah fungsi. Tak lagi tempat jalan kaki tapi tempat buang jin. Soale menyeramkan. Hihihi… [b]