Oleh Miftachul Chusna, wartawan Sindo
PT. Persero Angkasa Pura (PAP) I Ngurah Rai, Denpasar, Bali, secara resmi meminta maaf atas terjadinya insiden ‘penangkapan’ seorang jurnalis foto (fotografer) oleh security bandara saat mengambil foto maskapai AdamAir.
Permintaan maaf itu disampaikan General Manager PAP I Ngurah Rai I Nyoman Suwetja Putra saat bertemu dengan organisasi profesi jurnalistik di Kantor PAP I Ngurah Rai, di lingkungan Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Selasa (18/3/2007).
Dari kalangan pers diwakili Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali-Nusa Tenggara dan sejumlah jurnalis yang bersimpati atas insiden tersebut. “Kami secara resmi minta maaf jika anak buah kami telah bertindak dan berbicara kasar,” kata Suwetja.
Menurut Suwetja, tiga orang security yang saat itu bertugas sudah memenuhi prosedur terutama untuk mengatisipasi munculnya gangguan terkait keamanan dan keselamatan di kawasan bandara. Namun, ia tidak memungkiri jika dalam praktiknya ada anggotanya yang bertindak berlebihan. “Maklum, banyak anggota kami yang hanya lulusan SMP, sehingga otaknya kurang cerdas,” ungkapnya.
Namun demikian, Suwetja meminta agar setiap wartawan mematuhi dan ikut menjaga kemananan di lingkungan bandara. Apalagi beberapa hari sebelumnya pihak security bandara sempat memergoki tiga orang mencurigakan mengendap-endap di sekitar kawasan bandara. Namun setelah diperiksa, mereka ternyata nelayan.
Atas insiden tersebut, Suwetja berjanji akan melakukan pembinaan kepada para staf, terutama security, agar lebuh bisa memberikan pelayanan yang ramah kepada siapapun, termasuk pers. Pihaknya juga akan melakukan pembenahan yang lebih konkret terkait prosedur bagi wartawan yang ingin melaksanakan peliputan di lingkungan Bandara Ngurah Rai. Pihaknya bahkan menawarkan adanya semacam nota kesepakatan (MoU) antara PAP-jurnalis untuk memudahkan setiap wartawan yang ingin meliput di areal bandara. “Kalau bisa sebelum April sudah direalisasikan,” katanya.
Yang mengejutkan, Suwetja juga berencana segera memutasi Kepala Humas PAP I Ngurah Rai Akhmad Munir. Menurut dia, insiden ‘penangkapan’ fotografer itu juga menunjukkan tidak berfungsinya divisi humas. “Saya sudah mendengar lama kalau dia (Munir, red) perilakunya tidak mencerminkan seorang humas. Dengan kejadian ini, semakin kuat alasan kami untuk memindahnya,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua AJI Denpasar Bambang Wiyono yang ikut hadir dalam pertemuan itu menilai pihak PAP I Ngurah Rai seperti memiliki ketakutan yang berlebihan ketika berhadapan dengan media. “Saya melihat seperti ada sebuah ketakutan ketika jurnalis mencoba untuk mengambil gambar dari sini. Sehingga perlakuannya menjadi berlebihan. Misalkan kalau ini bukan terjadi pada fotografer, apakah akan diperlakukan seperti itu? Kalau sebuah institusi merasa tidak memiliki salah satu aib, kenapa mesti takut, apalagi sampai menghalangi seorang wartawan saat hendak meliput,” katanya.
Hal senada dikatakan Ketua IJTI Bali-Nusa Tenggara Syafrudin Siregar. Dia mengatakan ikut mendukung langkah yang akan diambil PAP I Ngurah Rai dalam merumuskan aturan yang jelas terkait tugas jurnalis yang ingin meliput di kawasan bandara. Menurut dia, insiden serupa selama ini sering menimpa wartawan yang hendak meliput di kawasan Bandara Ngurah Rai.
Seperti diberitakan sebelumnya, fotografer harian Seputar Indonesia Zul T Edoardo ditangkap petugas security PAP I Ngurah Rai saat hendak mengambil gambar pesawat AdamAir dari luar pagar pembatas bandara, Senin (19/3/2008). Meski sudah menunjukkan Press Card dan hanya mengambil gambar dari luar pagar pembatas bandara, Zul tetap ditangkap dan sempat ditahan selama hampir empat jam di salah satu ruangan. [b]