Teks Luh De Suriyani, Foto Anton Muhajir
Puluhan orang berkumpul di Mushola Al-Hijrah, Banjar Karangsari, Padangsambian Kauh, Denpasar Barat, Rabu. Satu jam usai Sholat Idul Adha, sektar 15 pria dewasa berkumpul memulai pemotongan kambing dan sapi di halaman belakang mushola.
Mushola terletak berdampingan dengan balai Banjar Adat Karangsari. Di sekitar mushola dan banjir sejumlah sapi dan kambing diikat. Di leher hewan qurban, dikalungkan nametag orang yang berqurban.
Misalnya kambing berbulu cokelat dari Jana, warga setempat. “Saya kali ini mampu ikut berqurban satu kambing untuk dibagikan ke semua warga di sini,” ujarnya.
Tiap kali kambing dan sapi disembelih, suara takbir terdengar. Ini ucapan terima kasih pada Tuhan sekaligus doa untuk mengiringi hewan qurban ketika disembelih. Idul Adha adalah simbol pengorbanan Nabi Ibrahim yang merelakan putra kesayangannya, Ismail. Karena keikhlasannya, pengorbanan Ismail akhirnya dibatalkan lalu diganti dengan kambing.
Warga muslim di banjar dan perumahan Karangsari ini tak banyak, hanya sekitar 60 kepala keluarga. Tahun ini, warga berqurban 10 kambing dan 2 ekor sapi. Dengan hewan yang cukup banyak, warga di sini kelihatan kewalahan menyiapkan daging-daging mentah untuk dibagikan ke seluruh warga, termasuk non Muslim.
“Tiga tahun terakhir ini, setiap ada perayaan apapun selalu berusaha melibatkan dan berbagi dengan umat lain,” ujar Mujito Rahman, Kepala Seksi Dakwah atau penyuluhan di mushola. Misalnya Idul Adha, daging qurban dibagikan usai tengah hari pada seluruh warga, terutama yang miskin, anak yatim, atau janda. Muslim dan non muslim.
“Daging qurban juga dibagikan ke komunitas miskin lain di luar perumahan, seperti kelompok pemulung di Jalan Pidada, Ubung,” tambah Budi Wiyono, warga lain yang sedang memotong daging. Semakin siang, kambing yang telah dikuliti makin banyak.
Para perempuan warga sekitar baik muslim atau non muslim lalu diajak membantu dalam proses pemotongan dan pendistribusian daging ini. “Kami merasakan kebersamaan, itu yang penting. Mungkin ini namanya toleransi,” tambah Budi.
Di Banjar Karangsari, tak hanya Idul Adha yang bisa dirayakan bersama. Juga ada ritual sunatan hampir tiap tahun yang dilakukan dibalai banjar secara massal. Kegiatan ini bisa diikuti semua warga, termasuk non muslim yang berminat serta warga non banjar.
Selama seharian pada Rabu, di hampir seluruh masjid dan mushola di seputar Denpasar terlihat ritual pemotongan hewan qurban. Yang paling ramai terlihat di Masjid Baiturahman, Banjar Wanasari, atau populer dengan sebutan Kampung Jawa, Denpasar Utara.
Panitia hari raya qurban menyebutkan sedikitnya 56 kambing dan 2 ekor sapi disembelih untuk kemudian dibagikan ke warga terutama fakir miskin, yatim, mualaf, dan janda di wilayah itu. Sebagian kecil warga non muslim yang miskin juga telah didata untuk mendapat bagian daging.
Karena banyaknya hewan yang disembelih tiap tahunnya, beberapa desa di Karangasem dan Jembrana juga mengirimkan proposal untuk permintaan pembagian daging qurban. “Tiap tahun, kami menerima banyak proposal dari beberapa kabupaten. Akan diberikan jika daging cukup dan diambil,” ujar salahs eorang panitia yang sibuk mengurus pendistribusian.
Pesan solidaritas dan berbagi ditegaskan pula oleh pemimpin khutbah Sholat Idul Adha di Lapangan Lumintang, Denpasar. “Bersyukurlah kita beruntung bisa menunaikan Sholat Idul Adha dan qurban karena saudara kita masih banyak megungsi di Jogja dan Mentawai karena bencana. Solidaritas dan berbagi pada sesama adalah cermin pengorbanan yang kekal,” ujar khotib usai sholat.
Ribuan warga mengikuti sholat Idul Adha di Lapangan Lumintang yang dimulai tepat pukul 7 pagi. Setelah itu, prosesi pemotongan hewan qurban dimulai di tiap-tiap masjid atau mushola.