Minikino Film Week 10 (MFW10) Bali International Short Film Festival akan segera digelar merayakan tahun ke-10 penyelenggaraannya. Rangkaian acara MFW10 dijadwalkan berlangsung dari tanggal 13 hingga 20 September 2024 di berbagai lokasi yang tersebar di seluruh Bali. Di usianya yang ke-10 tahun, MFW berkomitmen untuk memperkuat simpul ekosistem film pendek baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional, menghadirkan karya-karya kreatif dari berbagai penjuru dunia.
Direktur Festival MFW10, Edo Wulia, menyatakan bahwa tujuan utama festival ini adalah membangun simpul yang saling mendukung di antara pembuat film, pendana, dan industri, demi keberlanjutan para filmmaker. “Kami berupaya menciptakan ekosistem yang mendukung dan berkelanjutan bagi seluruh pelaku industri film pendek,” ujar Edo. Lebih jauh, Minikino memiliki visi utama untuk mendorong masyarakat agar lebih memahami dan menghargai budaya sinema, melalui berbagai program yang ditawarkan selama festival berlangsung.
MFW10 mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan Tahun 2024. Menurut Ursula Tumiwa, Partnership Director, “Kehadiran pemerintah mendorong lebih jauh visi dan jangkauan kerja Minikino,” dan memperkuat kolaborasi. Dukungan juga datang dari Lab Indonesiana, Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Manajemen Talenta Nasional Bidang Seni Budaya, Internews dan FilmAid, The Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian Law Regional Asia Pacific, Panasonic Lumix, dan Official Partner Transport Grab. Berbagai media, festival film internasional, universitas, venue, perusahaan, serta komunitas lokal di Bali juga memberi dukungan untuk festival ini.
Pada tahun ini, MFW10 menerima 1.231 film dari platform Filmfreeway dan Short Film Depot, dengan 293 film pendek dari 62 negara termasuk film-film dari Indonesia yang akan ditayangkan. MFW10 akan menampilkan 64 program pemutaran, 26 kegiatan Short Film Market, dan 7 program edukasi untuk menjangkau publik yang lebih beragam. Dalam 8 hari penyelenggaraan, lebih dari 190 kegiatan akan berlangsung di 16 lokasi berbeda di seluruh Bali.
Tema visual MFW10 tahun ini mengangkat budaya dan sejarah, terinspirasi oleh karya foto Syafiudin Vifick menggunakan kamera lubang jarum buatannya sendiri. Karya ini dibuat untuk mengenang Mama Elizabeth Kalahe atau Mama Beri, pembuat kain kulit kayu terakhir di Lembah Bada, yang wafat pada bulan Juli lalu. Foto tersebut diambil di lokasi patung Palindo Megalitikum, atau dikenal juga sebagai patung Sepet, salah satu dari ratusan patung kuno yang ditemukan di Lembah Bada, Poso, Sulawesi Tengah, dalam wilayah Taman Nasional Lore Lindu.
Memberdayakan Komunitas Lokal Melalui Budaya Sinema
Tahun ini MFW10 Bali International Short Film Festival akan digelar di 17 lokasi berbeda yang tersebar di seluruh Bali. Festival Lounge atau tempat titik temu festival berada di MASH Denpasar. Selebihnya, di Kota Denpasar seperti di Alliance Française Bali, Kebun Berdaya Natah Rare, Dharma Negara Alaya, Double Bee, LSPR Bali, Marmarherrz, Pantai Karang Sanur, Puri Ayu Hotel, Tetuek Sangmong, dan The Rooms. Selain itu, acara juga akan berlangsung di kabupaten lainnya, seperti Kedai Kopi Dekakiang di Buleleng, Kulidan Kitchen & Space di Gianyar, Desa Adat Pagi di Tabanan, Geo Open Space dan Uma Seminyak di Badung.
Pemilihan lokasi-lokasi ini adalah komitmen untuk memproduksi ruang sosial yang dihidupkan oleh budaya sinema yang juga mendorong tindakan sosial. MFW10 menyikapi ruang tidak melulu dalam artian fisik, tetapi juga sebagai wadah interaksi sosial dan budaya. Fransiska Prihadi, Direktur Program MFW, menjelaskan bahwa upaya ini merupakan bagian dari produksi ruang sosial, di mana ruang dipersepsikan melalui hubungan antara aktivitas sosial, kehidupan pribadi, dan waktu yang melebur dalam budaya sinema.
“Konsep ruang di MFW10 lebih dari sekadar tempat menonton film. Ini adalah upaya kolektif untuk membangun jaringan yang menghubungkan berbagai aktivitas sosial dalam ruang yang dekat dengan keseharian kami,” jelas Fransiska. Dengan demikian, bagi Fransiska ruang tidak hanya menjadi tempat fisik, tetapi juga menjadi bagian penting dari reproduksi pengetahuan dan wacana mengenai perkembangan daerah dan komunitas di dalamnya. Melalui program-programnya, Minikino mengajak berbagai komunitas dan pengunjung untuk lebih mengenali dan memahami bagaimana ruang dan budaya layar dapat digunakan untuk menghubungkan berbagai lini ekosistem.
Dengan nafas tersebut, Pop-Up Cinema dan Community Screening terus berlanjut dengan semangat menjangkau berbagai segmen penonton. I Made Suarbawa, Direktur Traveling Cinema, menjelaskan, “Film pendek merupakan medium luwes untuk membicarakan berbagai wacana dan lapisan masyarakat, sehingga ia bisa menjangkau banyak komunitas.” Selain itu, program Denpasar Ramah Film akan menghadirkan narasumber dari BKRAF Denpasar tentang berbagai acara di kota Denpasar yang berkomitmen mendukung produksi film lokal dan internasional, menciptakan ruang bagi pertukaran budaya dan pendidikan melalui media film.
Program 100% Dari Bali tahun ini berfokus pada penggunaan film pendek sebagai medium untuk mempromosikan isu-isu penting seperti lingkungan, pengembangan kreativitas anak, dan pertukaran budaya di daerah rural Bali. Forum ini akan menyoroti berbagai gerakan akar rumput di pulau Bali, yang menunjukkan bagaimana komunitas film lokal menggunakan sinema untuk mendukung nilai-nilai yang mereka perjuangkan.
Edukasi Sebagai Fondasi
Di tahun 2024 ini MFW memperkenalkan MFW Education, sebuah sub-event terbaru yang didedikasikan untuk pendidikan di dunia perfilman. Edo Wulia mengungkapkan, dengan menawarkan serangkaian lokakarya dan sesi bimbingan. MFW Education bertujuan memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan memperkaya selama festival. Inisiatif ini dirancang untuk mendorong inovasi dan kreativitas, membina generasi talenta berikutnya dalam ekosistem film pendek. “Kami percaya bahwa pendidikan adalah fondasi dari inovasi, dan MFW Education adalah komitmen kami untuk mendukung perkembangan bakat baru,” pungkas Edo.
MFW Education berkolaborasi dengan berbagai sekolah lokal, serta lembaga nasional dan internasional, untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan menginspirasi bagi pembelajaran dan pengembangan di dunia film pendek. Salah satu program yang dihadirkan adalah lokakarya Introducing Animation bersama Talking Animals asal Berlin.
Selain itu program Kisah Lentera Ajaib didukung oleh Yayasan Kino Media bekerja sama dengan Institut français d’Indonésie dan Alliance Français Bali, dirancang khusus untuk anak-anak berusia 9-15 tahun. Dalam lokakarya dua jam ini, anak-anak akan menggambar dan membuat cerita yang kemudian ditampilkan menggunakan lentera ajaib, menciptakan pengalaman seperti di abad ke-17. Workshop ini mengiringi peluncuran buku terjemahan karya Roger Gonin “Les Savoyards, Montreurs De Lanterne Magique” yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Minikino. Buku ini tersedia untuk diberikan kepada berbagai perpustakaan dan sekolah selama festival.
Program Voice Acting for Teens adalah kesempatan emas bagi remaja berusia 11-17 tahun untuk mempelajari seni akting suara. Workshop ini akan dipandu oleh Jati Andito. Sesi ini akan memberikan teknik-teknik akting suara serta pengalaman langsung bagi para remaja untuk mengeksplorasi kemampuan vokal mereka dalam menghidupkan karakter animasi.
MFW Education juga menghadirkan Pop-Up Workshop di Desa Pagi, di mana anak-anak dan remaja diajak mengenal dasar-dasar bahasa sinema melalui gambar. Kegiatan ini akan dipandu oleh I Made Suarbawa, Direktur Travelling Festival, yang akan membimbing peserta dalam memahami narasi visual. Selain itu, program Pop Up VR Film akan memberikan pengalaman sinematik berbeda dengan menampilkan karya VR dari seniman Meksiko Billy Manhattan & George Rhoads. Floris Smit dari Dutch Digital Collectibles akan datang langsung ke Desa Adat Pagi untuk bersama-sama mengajak warga merasakan immersive cinema.
Beragam program edukasi ini telah dimulai sejak pre-event, termasuk Klub Sinema Remaja dan Korinco Games: Stop-Motion Workshop kolaborasi MFW10, SESIFF- Korea Selatan, dan Bogoshorts-Kolombia. Kedua program ini menekankan pentingnya pengembangan karakter dan keterampilan melalui film pendek. Sementara itu, MFW Education juga melaksanakan Hybrid Internship for Festival Writer 2024, sebuah program magang enam bulan yang dirancang untuk para calon kritikus film muda, baik dari Indonesia maupun internasional, untuk mendapatkan wawasan dan keterampilan dalam kritik film dan penyelenggaraan festival film pendek.
Inisiatif untuk Pasar Profesional dan Inklusifitas
Sub-event Short Film Market (Pasar Film Pendek) kini telah memasuki tahun ke-6 sejak diformalkan pada tahun 2019. Program ini bertujuan untuk mempromosikan jaringan dan interaksi profesional dalam produksi dan distribusi film pendek. “Film pendek adalah media yang sangat serbaguna yang dapat menanggapi cerita dengan lebih intim,” kata Ursula Tumiwa. “Sebagian besar sutradara terkemuka memulai karier mereka dengan membuat film pendek yang memungkinkan mereka bereksperimen dan menemukan suara kreatif mereka,” tambah Ursula.
Tidak hanya mendukung para profesional, MFW juga berkomitmen terhadap inklusifitas dengan terus memberi ruang untuk program MFW10 Inclusive Cinema. Program ini menampilkan serangkaian film pendek yang disesuaikan untuk semua penonton, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. “Kami menyediakan teks deskripsi audio (AD) untuk disabilitas netra dan SDH untuk Tuli,” jelas Fransiska Prihadi, Program Director MFW. “Melalui kolaborasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia, Radio Republik Indonesia, dan Minikino Studio, kami memulai gerakan Film Radio yang memungkinkan komunitas disabilitas untuk terlibat secara aktif dalam ekosistem film pendek di Indonesia.”
Selain itu, Minikino bekerja sama dengan Raoul Wallenberg Institute Regional Asia-Pacific dalam program RWI: Film for Changes, sebuah program yang berfokus pada isu hak asasi manusia, iklim, pembangunan, dan gender. Program ini akan menampilkan film-film nominasi Human Rights Film Award 2024 di MFW10 dan dilanjutkan dengan diskusi bersama para sutradara serta Windi Arini, acting Country Director Indonesia. “Film memiliki kekuatan untuk mendorong perubahan sosial,” tambah Edo Wulia. “Melalui diskusi ini, kami berharap dapat menggali lebih dalam tentang bagaimana film pendek dapat menjadi alat untuk advokasi dan perubahan,” lanjut Edo memaparkan kekuatan pendek.
Minikino juga menyoroti pentingnya kesehatan mental dalam industri film melalui sesi Wellbeing in Filmmaking bekerja sama dengan PurpleCode Collective. Sesi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang dampak topik sensitif terhadap kesehatan mental para pembuat film dan cara menjaga keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan. “Membina lingkungan kreatif yang mendukung adalah kunci untuk menghasilkan karya yang berkualitas,” kata I Made Suarbawa. Dengan berbagai inisiatif ini, MFW berupaya menciptakan ruang yang inklusif, suportif, dan inovatif bagi para kreator film pendek.
Selain kesehatan mental, Minikino juga menaruh perhatian pada isu kekerasan berbasis gender (KBG). Bekerja sama dengan Internews dan FilmAid menggelar Kompetisi dan Produksi Filmmaking Vertikal untuk mengatasi isu KBG di Indonesia. Proyek ini melibatkan produser dan penulis perempuan untuk memperkuat dialog dalam upaya mengurangi KBG di Indonesia. Acara ini akan diisi dengan presentasi, diskusi, dan pameran film vertikal yang berlangsung dari tanggal 14 hingga 19 September 2024.
Selanjutnya, masih dari sisi filmmaking, program Shorts Up 2024 merupakan inisiatif lain yang signifikan dari Minikino untuk mendukung generasi pembuat film berikutnya. Didukung oleh Lab Indonesiana Manajemen Talenta Nasional Seni dan Budaya, program ini dirancang untuk membimbing para pembuat film pemula dalam memulai karier mereka di industri film Indonesia melalui produksi film pendek. “Shorts Up bertujuan untuk lebih jauh mempersiapkan bibit pembuat film profesional untuk masuk ke industri lewat pendampingan pengembangan produksi film pendek,” kata Fransiska Prihadi. Rangkaian kegiatan ini berlangsung dari Juni hingga Desember 2024, termasuk sesi mentoring, presentasi proyek, dan lokakarya yang menampilkan delapan proyek terpilih. Para profesional dari seluruh dunia akan hadir untuk berbagi wawasan mereka dengan para pembuat film Indonesia, yang juga akan berlanjut di Yogyakarta dan Tangerang setelah festival berakhir.
Sorotan Untuk Film Pendek Terbaik
Tahun 2024 ini, MFW10 kembali memberikan penghargaan untuk film-film pendek terbaik yang terbagi dalam beberapa kategori, antara lain; National Competition Award, Best Short Film Of The Year, Best Animation Short, Best Audio Visual Experimental Short, Best Children Short, Best Documentary Short, Best Fiction Short, Programmer’s Choice, Youth Jury Award, Begadang Filmmaking Competition, Kompetisi Film Vertikal, dan Human Rights Film Award.
Juri nasional MFW10 terdiri dari individu berpengalaman dalam industri film dari berbagai belahan dunia yaitu Chalida Uabumrungjit, direktur festival dan arsiparis Film Archive, Thailand, Tsang Hing Weng Eric, seorang pembuat film dan pengajar asal Hong Kong. Per Fikse, Direktur Minimalen Short Film Festival dari Norwegia, dan Lulu Ratna, programmer film pendek dari Indonesia.
Dewan juri nasional tahun ini akan menentukan satu pemenang utama kompetisi nasional akan mendapatkan hadiah tunai Rp 5,000,000, serta satu pemenang Begadang Filmmaking Competition 2024 yang memperebutkan hadiah tunai senilai Rp 5,000,000. Tahun ini Lumix Indonesia juga mendukung hadiah kamera Lumix untuk film produksi Indonesia yang akan diumumkan pada malam penganugerahan tanggal 20 September 2024 mendatang.
Berikut ini adalah nominasi film pendek Indonesia dalam MFW10 National Competition:
- BALEK KE JAMBI (To Face My Father in Jambi) / Sutradara: Anggun Pradesha
- EPHEMERA / Sutradara: Virya Hendriyah / Penulis: Virya Hendriyah, Evangeline Chezia Hausjah
- KELOMPOK PENERBANG ROH (Arabic Mantra) / Sutradara & Penulis: Tunggul Banjaransari
- LAUT MASIH MEMAKAN DARATAN (The Swallowing Sea) / Sutradara: Afif Fahmi / Penulis: Della Kartika
- PURUSA: WEDDING SACRED / Sutradara & Penulis: I Made Suniartika
- RUANG TUNGGU : ANI (Waiting Room : Ani) / Sutradara & Penulis: Vonny Rasida
- SAMU THE TERRIBLE AND HIS SIN / Sutradara & Penulis: Dhiwangkara Seta
- SHALLOT SALAD / Sutradara & Penulis: BW Purbanegara
- SULI STORYBOARD / Sutradara & Penulis: Anggun Priambodo
Daftar nominasi Begadang Filmmaking Competition 2024:
- IN LOVING MEMORY / Sutradara & Penulis: William K
- THE CITY IS CALLING / Sutradara: Syakir Mardhatillah / Penulis: Bintang Panglima, Amar Haikal
- KIWO TENGEN / Sutradara & Penulis: Rizqullah Panggabean (Alias: Rizzcool)
- PLOP / Sutradara: Germiet / Penulis: Eunike Diva Yusuf
Sementara itu, juri internasional Minikino Film Week 10 terdiri dari para ahli dengan latar belakang yang beragam. Ash Hoyle adalah Programmer Film di Sundance Film Festival, yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Pemrograman di Damn These Heels Film Festival dan Programmer Senior di Outfest Los Angeles. Lalu ada, Marlowe Bandem, seorang polymath dari Indonesia, merupakan pengusaha dan aktivis seni dan budaya yang merupakan pendiri Arsip Bali 1928. Selanjutnya, Roger Gonin, dari Prancis, adalah salah satu pendiri Short Film Market di Clermont-Ferrand dan penggagas shortfilmdepot.com.
Edo Wulia, Direktur Minikino Film Week, menyatakan film-film pendek terbaik dalam festival ini merupakan pengakuan atas kreativitas dan keterampilan para pembuat film untuk mendorong eksplorasi dan mendobrak batas dalam seni film pendek. “Kami percaya bahwa setiap karya yang diakui di sini memiliki kekuatan untuk menginspirasi dan berdampak, serta membuka peluang lebih besar untuk pengembangan karier para pembuat film di masa depan,” pungkasnya.