Momentum pemilihan pemimpin daerah yang hampir serentak di Bali akan segera dilaksanakan. Tahun ini terasa respon dan partisipasi publik semakin menggeliat. Melihat tindakan rezim era saat ini yang semakin memperlihatkan laku-laku politik dinasti.
Namun, inisiatif publik untuk mengawal pemilihan pemimpin ini bisa memberi nafas lega. Masih ada harapan dan perjuangan. Di Bali inisiatif mengawal isu lingkungan sedang diperjuangkan oleh Koalisi Emisi Nol Bersih menuju momentum pilkada 2024.
Iwan Dewantama dari Yayasan Abdi Bumi, selaku moderator dalam pertemuan bulanan Koalisi Emisi Nol Bersih (22/08) di Denpasar menyebutkan Emisi paling tinggi di Bali diakibatkan karena polusi dan deforestasi. Ancaman kerusakan lingkungan sudah berada di depan mata. Sehingga memprioritaskan isu lingkungan dalam agenda perpolitikan turut penting.
Belum lagi Bali menuju target penurunan emisi tahun 2030 (https://bpkhtl8.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2024/04/Renja-Sub-Nasional-Indonesias-FOLU-Net-Sink-2030-Bali.pdf) dan mencapai komitmen Net Zero Carbon Tahun 2060 (https://maritim.go.id/detail/komitmen-net-zero-carbon-tahun-2060-indonesia-seimbangkan-target-emisi-dan-target-pembangunan-ekonomi). Dua dokumen ini menjadi perangsang bagaimana partisipasi publik dan komitmen negara terus terkawal.
Mengawal isu ini sampai menjadi agenda di meja para calon pemimpin adalah strategi yang efektif. Mengetahui tahapan pilkada menjadi penting sebelum penyampaian usulan. Kadek Dwita, peneliti lembaga riset memaparkan tahapan-tahapan pilkada yang wajib digaribawahi oleh semua pengusul isu pilkada.
“Sekarang kita menunggu tanggal 29 Agustus, untuk mengetahui siapa saja kontestan yang mendaftar menuju Pilkada. Tanggal ini penutupan pendaftaran bakal calon,” papar Dwita dalam presentasi Strategi Keterlibatan Masyarakat Sipil dalam Pilkada Serentak 2024 di Bali.
Selanjutnya, tahap penetapan calon (tanggal 22 September) para kontestan wajib menyetor visi misi awal ke KPUD. Hanya saja, sering kali visi misi ini menjadi syarat administrasi saja dan tidak dipublikasi. Cuma formalitas. Padahal, proses awal ini penting menjadi dasar publik menilai apakah calon pemimpin mengusung kepentingan publik atau tidak.
“Di sini peran publik, kita bisa mendorong KPUD untuk memastikan mempublikasi visi misi ke websitenya. Sebagai bentuk transparansi, karena visi misi ini masih bisa direvisi sepanjang ada aspirasi publik,” kata Dwita.
Dalam konteks yang dikawal Koalisi Emisi Nol Bersih, Dwita menegaskan, publik bisa melihat apakah ada calon pemimpin yang sadar tentang lingkungan. Tahap selanjutnya ada debat kandidat untuk menguji visi misi. Ada sebanyak 30 momen debat kandidat. Dari 30 kali pertemuan debat, ada berapa kali membahas isu lingkungan. Publik juga bisa mengecek kesadaran penyelenggara juga. Penyelenggara pilkada juga mempengaruhi isu apa yang akan dibahas.
Lembaga swadaya masyarakat bisa terlibat dan memberi aspirasi pada tiga lini. Yaitu, penyelenggara, kandidat dan media. Pada lini penyelenggara, koalisi dapat memastikan ke penyelenggara agar topik debat kandidat mengakomodir isu publik.
“Bagian ini sering kosong,” tambahnya.
Selanjutnya pada lini kandidat. Untuk membuat sebuah visi misi, para calon biasanya memetakan dari hasil survei publik. Kelompok intelektual bisa ambil peran bagian ini. Satu lini lagi yang sering terlupa, adalah mengajak media. Misalnya mendorong media membuat liputan khusus tentang isu jelang pilkada.
Sebagai salah satu peneliti yang aktif menggalang survei publik, Kadek Dwita memaparkan hasil risetnya terkait masalah publik. Kali ini ia memaparkan persoalan masyarakat di tiga kabupaten kota. Yaitu Denpasar, Gianyar dan Karangasem. Hasil survei ini bisa menjadi contoh bagaimana memetakan visi misi calon pemimpin. Sebab berbeda daerah, berbeda persoalan. Sehingga masalah itu yang perlu direspon dalam menyusun visi misi.
Seperti halnya hasil survei Kadek Dwita, menemukan 5 masalah teratas yang dihadapi masyarakat Denpasar. Dari hasil surveinya, masyarakat Denpasar mengeluhkan persoalan kemacetan, mahalnya harga kebutuhan pokok, sampah dan pengelolaannya, banjir dan longsor serta sulitnya mendapatkan pekerjaan.
Beda topografi beda juga persoalannya. Kadek Dwita memaparkan 5 masalah masyarakat di Gianyar, yaitu mahalnya harga kebutuhan pokok, kondisi jalan dan transportasi, sampah dan pengelolaannya, kemacetan, dan jalan/infrastruktur yang rusak.
Sedangkan 5 teratas masalah masyarakat Karangasem yang ditemukan dalam survei, yaitu mahalnya harga/kelangkaan bahan pokok, jalan/infrastruktur yang rusak, sulitnya mendapatkan pekerjaan, kualitas SDM rendah dan kesulitan air bersih.
Dari 3 lokasi survei publik bisa dilihat, setiap kabupaten mengeluhkan persoalan lingkungan. Publik dapat mengawal masalah ini agar masuk ke topik debat pilkada.
Langkah yang memungkin bisa dilakukan adalah mengajak masyarakat perhatian terhadap beberapa isu di atas. Sehingga dapat memasukkan isu tertentu ke kandidat dan pembahasan debat. Penting untuk menjaga nyala isu di media konvensional dan media sosial. Publik dapat memastikan agenda muncul secara eksplisit di tema debat (bidang sosialisasi dan partisipasi masyarakat). Hal lain endorse calon panelis yang kompeten di bidang terkait. Membuat diskusi timses saat debat sesuai tema di podcast-podcast tertentu.
I Made Rai Ridartha, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Wilayah Bali yang juga hadir sebagai narasumber pada pertemuan bulanan itu. Ia menyayangkan tak ada isu energi yang muncul dalam survei sebelumnya. Namun, hal itu pula menunjukkan kesadaran masyarakat rendah.
“Strategi mendorong KPU Bali dalam menyepakati permasalahan transportasi menjadi isu penting dalam Pemilukada Provinsi Bali,” jelas Rai.
Dari hasil survei, muncul persoalan kemacetan. Hasil itu harusnya dapat memantik para calon terbangun untuk membuat transportasi publik. Sayangnya itu tidak terbangun. Seperti yang terjadi saat ini, justru masalah energi dijawab dengan transportasi pribadi berbasis listrik. Belum selesai persoalan, justru menambah masalah kemacetan.
I Nyoman Mardika, salah satu anggota Koalisi Emisi Nol Bersih menjawab selangkah keresahan publik. Ia sudah menyampaikan topik terkait perubahan iklim ke KPU, agar menuangkan visi misi calon ke web KPU. Setelah pasangan calon menyampaikan visi misi akan kita minta. Agenda perubahan iklim ini isu global tapi belum membumi.
Kadek Dwita mengingatkan jika melibatkan publik berpartisipasi pada isu ini agar memetakan tingkat pemahaman masyarakat. Paling tidak dalam hal ini ada 2 kategori yang bisa dipetakan antara pemahaman elit dan massa.
“Selera media komunikasi publik seperti apa? Sekarang ada politainmen, politik dan intertaimen, ini biasanya yang menarik publik,” jelas Kadek.
Tapi ada kelompok tertentu yang tidak mengakses media internet. Kadek mengingatkan masih ada publik di Bali yang nyaman berkomunikasi dengan simpul di tengah masyarakat. Seperti kepala dusun, ketua lingkungan dan tokoh-tokoh yang memiliki kepercayaan di masyarakat. Bagi Kadek, dalam mengawal suara publik perlu engagement dengan simpul offline. Akan ada perilaku yang berbeda pada masyarakat yang menggunakan internet.
Rai juga menambahkan mengawal isu lingkungan dalam Pilkada kali ini perlu menjaga publik pressure untuk partisipasi publik yang sehat. Bukan sekadar komentar di media sosial atau sekadar memilih. Tapi juga menyalurkan ide masukan dari publik.
“Punya antisipasi atas kekurangan yang tidak ada di kandidat terpilih. Pastikan tersurat selain tersirat. Yang tak kalah penting juga meperhatikan kearifan lokal,” tutup Rai.