Warga mencari air di sumber air Tirta Anakan. Foto-foto: Osila
Butuh perjuangan bagi sejumlah warga di Dangin Sabang, Desa Besan, Sanggungan, dan Desa Dawan Kaler, Kabupaten Klungkung dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Walau desa berdekatan dengan sumber mata air, masih ada warga yang belum tersentuh layanan air bersih.
Demikian juga walau layanan Perumda Panca Mahottama (PDAM) sudah masuk ke Desa Dawan Kaler dan Desa Besan tersebut belum menjangkau semua masyarakat. Bahkan, di sekitar wilayah Dangin Sabang dan Sanggungan terdapat 5 sumur bor yang menyedot air bawah tanah yang juga dikelola oleh PDAM Kabupaten Klungkung.
“Sampai saat ini kami belum tersentuh PDAM, makanya tempat ini, saat sore dan pagi hari ramai warga Besan serta Dawan Kaler mencari air di sumur Tengkada,” kata Komang Dastra, warga Desa Dawan Kaler yang sejak kecil sudah bergantung dengan mata air Tangkedan.
Tak hanya di Klungkung, hal yang sama juga terjadi kalau jalan-jalan ke pelosok-pelosok desa di Bali. Semua seakan terlihat baik-baik saja. Desa Besan dan Dawan Kaler adalah dua desa wisata di Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Dengan topografi dikelilingi perbukitan yang masih asri ketika dilihat dari jauh.
Kawasan ini memiliki kekayaan sumber air permukaan. Sumber air permukaan adalah air yang berkumpul pada suatu permukaan tanah. Air jenis ini terbuka secara alami, terlihat mata, dapat berasal dari aliran sungai, laut, danau, ataupun lahan basah lainnya. Dua desa ini yaitu Desa Dawan Kaler dan Desa Besan memiliki banyak sumber air permukaan karena didukung oleh alamnya.
Sumber air permukaan yang dimiliki berupa sumur freatis dan juga kelebutan (air yang muncul ke permukaan dari dalam tanah di aliran sungai atau dekat sungai). Sumur freatis adalah sumur yang bersumber dari air tanah yang terletak di atas lapisan kedap air tidak jauh dari permukaan tanah atau sering disebut sumur dangkal.
Seperti pemburu harta karun, dinas pengelola air pun tidak melewatkan dua area ini. PDAM mengelola sumber kehidupan ini melalui sumur bor. Kemudian air permukaan ini dikelola untuk mengalir ke warga yang membayar.
Meski memiliki sumber air permukaan dan bawah tanah, sekitar 60 keluarga yang berada di Desa Dawan Kaler dan Desa Besan itu perlu perjuangan lebih untuk mendapat air karena belum juga mendapatkan aliran air yang dikelola PDAM.
Selama ini 60 keluarga tersebut memanfaatkan sumber air dari sumur freatis di Pura Tengkada dan Pura Anakan. Kedua pura ini terletak di Desa Besan, namun sering dimanfaatkan oleh 3 desa, yaitu Desa Besan, Desa Dawan Kaler, dan Desa Pikat.
Sementara itu, desa tetangganya, masyarakat Dusun Gelogor dan Desa Pikat sudah tersentuh PDAM. Namun terkadang debit airnya tidak lancar. Sehingga mereka masih juga mengandalkan sumber air permukaan berupa air sungai dan kedua sumur freatis . Hal ini disampaikan Ni Wayan Sawitri yang mengatakan sebelumnya berencana mencari PDAM, tetapi pengalaman tetangga air kurang lancar. “Biayanya sekitar Rp 2 juta rupiah, namun airnya tidak lancar, kadang mengalir kadang tidak, bahkan mengalirnya di malam hari saja,” sebut Sawitri.
Jika dilihat dari data jumlah sumur bor yang dikelola PDAM, ada 5 sumur bor di sekitar wilayah ini. Logikanya, dengan banyaknya sumur bor ini semestinya distribusi air bersih ke semua warga di sekitarnya dapat terpenuhi terlebih dahulu.
I Kadek Sudarmawa, Perbekel (Kepala Desa) Dawan kaler menyatakan bahwa sampai saat ini masih ada juga warga yang belum menikmati sumber air bersih PDAM. Padahal Desa Dawan Kaler dalam data tahun 2010 sudah ada sumur bor yang dikelola PDAM dibangun di desa. Pihaknya harus memohon bantuan lagi ke pemerintah pusat agar mampu memenuhi kebutuhan air bersih untuk warganya. Permohonan ini dilakukan pada tahun 2015 ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral karena PDAM belum mampu memenuhi semua kebutuhan warga di Desa Dawan Kaler.
Daerah yang memiliki sumber air sangat dekat, justru belum mendapatkan air layak. Jika ditarik lebih jauh, Negara pun mengatur tentang pengelolaan air ini. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor I7 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air pasal 2 dan 3 jelas menyatakan Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan berdasarkan asas keadilan bagi masyarakat. Namun melihat kondisi di lapangan, ada indikasi asas tersebut belum terpenuhi oleh pengelola air yang bersumber dari bawah tanah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 mengenai Sumber Daya Air yang mendefinisikan air bawah tanah sebagai air yang terdapat di lapisan batuan di bawah permukaan tanah.
Usaha air oleh desa
Ketika pengelola air dari pemerintahan tak cukup menjawab persoalan air di desa wilayah Kecamatan Dawan, Klungkung, akhirnya, muncul pengelola air secara mandiri yang dikelola desa.
I Kadek Sudarmawa memaparkan usaha air desanya, Udaka. Salah satu alasannya karena masih ada warga di wilayah Dawan Kaler yang kesusahan air bersih. “Berkat permohonan bantuan kami ke pusat akhirnya tahun 2015 Desa Dawan Kaler dapat bantuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berupa bantuan sumur bor dan pompanya,” katanya.
Air dari sumur bor ini kemudian didistribusikan ke warga yang berada di Dawan Kaler bagian timur. Seperti Sanggungan dan Celuk yang tidak terjangkau PDAM. Sumur Bor Udaka yang memiliki kedalaman 125 meter dikelola mandiri oleh Desa Dawan Kaler. Seiring berjalanya waktu, desa ini malah memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Diberi merek sebagai air kemasan Udaka. Perkembangan ini muncul karena debit air sumur bor yang dibangun cukup melimpah.
Pabrik AMDK Udaka. Foto: Osila
Sayangnya, bencana gempa tahun ini mengakibatkan pompa sumur bor bantuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral rusak. Udaka tidak mampu lagi melayani warga yang kesulitan air bersih. Namun, AMDK justru masih berproduksi. Dengan memanfaatkan air bawah tanah yang bersumber dari sumur pantau bantuan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Klungkung.
“Setahun lalu rumah saya pernah masuk Udaka, namun dari 4 bulan sudah tidak mengalir airnya karena pompanya rusak. Dulu waktu amprah (daftar langganan) satu juta setengah, kemudian karena rumah saya jauh dari jalan, nambah lagi sekitar lima ratus ribuan untuk mendapatkan pipa,” kata Sawitri, warga Dangin Sabang.
Sawitri juga mengatakan sebelumnya lebih sering memanfaatkan sumber air permukaan di Tirta Anakan dan Tengkada. Namun, kebutuhannya besar, air digunakan untuk bekerja dan memelihara babi jadi perlu ekstra tenaga dalam mencari air.
Kenapa sumur bor?
UU Nomor I7 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air Pasal 22 jelas menyatakan bahwa semestinya pengelola air mengutamakan pendayagunaan air permukaan. Apalagi Klungkung dilewati oleh sungai besar yaitu Tukad Unda. Kenyataanya banyak sumur bor yang dibangun dan belum juga dapat melayani semua masyarakat di sekitar sumur bor.
Berdasarkan hasil penelusuran ada 10 sumur bor di Kecamatan Dawan yang dikelola oleh PDAM Kabupaten Klungkung. Beberapa sumur bor jaraknya tidak jauh dari sumber air permukaan tanah. Air permukaan tanah di Bali sering disebut kelebutan yang disakralkan untuk sumber air persembahyangan atau tirta.
“Pembangunan sumur bor di Kecamatan Dawan adalah upaya kami untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak pertumbuhannya,” kata Wayan Parta selaku Kepala Seksi Produksi Perumda Panca Mahottama Klungkung.
Parta juga menyampaikan bahwa untuk mengolah air permukaan seperti sungai dan waduk diperlukan biaya yang tidak sedikit agar aman didistribusikan ke masyarakat. Dibandingkan dengan sumber air bawah tanah tentu lebih murah dari pengelolaan air permukaan tanah, karena air yang bersumber dari bawah tanah cenderung lebih bersih dan tidak terkontaminasi dengan zat kimia berbahaya sehingga biaya pengolahanya juga lebih murah.
“Kecamatan Dawan tidak mempunyai mata air, yang ada sungai rembesan dan itu sifatnya tidak jangka panjang. Sehingga membuat Perumda Panca Mahottama lebih memilih membangun sumur bor,” jelasnya. Pembangunan sumur bor juga disebut tidak sembarangan, pihaknya melakukan uji sumber air bawah tanah dengan metode uji geolistrik. Uji Geolistrik adalah salah satu metode dalam geofisika yang digunakan untuk menyelidiki kondisi bawah permukaan dengan memanfaatkan sifat-sifat aliran listrik dengan cara mengalirkan arus listrik DC yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. “Selain itu juga harus mempertimbangkan status kepemilikan tanah lokasi sumur bor,” tambah Parta.
Sekaa Yeh, sebuah adaptasi yang kini hilang
Tak semua warga bisa mengakses biaya dari langganan air, baik PDAM maupun sumur bor dikelola desa. Salah satu caranya dengan memanfaatkan sumur permukaan tanah yang disakralkan dan sungai. Dulu sebelum ada PDAM ke Desa Besan dan Dawan Kaler, banyak warga memanfaatkan sumber air sungai dengan membuat kelompok yang disebut Sekaa Yeh.
Sekaa Yeh adalah sebutan bagi kelompok warga yang memanfaatkan air permukaan tanah terutama sungai untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Dengan menggunakan dana swadaya anggota sekaa yeh tersebut. Sejak PDAM masuk desa, keberadaan Sekaa Yeh ini mulai berkurang anggotanya. Sehingga tak jarang mereka membuat jaringan air secara pribadi dengan biaya sampai jutaan tergantung jarak sumber air sungai dengan rumah mereka.
Sekaa Yeh juga mempunyai perananan penting dalam menjaga keberadaan sumber-sumber air. Selain lewat ritual, mereka juga menjaga pepohonan yang ada di sekitar sumber air yang mereka konsumsi.
Gede Erlangga mengatakan dari masih kecil memanfaatkan dua sumur freatis di dekat rumahnya, yaitu Tirta Anakan dan Tirta Tengkada. Selain itu juga pernah ikut Sekaa Yeh yang bersumber di Sungai Celuk Desa Besan. Namun sejak ada PDAM dari aliran sumur bor di Desa Pikat, Sekaa Yeh mulai ditinggalkan.
Kemudahan dalam memperoleh air bersih PDAM yang dirasakan Gede Erlangga yang bertempat tinggal di Dangin Sabang tidak bertahan lama. Sebab debit sumur bor PDAM mulai berkurang sehingga pelayanannya tidak maksimal. Belum lagi karena masalah jarak rumah Gede jauh dari lintasan pipa induk PDAM. Ia beralih lagi ke air sumur freatis dan air sungai.
“Saya maunya amprah (daftar langganan) PDAM dari Besan tapi biayanya mahal, belum terjangkau buat kami di sini, dan juga rumah kami jauh dari pipa induk jadi biaya lebih mahal,” tambah Gede Erlangga.
“Kalau dulu tidak pernah kering sumur ini, tapi sekarang mulai menurun debitnya. Selain pohon-pohon banyak hilang, mungkin juga karena banyaknya sumur bor di sekitar ini,” kata Wayan Santi, warga Tengkada yang sehari-harinya memenuhi kebutuhan air bersih untuk keluarganya dari sumur di Tirta Tengkada.
Selain dimanfaatkan untuk air minum, Tirta Tengkada juga dapat dimanfaatkan untuk mandi. Kebetulan ada pemandian umum di dekat sumurnya.
Sore dan pagi hari di Tirta Tengkada ini akan ramai warga untuk mandi. Mereka bergiliran mengisi bak penampungan untuk mandi. “Kalau bisa kan gratis pemasangannya, toh air kita yang dibor,” kata Komang Mul sebagai Ketua Tempek Dangin Sabang. Tempek adalah pembagian kelompok masyarakat berdasarkan daerah tempat tinggal mereka di dalam satu wilayah.
Mul juga menambahkan, ia tak keberatan untuk membayar air asal mengalir. “Kami di sini ada 30 KK belum tersentuh PDAM dan 30-an lagi di Desa Dawan Kaler. Kami sempat lapor ke aparat desa, jawaban mereka kurang memuaskan, yaitu tempat kami terlalu tinggi katanya, padahal ada sumur bor yang lokasinya lebih tinggi dari tempat kami. Bukit dekat Goa Lawah juga tinggi, airnya bisa naik dengan mesin pendorong, kenapa di wilayah kami tidak dipasang mesin pendorong juga. Tentu mereka yang masih mandi di sumur berharapan ke pemerintah agar dapat mudah mendapatkan air bersih seperti di kota,” keluhnya.
“Dulu sebelum ada PDAM, kami mampu kok dapat air bersih, namun karena kecenderungan manusia ingin mudah ya mereka amprah PDAM. Dikira akan lancar airnya. Ya sama kayak air di sungai, pasang surut pasti ada, tergantung kita bagaimana menjaga alam ini agar harmonis,” tambah Negah Satra, yang dulu pernah menjadi anggota Sekaa Yeh.
Satra menambahkan, ia dulu membuat cubang atau penampungan air. Bentuknya seperti tandon dengan ukuran diameter 3 meter. “Air dari sungai kami tampung ke sana dan dibagikan secara adil ke setiap anggota Sekaa Yeh,” katanya.
Nengah Satra saat di kebunnya dengan penampungan air yang bersumber dari sungai saat masih ikut Sekaa Yeh. Foto: Osila
Sejak ada PDAM, angota Sekaa Yeh telah berkurang maka banyak cubang dibongkar. Kini para Sekaa yeh kesusahan dalam perbaikan pipa yang dulunya dikerjakan gotong royong. Namun kini dikerjakan oleh beberapa orang saja yang masih menggunakan air sungai.
Inilah rangkuman sejumlah warga Dangin Sabang yang masih menggunakan air sungai di antaranya pemerintah diharapkan melakukan konservasi lingkungan sumber air. Seperti hutan dan kebersihan sungai. Kalau ada sumur bor, buatlah juga sumur resapan agar seimbang antara mengambil dan memberi. Air Sungai juga kalau bisa ditampung-tampung. Sehingga saat kemarau masih bisa dimanfaatkan. Membuat cubang seperti dulu sangat bermanfaat bagi masyarakat yang tidak terjangkau PDAM.
Menjaga Keberlanjutan Sumber Air
Putu Bawa dari Yayasan IDEP Selaras Alam mengingatkan pentingnya melakukan konservasi air. Ini adalah upaya perlindungan, pemeliharaan, dan pelestarian keberadaan sumber daya air agar selalu tersedia dalam kualitas maupun kuantitas yang memadai guna memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik untuk masa yang sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
Inilah manfaat konservasi air:
- Pencegahan terhadap bencana banjir dan kekeringan
Banjir kerap sekali terjadi di Indonesia bahkan di Bali dikarenakan saluran-saluran air yang tidak mampu untuk menampung air disaat hujan yang sangat deras pada musim penghujan. Tingginya curah hujan tidak diimbangi dengan banyaknya air yang diserap sehingga menyebabkan banjir air. Penyerapan air menjadi tidak optimal dikarenakan pengalihan fungsi hutan sebagai lahan pertanian. Selain itu, pembangunan-pembangunan gedung yang ada juga menyebabkan penyerapan air yang tidak optimal sehingga pada musim kemarau, air tidak dapat tertampung di dalam tanah. - Pencegahan perusakan pada bantaran sungai
Erosi oleh air dan perilaku buruk yang dilakukan oleh masyarakat dengan membuang sampah sembarangan dapat menyebabkan kerusakan bantaran sungai. Kerusakan bantaran sungai tersebut dapat mempengaruhi ketersediaan sumber daya air yang ada. Maka dari itu, perlu dilakukan konservasi air untuk menjaga ketersediaan sumber daya air yang ada. - Pencegahan erosi dan sedimentasi
Erosi merupakan pengikisan permukaan bumi yang diakibatkan oleh alam, salah satu contohnya adalah erosi oleh air. Sedangkan sedimentasi merupakan proses pengendapan tanah. Erosi dan sedimentasi mempengaruhi keberadaan air.
Masyarakat dan pemerintah dapat menerapkan setiap perilaku yang mencerminkan konservasi air. Perilaku tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, sebagai berikut:
- Kegiatan sebagai perlindungan dan pelestarian sumber daya air
Kegiatan ini merupakan salah satu wujud untuk melindungi setiap debit air yang ada dan mempertahankan lingkungan dimana air tersebut berasal. Di antaranya:
· Melestarikan kawasan hutan lindung dan suaka alam
· Mengendalikan pengolahan tanah di wilayah hulu
· Mengatur sarana dan prasarana sanitasi
· Melakukan rehabilitasi hutan
· Memelihara daerah resapan air hujan
· Membuat kriteria bagi daerah sekitar mata air, yakni minimal 200 meter dari daerah mata air sehingga mata air di hutan tetap terjaga dan bersih dari aktivitas manusia. - Kegiatan pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
Tujuan dari kegiatan ini menurut UU No. 7 Tahun 2004 adalah untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air, baik air yang sudah masuk ke sumbernya maupun air yang masih berada didalam tanah. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk menerapkan hal tersebut adalah:
· Menanam pohon-pohon penyerapan air di sekitar Daerah Aliran Sungai ( DAS ).
· Menghindari bercocok tanam di daerah rawan erosi.
· Menerapkan teknik terasering di daerah lereng pegunungan.
· Membuat sumur resapan minimal satu di rumah.
· Menghilangkan kebiasaan membuang sampah di sungai.
· Melarang pembangunan rumah maupun bangunan lain di bantaran sungai.
· Memberi sanksi atau aturan yang tegas kepada orang yang membuang sampah ke sungai.
· Menghindari eksploitasi lahan di daerah dataran tinggi dengan ketinggian 1000 meter diatas permukaan air laut. - Kegiatan pengawetan air
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk kuantitas atau ketersediaan air. Kegiatan ini merupakan konservasi dari sisi pengguna air. Manusia sebagai pengguna air harus dapat menghemat air/ menggunakan air sesuai kebutuhan. Penghematan air ini dapat membantu ketersediaan air untuk kedepannya. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah:
· Menampung air hujan yang berlebihan dan digunakan seperlunya.
· Menghemat penggunaan air, seperti dengan cara tidak membuka kran air secara maksimal jika sedang tidak menampung air, mematikan kran air setelah digunakan.
· Mengendalikan penggunaan air tanah.
kalau konservasi air sudah mampu dilakukan dengan baik tentu distribusi air bersih ke semua masyarakat akan lebih adil.
(Liputan ini didukung Yayasan IDEP)