Mempersiapkan hal esensial selangkah sebelum Pemilu. Bukan hanya soal TPS atau kampanye untuk memilih. Namun, bagaimana warga bisa memahami esensi dari proses penyampaian hak ini. Ada pengisian kapasitas yang perlu dipenuhi pemerintah terkait hak pilih dan bersuara untuk menjalankan proses demokrasi ini.
Sudahkah semua lapisan masyarakat teredukasi dan sadar untuk mengikuti pemilu? Terlebih bagaimana pemenuhan edukasi soal hak pilih pada kelompok-kelompok marjinal?
Dinamika Pemilu di Indonesia memang tidak ada habisnya. Salah satu dinamika Pemilu yang beberapa tahun lalu sempat menyita perhatian pengamat maupun masyarakat yakni posisi penyandang disabilitas mental (PDM) dalam keikutsertaan sebagai pemilih dalam pesta demokrasi.
Berdasarkan pemberitaan dari Kompas.com, bahwa sebelum tahun 2016, pemilih disabilitas intelektual tidak diperbolehkan memilih atau didaftar untuk memilih dalam pemilu. Pasal 57 ayat (3) huruf a UU Nomor 8 Tahun 2015 menyatakan, “Pemilih yang terdaftar adalah yang tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya”.
Diskriminasi yang jelas tertuang dalam regulasi tersebut, menimbulkan para pemerhati PDM dan Pemilu, seperti Perhimpunan Jiwa Sehat, Perludem, dan PPUA mengajukan judicial review agar Mahkamah Konstitusi meninjau kembali serta menetapkan peraturan yang non diskriminatif serta inklusif bagi penyandang disabilitas intelektual. Judicial review tersebut berbuah manis dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XIII/2015 pada tanggal 27 September 2016.
Melalui putusannya, Majelis Hakim MK menyebutkan Pasal 57 ayat (3) huruf a UU No. 8 Tahun 2015 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “terganggu jiwa/ingatannya” tidak dimaknai sebagai “mengalami gangguan jiwa dan/atau gangguan ingatan permanen yang menurut profesional bidang kesehatan jiwa telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih dalam pemilihan umum”.
Adanya perubahan tersebut merupakan kemajuan yang patut diapresiasi terhadap keterbukaan dan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Tentu memperjuangkan keadilan teman-teman disabilitas intelektual dalam kancah Pemilu membutuhkan sinergi dari segala sisi.
Kabar baik sudah hadir dari sisi peraturan. Secara legal negara sudah memberikan fokus pada kelompok disabilitas. Namun, hal yang terlupa adalah bagaimana memenuhi pemahaman soal hak pilih dalam pemilu. Sehingga tak ada kesan, kelompok marjinal baru dicari hanya menjelang pemilu.
Kelas-kelas edukasi melalui program Respect dukungan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) untuk jurnalisme warga dan pemilih pemula mencoba hadir di tengah menyongsong tahun pemilu 2024. Rangkaian kegiatan selama 5 bulan sudah berjalan sejak Oktober 2022. Ruang penyampaian aspirasi pemilih pemula soal Pemilu yang sudah dilakukan.
Begitu pula pemahaman alur pemilih dari KPU Kota Denpasar. Memahami kondisi disabilitas intelektual melalui kelas bersama konselor SLB C Denpasar sudah terlaksana. Kelas lanjutan yang akan digelar yaitu bersuara bersama pemilih pemula disabilitas intelektual di SLB C Denpasar terkait pemilu.
Mengapa pemenuhan pemahaman ini penting? Pemilih rentan ini tergolong dalam pemilih pemula disabilitas. Para pemilih tersebut tergolong baru dalam hal pemilu alhasil belum memiliki wawasan yang mumpuni dari sisi pemilu maupun politik. Kondisi semakin rentan lantaran para beberapa pemilih pemula yang disabilitas belum mendapat ruang yang maksimal dari pemerintah.
Pemilih pemula dalam Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan satu kesatuan generasi yang baru mengenal dan akan menggunakan hak pilihnya pada pesta demokrasi tahun 2024 nanti. Berdasarkan pemutakhiran data yang dilangsungkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Juni 2022 terdapat 578.139 pemilih baru dari total 190.022.169 orang. KPU Bali sendiri mencatat total pemilih di Provinsi Bali berjumlah 3.120.035 pemilih. Berdasarkan total jumlah pemilih tersebut sekitar 90 ribu jiwa didominasi pemula yang akan menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 14 Februari 2024.
Maka dari itu, memfasilitasi pemilih pemula disabilitas dengan melibatkan partisipasi mereka tidak hanya saat pesta demokrasi itu dilaksanakan. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penyandang disabilitas. Yaitu fasilitasi dan akses saat pencoblosan, pemahaman tentang proses Pemilu kepada penyandang disabilitas, dan terakhir tentang pendataan disabilitas agar dapat menggunakan hak pilihnya.