Jaran artinya kekuatan yang luar biasa, ngadang artinya penghadang. Tari Jaran Ngadang menceritakan tentang wahana atau kendaraan Mahapatih Bhatara Dewa Bagus yang berstana di Pura Dalem Penarungan. Jaran Ngadang bukanlah beburon, melainkan wujud wong samar yang diberikan penganugrahan oleh tuannya untuk menjadi patih yang bertugas menjaga gerbang depan Pura Dalem Penarungan.
Bali terkenal kaya akan tradisi dan budaya yang unik. Salah satunya adalah tarian. Tarian Bali terkenal hingga ke mancanegara karena memiliki ciri khas dengan gerakan lincah, karakter kuat, dan gerakan tari Bali selaras dengan musik pengiringnya yaitu gamelan.
Tari Jaran Ngadang merupakan salah satu tari Bali yang memiliki ciri khas. Terlihat dari busana yang digunakan para penari tampak menggunakan topeng jaran atau topeng yang bentuk mulutnya menyerupai kuda yang menjadi maskot dari tarian ini. Pesona para penari dengan karakter yang kuat dan gerakan yang sangat cepat membuat tari Jaran Ngadang terlihat sangat menarik dan sempurna.
Tari Jaran Ngadang pertama kali ditarikan di Pura Dalem Penarungan, Buleleng. Jumlah penarinya 8 orang dengan harapan tarian ini akan terus dilestarikan dan tidak pernah putus seperti angka 8.
Garapan tari Jaran Ngadang diciptakan oleh Komang Charisma Aditya Hartana yang berasal dari Desa Nagasepaha, Kecamatan Buleleng. Rencananya, tari Jarang Ngadang digarap pada tahun 2016. Namun banyak hal di luar nalar dan logika yang terjadi dalam proses penggarapan tarian ini sehingga tari Jaran Ngadang baru bisa selesai pada tahun 2018.
Saat itu Charisma melakukan kegiatan mepiuning dan semedi di Pura Dalem Penarungan dan Charisma menyebut hasil semedinya bahwa garapan tarian ini cukup berat dan ada banyak unsur lain yang harus masuk. Dirinya juga melihat sosok berbadan tinggi dan tegap, berwarna kuning kecoklatan dengan tangan menyerupai kuda dan rambutnya dikuncir ke atas seperti kuda.
Tari Jaran Ngadang bukan tarian sakral melainkan tarian yang disakralkan. Hal ini diakui oleh Putu Aldi Philberta selaku Ketua Sanggar Seni Anglocita Suara Banjar Penarungan. “Bukan tergolong dari tari sakral atau tari sanghyang, tetapi tarian ini adalah tari yang kita sakralkan sendiri karena berdasarkan dari kepercayaan yang kuat di Penarungan. Kami percaya bahwa kekuatan itu ada di Penarungan. Jadi, atas dasar itu kita percaya sekali dan kita mensakralkan beliau lewat tarian,” tutur Aldi.
Setelah selesai digarap, Aldi memiliki pendirian teguh bahwa tari ini pertama kali harus dipentaskan di Pura Dalem Penarungan saat piodalannya yakni Anggara Kasih Julungwangi. Namun waktu itu, ada sebuah utsawa di Gedung Sasasan Budaya yaitu Utsawa Merdangga, di mana setiap sanggar harus menampilkan karya orisinalnya.
Utsawa berlangsung pada bulan Desember 2018 sebelum Anggara Kasih Julungwangi. Pria kelahiran tahun 1997 itu mengatakan dirinya dilema karena sebelumnya telah berjanji akan mementaskan tarian itu pertama kali di Penarungan.
“Utsawanya sebelum piodalan di Pura Dalem, maunya saya batalkan saja untuk mendaftarkan sanggar karena gak punya karya. Kenapa bisa terjadi sanggar saya bisa ikut karena ini utsawanya terus mundur, sehingga odalannya duluan. Untung kita cepat dapat informasi dan akhirnya bisa mementaskan Tari Jaran Ngadang pertama kali di Pura Dalem Penarungan lalu di Utsawa Merdangga,” ujar Aldi.
Hingga saat ini, tari Jaran Ngadang menjadi tarian yang wajib dipentaskan saat piodalan di Pura Dalem Penarungan. Kehadiran tari Jaran Ngadang selalu ditunggu-tunggu dan disambut dengan meriah oleh masyarakat Banjar Penarungan.