Pertemuan singkat dengan Kai Mata dan pengisi acara Anugerah Jurnalisme Warga (AJW) 2022 Senin (20/6) lalu, membawa saya kembali pada cuitannya di Twitter pada 27 Februari 2022. Keberaniannya bukan tanpa alasan dan mendengarkannya langsung dari Kai Mata setelah dua tahun video itu diterima publik sungguh kemewahan.
Berani dan reckless [nekat] agaknya dua kata yang mengantarkan penyanyi muda dan penulis lagu lesbian ini pada dirinya saat ini. “Berani dan juga rackless. Itu pilihan yang saya pilih. Ya, lumayan bahaya juga sih,” ujarnya yakin. Hari-hari setelah pengumumannya di hadapan publik saat itu tentu tidak mudah, tapi hal-hal baik juga datang menghampirinya.
Sejak saat itu juga ia lebih aktif mengadvokasi kasus LGBTQ+ di Indonesia di kancah internasional. Tak hanya itu, ia juga menemukan komunitas LGBTQ+ juga orang-orang yang peduli dengan apa yang dilakukannya. “Ini susah awalnya, tapi ketika sudah menemukan, it’s lovely,” kata Kai mengenang.
Kilas balik, menjadi anak lima belas tahun di Jakarta, merasa sendiri, dan mendapati bahwa ia menyukai perempuan membuatnya takut. “I don’t have anyone to turn to, so I turned to music, I turned to the internet.” [Saya tidak punya siapa-siapa untuk saya ajak membicarakannya, jadi saya beralih ke musik, juga ke internet]. Karenanya, banyak lagu-lagunya berfokus pada hak-hak, isu, dan identitas queer.
Mendengarnya mengatakan demikian, saya ingin berterima kasih padanya karena telah menemukan musik. Kita kini bisa menikmati tulisannya lewat lirik-lirik yang penuh cinta, tak sedikit pun menyembunyikan siapa Kai Mata, dan sesekali mengajak kita bernostalgia ke moment-moment terpenting di hidupnya–yang saya yakin sangat mudah buat kita untuk turut merasakan hal yang sama.
Besar di Amerika lantaran kerusuhan 1998 silam, Kai dengan tegas mengatakan bahwa tinggal di Bali (Indonesia) padahal ia juga memiliki pilihan untuk tinggal di luar negeri – di tempat yang mungkin lebih aman untuk komunitas LGBTQ+ adalah keputusan atas pilihannya sendiri. “Dulu [di Amerika] itu bukan pilihan saya, tapi pilihan orang tua saya.”
Keberagaman dan Bhineka Tunggal Ika yang menjadi pilar bermasyarakat di Indonesia lah yang membuatnya memilih tinggal. Ia ingin menyaksikan nilai-nilai ini hidup dan diterapkan. Kendati pun demikian, pilihannya ini pun masih memiliki tantangan yang besar, bahkan tak jarang membawanya pada situasi yang berbahaya dan mengancamnya.
Ketika ditanya perihal ancaman yang mengintaknya, dengan lantang Kai menjawab, “Banyak sekali.” Dulu pada 2020 banyak pesan di Facebook yang menghujaninya, mengatakan bahwa dirinya menghancurkan Indonesia, bahwa ia juga pantas mati. “Itu jumlahnya ratusan, di kolom komentar dan pesan. Ada juga yang meneruskan ke group-group konservatif, menandai polisi juga. Mereka mencoba mencari tahu siapa keluargaku. Banyak,” jelas Kai Mata. Di antara komentar-komentar tersebut, banyak juga yang menyarankannya untuk kembali ke Cina saja. “LGBTQ+ dan Cina di Indonesia. Keduanya rasis dan homofobik,” imbuhnya.
Bali, tempatnya kini menetap sejak tujuh tahun yang lalu juga tak lepas dari tantangan ini. “Banyak orang mengira Bali adalah queer friendly, saya tidak setuju. Menurut saya Bali malah least intolerant [soal ini]. Banyak queer Bali yang akhirnya pindah kota ke Jakarta atau ke luar negeri,” nilai Kai Mata.
Terlepas dari ancaman dan tantangan yang dihadapinya, tak satu pun lagu-lagu ciptaannya yang mengandung balasan negatif. Bahkan pada So Hard ia mengajak kita seolah-olah membicarakan lesbian dengan terbuka dengan semua orang. Walaupun saya yakin, banyak sekali pertanyaan-pertanyaan atau ujaran diskriminatif yang diterimanya prihal orientasi seksualnya.
Bagi Kai Mata, dia akan selalu mengambil kebencian orang-orang dengan mengganti liriknya. “Dulu ada yang menandai saya [di sosial media] lagu tentang bahaya LGBTQ+, jadi saya ambil lagu itu dan mengganti liriknya. Sekarang jadi lagu mars, nanti teman-teman akan mendengar di AJW.” Kai juga menambahkan, “The best way to deliver a messanges is not to hate them, but to remind the community that I’m speaking too!” [Cara terbaik untuk menyampaikan pesan bukanlah dengan membencinya, tapi dengan mengingatkan mereka bahwa aku juga bisa berbicara]
Tak sabar menyaksikan penampilannya di AJW besok! Setelah pandemi kemudian, BaleBengong lewat perhelatan tahunannya, Anugerah Jurnalisme Warga (AJW) kembali akan kembali hadir dengan salah satu agenda yang menarik, Musik Bersuara. Kai Mata akan tampil bersama dua penampil lainnya, Arusaji Band dan Madness on tha Block (MOTB). Terinspirasi dari Where Love Goes, let’s sail away with Kai Mata di AJW dan berlabuh di mana cinta berada!
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me. https://www.binance.com/lv/register?ref=IJFGOAID