Oleh Kartika, Eka, dan Andi Pratama
Banjar Yangudi. Pernahkah Anda mendengar nama Banjar tersebut sebelumnya? Belum? Anda wajib membaca artikel ini. Yuk, kenalan dengan Banjar Yangudi.
Banjar Yangudi merupakan salah satu Banjar yang ada di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali. Banjar kecil yang terletak diperbukitan Desa Les ini memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan dalam mendukung perekonomian warga setempat. Seperti objek wisata dan juga produk lokal yang dikelola oleh warga setempat.
Salah satu objek wisata yang ada di Bajar Yangudi adalah Yeh Song. Yeh Song merupakan air yang bersumber dari goa. Air dalam Bahasa Bali disebut dengan yeh, sedangan Goa diartikan sebuah lubang atau masyarakat sekitar menyebutnya dengan song, oleh karena itulah nama tempat ini disebut dengan Yeh Song. Yeh Song menjadi sumber mata air bagi warga Banjar Yangudi dan sekitarnya. Airnya yang jernih membuat warga Banjar Yangudi bisa langsung meminum air tersebut tanpa harus mengolahnya terlebih dahulu.
Lokasi Yeh Song berada ditengah hutan Desa Les. Yeh Song hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari Banjar Yangudi, namun dari pusat Desa Les, Yeh Song bisa ditempuh menggunakan sepeda motor hingga di Banjar Yangudi. Akses menuju Yeh Song dikelilingi oleh hamparan hijau pepohonan dan juga perbukitan.
Sebelum berkunjung ke Yeh Song, menurut kepercayaan masyarakat Hindu di Banjar Yangudi dan sekitarnya, pengunjung harus melakukan pembersihan secara niskala dengan sarana yang disebut dengan “Ambuh” oleh warga setempat. Ambuh ini merupkan campuran santan, daun intaran, dan juga daun ilalang yang di usapkan di kepala. Adapun larangan lain yang harus diperhatikan sebelum mengunjungi objek wisata ini adalah wanita yang sedang datang bulan (mentruasi) tidak diijinkan untuk berkunjung, tidak boleh mandi disekitar sumber mata air, dan juga tidak diperkenankan untuk mengeluarkan kata-kata kasar. Larangan-larangan ini untuk menjaga kesucian Yeh Song.
Selain objek wisata Yeh Song, ketika berkunjung ke Banjar Yangudi, kita juga akan bertemu dengan petani gula juruh dan melihat langsung proses pembuatan gula juruh dari awal pengambilan air nira dari pohon lontar hingga perebusan menjadi gula juruh. Salah satu petani gula juruh di Banjar Yangudi adalah Nyoman Wirya Dama. Pria parubaya ini memutuskan menjadi petani gula juruh sejak tiga tahun lalu. Berawal dari sebuah hobi bertani dan melihat pohon lontar disekitar tempat tinggalnya, sehingga muncullah ide untuk mengolah air nira tersebut menjadi gula juruh. Dia menjadikan gula juruh sebagai penghasilan utama dalam keluarganya.
Dalam sehari, Bapak Nyoman bisa menghasilkan 70 liter air nira dari 7 pohon ental. Air nira tersebut direbus selama 2-3 jam sehingga menghasilkan gula juruh yang manis. Dari proses tersebut, Bapak Nyoman menghasilkan sekitar 3-5 botol gula juruh yang siap dijual ke pasar maupun ke warga sekitar. Gula juruh dibandrol dengan harga Rp. 20.000 per botolnya. “Untuk penjualan gula ini masih di area sini saja. Seperti pasar desa dan mayoritas warga disini juga selalu memesan gula langsung ke tyang ketika menjelang hari raya”, ujar Bapak Nyoman ketika diwawancarai oleh peserta KJW. (08/05/2022)
Selain Yeh Song dan Gula Juruh, di Banjar Yangudi juga terdapat Rumah Kayu dan Camping Area yang bernuansa alam pedesaan serta pemandangan pusat desa yang bisa dilihat dari kejauhan. Hal ini menambah daya tarik wisatawan untuk berkunjung di Banjar Yangudi. Gede Winasa selaku pengelola Camping Area dan Rumah Kayu mengatakan bahwa objek wisata ini telah dibangun sejak 7 tahun yan lalu. Selain camping dan pemandangan yang menawan, experience lain yang bisa dinikmati oleh wisatawan adalah sunrise, trekking, dan juga menikmati malam dengan barbeque-an.
“Biasanya wisatawan akan melihat sunrise di pagi hari ataupun sunset pada sore hari sembari barbeque bersama. Dan terkadang wisatawan ingin trekking menuju Yeh Song dan Air Terjun yang berada dekat dengan area Yeh Song,” ujar Gede Winasa ketika diwawancarai oleh peserta Kelas Jurnalisme Warga (KJW) pada Minggu (08/05/2022).
Akses internet belum ada
Menelisik dari lokasi Banjar Yangudi, yang tidak terlalu jauh dengan pusat Desa Les, seharusnya tidak akan ada masalah dengan akses internet. Namun, nyatanya dilapangan sangatlah berbeda. Internet tidak bisa dinikmati oleh masyarakat setempat karena memang tidak ada akses internet untuk menuju Banjar tersebut. Masyarakat setempat hanya memanfaatkan paket data yang mereka beli sendiri untuk berselanjar di dunia maya.
Kendala ini semakin terasa ketika pembelajaran dalam jaringan sedang diterapkan pada saat pandemi lalu. Yang mana akses internet menjadi kebutuhan wajib siswa untuk bisa mengikuti pembelajaran daring. Siswa, selain memanfaatkan kuota/paket internet yang mereka miliki, terkadang juga harus turun gunung menuju pusat Desa hanya untuk sekedar mencari wifi gratis di Balai Serba Guna Desa Les.
Permasalahan ini kian terpuruk ketika jaringan telepon (signal) juga tidak terlalu bagus di Banjar Yangudi. Sebagian besar kartu provider yang digunakan masyarakat sangat sulit untuk mendapatkan jaringan. Di Banjar Yangudi sendiri, masyarakat atau siswa setempat harus menuju ke titik-titik tertentu untuk sekedar mendapatkan jaringan telepon dan mengaktifkan data seluler pada smartphone mereka.
Tidak mengherankan, ketika pandemi, teman-teman yang berkunjung ke Banjar Yangudi akan bertemu dengan kelompok siswa atau anak-anak di titik-titik tertentu yang sedang memainkan smartphone yang mereka miliki. Mereka hanya sedang menikmati lancarnya berselancar di dunia maya dengan jaringan telepon yang bagus. Mereka tidak hanya sekedar kumpul untuk mengerjakan tugas sekolah, test, tetapi juga kumpul untuk mengisi waktu luang mereka sembari bermain smartphone. Mereka mengetahui kalau ketika di rumah, nantinya mereka tidak bisa berselancar di social media yang mereka miliki dengan lancar. Terkadang, ketika menggunakan kartu provider yang kurang tepat, hanya mengirim pesan saja bisa pending hingga keesokan harinya.
Kurangnya akses internet di Banjar Yangudi sudah tentu akan berdampak pada pengembangan pariwisata dan produk-produk lokal setempat. Masyarakat yang hanya mengutamakan membeli kuota internet untuk anak-anak mereka, masih belum terpikirkan untuk ikut serta menjadi pelopor kemajuan pariwisata disana. Mereka masih tertutup dengan dunia luar karena akses internet yang belum menjangkau mereka. Bagaimana mereka bisa membantu mengembangkan pariwisata dan membantu memasarkan produk-produk lokal jika mereka saja belum terjangkau dengan dunia luar. Belum tau yang namanya the power of social media dalam menawarkan dan memasarkan produk, mentrendingkan hal-hal unik, semua itu masih sangan awam bagi mereka. Masyarakat tidak merasa bebas bila hanya memanfaatkan kuota internet untuk berselancar di social media dan mengenal dunia luar dengan cepat. Mereka masih memikirkan banyaknya paket kuota yang harus mereka keluarkan jika terlalu lengah menggunakannya.
Dalam kemajuan setiap Desa, sudah tentu didukung oleh banyak sektor. Salah satunya adalah akses internet yang merata. Sehingga, ketika melaksanakan promosi untuk kemajuan desa bisa dikerjakan dengan langsung tanpa memikirkan beban lain yang mungkin akan dihadapi. Harapan bagi setiap warga Banjar Yangudi adalah bisa menikmati akses internet. Sekedar saran untuk pemerintah, semoga bisa tersampaikan melalui article ini. Ayo gencarkan lagi program pemerataan akses internet, kususnya untuk desa-desa pelosok yang ada di Indonesia.