“Bukan anti plastik, tapi mengurangi penggunaan plastik sekali pakai,” tegas Luh De Dwi Jayanthi, koordinator gerakan Plastik Detox ketika kami bertandang #kantorbergerak ke markasnya.
Lama sebelum peraturan penggunaan plastik di Bali mengatur, kampanye diet plastik digemakan para pendiri Plastik Detox. Sejak 2012, berkumpulnya 4 orang yang mengemban visi untuk mengajak para pelaku usaha mengurangi plastik sekali pakai.
Berangkat dari visi itu, para pendiri ini melewati sekitar 3 sampai 4 tahun membangun kampanye menjadi sebuah gerakan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Tahun-tahun awal pergerakan ini menyasar pada pelaku-pelaku usaha besar. Seperti market atau pusat belanja. Namun, pengelola usaha besar seperti supermarket memiliki manajemen di Jakarta yang lebih sulit diakses.
Pendekatan pada pelaku usaha besar ternyata tak membuahkan hasil yang signifikan. Belum ada pelaku bisnis besar yang bergabung melakukan kerjasama. Tak mendapat kepastian menjadi persoalan ketika mengajak pelaku usaha besar untuk mengurangi penggunaan plastik. Sekitar tahun 2015, Dwijayanthi bergabung.
Plastik Detox berjalan perlahan sambil menyusun strategi pendekatan yang tepat. di antaranya, mencoba mengajak secara door to door pelaku bisnis kecil dan menengah. Namun, terlalu banyak energi yang dikeluarkan dibandingkan dengan hasilnya. Mereka mulai mendatangi acara-acara publik. Memperkenalkan gerakan Plastik Detox secara manual lewat stand acara.
“Coba ikut acara-acara publik seperti Sunday Market. Dari sana merasa kalau kita ternyata eksklusif banget,” cerita Luh De.
Dari sana ia menyadari kalau melakukan gerakan tak bisa sendiri. Kemudian gerakan ini dikenalkan jadi lebih terbuka dengan kolaborasi. Dari tampil di acara publik mulai ada relawan yang mau ikut.
Dua tahun berkenalan dengan tampil di publik, tim Plastik Detox mulai evaluasi strategi. Menggunakan cara yang paling banyak direspon adalah mengandalkan kenalan. Mendekati pada pelaku usaha yang memang sudah punya kesadaran terhadap penggunaan plastik.
Mereka mengajak pelaku yang sudah punya pengetahuan tentang pengurangan plastik. Tim akan mengajak pelaku diskusi bersama. Sebelum menawarkan bekerjasama menjadi anggota Plastik Detox atau dalam bentuk lain.
Dengan masukan dan pertimbangan dari pihak pelaku pengusaha, akhirnya tahun 2019, jaringan sudah mulai terbuka. Sudah ada sekitar 20 pelaku usaha kecil yang tergabung sebagai anggota Plastik Detox.
Perjalanan panjang mencari kolaborator ini menunjukkan, bahwa lebih mudah mengajak pelaku usaha kecil untuk melakukan gerakan mengurangi plastik. Memahami proses kerjasama yang dilakukan dengan para pemilik usaha mempermudah mengambil keputusan.
“Dulu approach usaha besar, tapi energi habis karena mereka tidak memberikan kepastian,” ia menuturkan pengalamannya.
Kini tim Plastik Detox menargetkan strategi ajakan kerjasama dengan syarat bisa bertemu langsung dengan pemiliknya atau yang bisa ambil keputusan di tempat. Mengajak pengusaha lokal, resto untuk bergabung di gerakan.
Mengenal Perilaku Alternatif Mengurangi Plastik
Sri Junantari yang juga pengelola gerakan Plastik Detox menegaskan ada empat fokus yang ditekankan dalam diet plastik untuk para pelaku usaha kecil ini. Yaitu, tidak menyediakan sedotan plastik, kresek, styrofoam tempat makanan, kemasan air mineral botol plastik. Dalam pelaksanaan kerjasamanya itu, pelaku usaha diajak berkomitmen.
Pelaku usaha yang tergabung sebagai anggota Plastik Detox mendapatkan servis training strategi pengurangan plastik dan alternatifnya. Memastikan staf pelaku usaha juga turut memahami yang menjadi tujuan. Hal ini menjadi penting setelah sekian lama menjalani gerakan ini, seluruh lapisan pelaku usaha memiliki pengaruh masing-masing.
Persoalan biasanya muncul saat bagaimana staf berkomunikasi dengan pelanggannya. Pemahaman staf penting ketika bagaimana staf bagian depan memberikan penjelasan pada pelanggan. Sehingga pelanggan tidak pergi ketika usaha yang ia datangi memiliki konsen mengurangi plastik
“Harapannya staf ini tidak hanya melaksanakan apa yang diinginan owner-nya. Tapi mereka juga memiliki kesadaran. Kita promosiin pelaku usaha yang sudah melakukan pengurangan plastik sekali pakai. Mereka perlu banget itu,” kata Luh De.
Terkait benda pengganti plastik tak sungkan pelaku usaha berkonsultasi soal solusi alternatifnya. Mereka sering meminta benda pengganti ketika penggunaan plastik dikurangi. Luh De memberikan penegasan, bahwa tak semua perlu ada pengganti. Misalnya, sedotan diganti dengan menyeruput minuman.
Tapi jika pengusaha yang modalnya lebih banyak, bisa pakai sedotan stainless. Ada yang suka estetika dia pakai sedotan bambu.
“Kami bebaskan apa yang mereka pakai. Prinsip memilih benda alternatif adalah, apa yang ramah lingkungan, mudah dan murah,” tambah Sri.
Servis lain, plastik detox biasanya membuatkan desain kampanye untuk mendukung anggotanya. Seperti list menu dengan keterangan “kami mengurangi plastik sekali pakai” atau “dapatkan diskon 10% jika anda membawa alat makan sendiri.”
“Tapi sedikit yang pakai servis kita itu,” lanjutnya.
Menurut Luh De, sejak dulu nenek moyang kita sudah memiliki cara untuk menjalani kehidupan tanpa banyak ketergantungan plastik. Di akhir perbincangan #kantorbergerak, ia menuturkan salah satu toko curah yang menjadi cerminan toko yang mampu mengurangi plastik. Ia mengingatkan bahwa teknik seperti belanja curah yang sudah ada sejak dulu itu secara tidak langsung adalah gerakan mengurangi penggunaan plastik yang perlu diperbanyak.