Oleh Ni Wayan Penawati
Beradaptasi dengan masa pandemi dan memberikan celah kreatif bagi para seniman untuk merespon ruang-ruang yang tidak wajar dan dapat dijadikan sebuah kegiatan seni. Yudhi Putrawan seorang organizer event sekaligus artis yang ikut berpartisipasi dalam pameran ini mengundang 9 seniman dan komunitas seni. Untuk membangkitkan semangat berkarya perupa dan kegiatan saling berapresiasi kesenian di Bali.
Perupa yang tergabung tidak hanya dari satu linier studi seni namun dari berbagai disiplin ilmu seperti Yudhi Putrawan dan Mantra bekerja di bidang pariwisata. Tidak menghambat hobinya ikut berkesenian dan bermain dengan medium kolase. Gus Arta, Lodra Suantara, Penawati perupa yang menghadirkan pengalaman sehari- hari dalam karyanya dari berbagai sudut pandang. Gus Arta yang prihatin terhadap perburuan anjing di desanya, dan Lodra Suantara yang tiap hari disibukkan dengan kegiatan adat selalu melihat proses pembuatan canang, lamak, jaje goreng, kiping, hingga sampian ceki (kartu ceki) tersusun menjadi pattern penghias dalam lukisannya.
Penawati memiliki peran ganda dalam pameran ini. Ia hadir sebagai perupa dan penulis narasi dalam karyanya. Ia melihat dari kondisi bumi yang sedang tidak baik- baik saja karena seluruh bagian besarnya terindikasi wabah, sehingga dalam karyanya ingin mengajak audiens untuk bercermin untuk mengecek diri, baik itu kondisi fisik penampilan, emosional, hingga batin.
Sukarya hadir dalam pameran dengan karya khasnya menatah kulit sapi, memvisualkan bagaimana asiknya bermain bola adil. Eka Sutha perupa yang mengeksplor tokoh lakon lelucon di Bali seperti bondres dengan warna-warni khasnya. Wahyu Simbrana mahasiswa yang ikut bergabung menyampaikan kekaryaanya dengan khas warna gelap ia menggambarkan kehidupan ini bagaikan panggung dapat diubah ke arah lelucon ataupun menegangkan. Gung Arik menciptaan visual mapping yang menggambarkan bagaimana ia bermain dengan musik dan cahaya sekaligus direspon juga oleh komunitas Manubada dengan penampilan performance art.
Berlatarkan pada refleksi kondisi tahun 2021 yang masih dalam tahap pemulihan pandemi tema ini menjadi wujud proses pemurnian dari beban kebangkitan dari jiwa yang lelah, pemulihan diri dari rasa penat yang sebelumnya telah menguasai. Dalam kondisi ini hiburan menjadi penting sebagai penjaga keseimbangan jiwa dan raga.
Timezone merupakan sebuah pameran kolektif berseri yang hadir di sejumlah lokasi. Sebelumnya sudah terselenggara di Amora Ubud. Timezone adalah tempat hiburan yang menghadirkan berbagai macam permainan. Dalam hal ini nama Timezone dipinjam sebagai dimensi ruang untuk menerjemahkan ungkapan waktu bermain atau bersenang- senang. TIMEZONE #Puzzle sebagai bagian dari jenis permainan dalam dunia game.
Menebak gambar dan menyusunnya menjadi satu adalah proses yang termaknai sebagai puzzle. Proses bermain kali ini dimulai dengan menebak, ide – inspirasi yang bebas hingga takterduga datang dari berbagai sudut pandang dan kondisi lingkungan masing-masing.
Menyusun termaknai sebagai proses realisasi ide. Tahap menuju klimaksnya permainan yang menyatukan berbagai multi tafsir awal terproses hingga membentuk ruang baru. Pameran kedua kali ini, kami meluaskan upaya pemurnian, pemulihan, dan penyegaran terhadap respon lingkungan, agar tetap menjaga keharmonisan jiwa dan raga. Mempengaruhi, merangkul, dan kini hadir dari berbagai multidisiplin ilmu yang tergabung dalam satu ruang dimensi nyata di Luwak Ubud Villa.