Berita tentang ibu dan tiga anaknya itu menyentak perhatian kita.
Seorang ibu di Gianyar, Bali diduga membunuh tiga anaknya lalu berupaya bunuh diri. Berbagai komentar berdatangan, sebagian besar menunjukkan keprihatinan atas kejadian itu. Si ibu, PS (33) kini dirawat di sebuah rumah sakit dan menunjukkan tanda-tanda depresi.
Ini bisa menjadi penjelasan mengapa wanita tersebut tega membunuh anak-anaknya dengan memberi racun serangga.
Depresi adalah penyebab terbesar seseorang melakukan bunuh diri, entah karena penyakit yang tak kunjung sembuh, masalah asmara, masalah ekonomi atau masalah keluarga dan percobaan bunuh diri yang dilakukan PS menambah deretan angka bunuh diri di Bali.
Menurut data Suryani Institute for Mental Health (SIMH), selama tahun 2017 jumlah bunuh diri di Bali sebanyak 99 kasus. Tak ada satupun dari sembilan kota/kabupaten di Bali tidak mengalami kasus bunuh diri. Sejak tahun 2000 hingga 2017 angka bunuh diri di Bali paling tinggi terjadi pada tahun 2004 dengan jumlah 180 kasus.
Kendati angka bunuh diri pada tahun 2017 di Bali sudah mengalami penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya, kasus bunuh diri tidak serta-merta bisa dianggap enteng karena menyangkut nyawa manusia. Bunuh diri tak hanya menimbulkan duka namun juga menimbulkan trauma mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.
Bunuh diri depresi berkaitan dengan kesehatan jiwa, aspek yang kerap dilupakan oleh pemerintah dan masyarakat. Kesehatan jiwa dianggap kurang penting. Entah karena pengetahuan minim atau memang dianggap bukan merupakan prioritas dalam pembangunan. Selama ini pembangunan hanya menyentuh hal fisik dan melupakan pembangunan mental yang di dalamnya termasuk kesehatan jiwa.
Di Bali, ada sekitar 9.000 orang yang mengalami gangguan jiwa. Angka ini tak bisa dibilang kecil. Namun, syukurlah, kini penangangan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sudah lebih baik, seiring disahkannya Undang-undang (UU) Kesehatan Jiwa pada 2014 silam dan tumbuhnya LSM serta komunitas yang peduli terhadap kesehatan jiwa.
Komunitas-komunitas ini juga bergerak mengobati mereka yang sakit dan memberdayakan ODGJ yang telah pulih seperti Suryani Institue for Mental Health, Rumah Berdaya Denpasar atau Komunitas Peduli Kesehatan Mental (Kopi Kental) di Tabanan. Mereka tak hanya bergerak sendiri namun juga menularkan semangat pada pemerintah, tokoh masyarakat dan pemangku adat serta menginisiasi berdirinya komunitas peduli kesehatan jiwa di wilayah lain di Bali.
Akibat Modernisasi
Perubahan struktur dan karakter masyarakat akibat modernisasi yang masif terjadi tak hanya di kota besar namun juga merambah pedesaan di Bali. Budaya komunal masyarakat mulai terkikis sehingga masyarakat kini menjadi makin individualis. Kebiasaan berkumpul dan ngorta (mengobrol) kini semakin jarang ditemui. Seseorang yang memiliki masalah dalam keluarga tak lagi mendapat penyaluran yang membuat ia tak bisa berbagi dengan orang lain, bahkan keluarga dekat. Dia pun mengalami depresi yang berujung pada tindakan bunuh diri.
Perlu dicari jalan keluar terhadap hal ini. Langit gelap perubahan zaman memang tak bisa dihindari, tetapi masih ada cahaya di luar sana.
Mari kita saling mendukung satu sama lain, mulai dari lingkungan terkecil. Jika ada anggota keluarga yang dirundung masalah serta menunjukkan perilaku tak biasa seperti sering termenung atau mengurung diri di kamar serta mengatakan ingin mengakhiri hidup, jangan dianggap enteng. Segeralah ajak bicara dan bantu mencari pemecahan masalah.
Jika dirasa tak mampu cobalah ajak mengunjungi psikolog atau psikiater yang ada di beberapa rumah sakit daerah di Bali. Biaya sangat terjangkau karena ditanggung jaminan kesehatan nasional, dengan menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dengan berbicara dan mengeluarkan segala uneg-uneg dan gundah di hati, niscaya dia akan merasa lebih baik dan dapat menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
Bagi pemerintah, sudah saatnya kesehatan jiwa dijadikan prioritas sebab kesehatan jiwa mempengaruhi kesehatan fisik yang berdampak pada produktivitas seseorang. Dengan kesehatan yang prima baik jiwa maupun raga tentu membuat masyarakat makin sejahtera sehingga tujuan pembangunan bisa diwujudkan bersama.
Pada musim Pilkada di Bali saat ini belum saya dengar program dari calon pemimpin daerah berkaitan dengan kesehatan jiwa. Semoga ke depan bisa dijadikan pekerjaan rumah bersama. Sinergi antara pemerintah, pemangku adat, masyarakat dan LSM serta komunitas peduli kesehatan jiwa perlu dibangun dan ditingkatkan.
Bukan zamannya lagi saling menyalahkan. Kini saatnya bersatu dan bersinergi, menyelesaikan masalah yang mendera kita. [b]
Bunuh diri terjadi saat-saat seseorang gelap mata dan tak melihat adanya sinar terang sebagai harapan.
Dunia berubah, segala berganti begitu cepat.
Solidaritas dan empati pergi dan yang tinggal cuma dunia materialistik yang sangat tak peduli orang lain.
Langit di atas kosong sepi.
Tinggal engkau seorang diri.
Ratapan dan rintihanmu tak ada yang dengar.
Apa yang akan terjadi?
Hanya kau yang tahu.
Penyair Angga ini menulis jeritan mereka, bagus sekali.
Kita perlu ikut bagian dalam mencari solusi.
Langit berbintang, terlihat saat gulita.
TERDESAK…
Baik oleh Ekonomi, Budaya hingga Keluarga.
Sementara tidak ada yang diajak berbagi…