Wajah Wayan Sudiadna berbanding terbalik dengan cerahnya matahari di Desa Kubu.
Selama sekitar 1,5 jam, penjaga kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Kubu itu menunjukkan kondisi kompleks PLTS Kubu dengan ekspresi terus menyatukan kedua alisnya. Wajahnya terlihat tidak terlalu senang. Tak ada senyum sama sekali di wajahnya.
“Dulu tiap hari saya menjaga bahkan sampai tidur di sini. Sekarang hanya datang pagi untuk melihat-lihat sebentar,” katanya.
Sudah 2,5 tahun penjaga PLTS di Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali ini tidak menerima gaji. Namun, tiap hari dia masih harus menjaga PLTS yang berjarak sekitar 150 km dari Denpasar ini.
Bersama satu penjaga lain, Sudiadna masih memeriksa dan membersihkan rumah monitoring. Sesekali dia memeriksa juga peralatan lain di kompleks PLTS Kubu tersebut, seperti halnya pada pertengahan April lalu.
Sudiadna salah satu dari dua penjaga di PLTS Kubu. Warga Desa Kubu ini bahkan sudah bekerja sejak PLTS tersebut masih dalam tahap pembangunan. Saat itu dia mengaku punya harapan besar, bisa bekerja tetap di PLTS Kubu, mendapatkan gaji tetap tiap bulan untuk menghidup keluarga. Hingga saat ini, dia masih menjaga harapan tersebut.
Padahal, kenyataan yang dia hadapi sekarang tak semanis harapan yang dia terus simpan. Hanya selama satu tahun dia mendapatkan gajinya. Setelah itu, dia seperti terlupakan. Tidak diurus, seperti juga proyek ambisius pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut.
PLTS Kubu merupakan satu dari tiga proyek percontohan pembangkit listrik tenaga terbarukan pada zaman SBY. Berada di lokasi seluas 1,2 hektar dengan kekuatan listrik yang dihasilkan sebesar 1 MW peak, PLTS Kubu tidak hanya menjadi PLTS pertama yang dibangun tapi juga menjadi PLTS terbesar di Indonesia pada saat itu.
Desa Kubu, lokasi di mana PLTS ini dibangun, termasuk kawasan bersuhu panas di Bali. Suhu rata-rata di daerah ini bisa mencapai 30 derajat celcius. Lokasi desa ini hanya berjarak sekitar 500 meter dari pantai timur laut Pulau Bali. Tanah yang relatif kering di daerah perbukitan menjadi tempat ideal di mana PLTS dibangun.
Karena itulah SBY menjadikan Kubu sebagai salah satu lokasi dari tiga PLTS pertama di Indonesia. Selain di Kubu, Karangasem, PLTS lain yang dibangun berada di Desa Kayubihi, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli dan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada zaman SBY, yang datang langsung meresmikan PLTS Kubu. Saat itu, Jero Wacik menyatakan tiga PLTS di Bali dan Sumbawa berharap bisa menjadi proyek percontohan energi terbarukan di Indonesia.
“Saya ingin seluruh provinsi di Indonesia yang kekurangan listrik pakailah matahari. Ini terobosan yang paling baik. Kita mulai di Pulau Dewata, Bali. Saya minta gubernur-gubernur yang ingin nyontek boleh datang ke Bali,” kata Wacik saat meresmikan proyek di Kubu pada 25 Februari 2013 silam seperti ditulis di website Kementerian ESDM.
Menurut Wayan Sudiadna, pada satu tahun pertama masih ada petugas yang rajin memeriksa dan merawat fasilitas di PLTS Kubu. Mereka dari perusahaan yang ditunjuk untuk mengelola fasilitas PLTS Kubu di Jakarta. “Selama 3-4 bulan masih ada yang cek. Kalau sekarang sudah tidak ada lagi,” katanya.
Namun, tiga tahun berlalu setelah peresmian, PLTS Kubu kini tak seperti apa yang dulu digembar-gemborkan. Banyak alat yang rusak di PLTS Kubu.
Wayan menunjukkan Rumah Monitoring yang kotor dan berdebu. Di gedung ini terdapat ruang untuk memantau kondisi masing-masing panel surya di kompleks tersebut. Namun, panel pemantau itu sudah tidak berfungsi lagi. Bahkan hidup pun tidak. “Tidak pernah ada yang memakai lagi,” kata Wayan.
Dari Rumah Monitoring, Wayan kemudian menunjukkan panel-panel surya di belakang gedung tersebut. Berdasarkan denah lokasi di Ruang Monitoring, PLTS Kubu memiliki 50 buah panel surya dan 50 buah inverter dengan 5004 buah modul surya. Ada pula 5 buah panel distribusi dan 5 panel LVC board yang mengalirkan 1 MWp listrik ke 5 gardu portal.
Pada pertengahan April lalu, dari 50 inverter, 19 di antaranya sudah rusak. Layar penunjuk di inverter tidak menunjukkan apapun. Kosong. Seperti layar telepon seluler tanpa daya.
“Saya tidak tahu siapa yang harus bertanggung jawab mengurus sekarang,” kata Wayan.
Dia menambahkan, pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karangasem yang secara administratif memiliki wilayah di mana PLTS Kubu berada pun merasa tidak memiliki hak untuk mengelola PLTS tersebut.
“Terakhir kali hanya ada kegiatan bersih-bersih tempat ini oleh wakil bupati dan pegawainya sekitar sebulan lalu,” Wayan menambahkan.
Kepala Bagian Ekonomi Sekretariat Kabupaten Karangasem I Wayan Sutrisna mengatakan Pemkab Karangasem membenarkan bahwa kondisi PLTS Kubu memang kurang terurus. Hal tersebut, menurut Sutrisna, karena tidak adanya perhatian dari pemerintah pusat.
Pemkab Karangasem belum mengurusi karena belum ada serah terima tanggung jawab pengelolaan. “Daerah belum mengalokasikan anggaran untuk PLTS (Kubu) karena masih belum masuk aset daerah,” kata Sutrisna seperti ditulis media lokal Tribun Bali.
Karangasem sendiri memiliki lima PLTS bantuan dari Kementerian ESDM. Dari lima PLTS, empat di antaranya sudah diserahterimakan kepada Pemkab Karangasem untuk pengelolaannya. Pemkab kemudian menunjuk kelompok warga untuk mengurusnya.
Empat PLTS itu masing-masing: PLTS berkekuatan 20 KVA terbangun tahun 2014 berlokasi di Desa Tianyar Tengah, Kecamatan Kubu; PLTS 15 KVA tahun 2013 di Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu; PLTS 15 KVA tahun 2013 di Desa Ban, Kecamatan Kubu; dan PLTS 15 KVA tahun 2013 di Desa Datah, Kecamatan Abang. Semua PLTS ini berada di sekitar kawasan kering Gunung Agung yang memang melimpah oleh sinar matahari. [b]