Sudah daftar sebagai pengguna Jaminan Kesehatan Nasional?
Asuransi kesehatan nasional ini lebih dikenal nama lembaga penyelenggaranya, BPJS Kesehatan. Padahal nama resminya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tapi badan usaha penyelenggaranya lebih sering di-branding.
Bahkan beberapa papan layanan kesehatan juga salah kaprah dengan mencantumkan “Menerima pasien BPJS”. Padahal, sejatinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ada dua yakni Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Mari kita cek latar belakang regulasinya dulu ya.
UUD 1945 Perubahan, Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian ditetapkan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
SJSN diselenggarakan dengan mekanisme asuransi sosial. Setiap peserta wajib membayar iuran per bulan yang dikumpulkan oleh BPJS Kesehatan. Dana ini diputar untuk mendanai peserta yang menggunakan layanan, seperti model gotong royong.
Sebelum JKN, pemerintah memberikan tunjangan kesehatan ini berbeda untuk tiap kelompok masyarakat, demikian juga namanya. Ada Askes, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, dan lainnya. Untuk masyarakat miskin juga banyak istilahnya, terakhir namanya Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Kalau di Bali ada lagi pemprov membuat JKBM.
Kesimpulannya, JKN ini mengganti berbagai istilah jaminan kesehatan itu dan (harusnya) memberikan layanan yang sama atau egaliter pada seluruh masyarakat apa pun pekerjaannya dalam skema SJSN ini.
JKN dimulai per 1 Januari 2014, semua program jaminan kesehatan diintegrasikan dan dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan. Untuk warga miskin, iuran JKN dibayarkan pemerintah dan terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Setahun setelah diterapkan, banyak respon positif juga negatif tentang JKN. Malah pernah ada kontroversi BPJS Kesehatan haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kemudian diklarifikasi bahwa MUI tak pernah mengeluarkan fatwa haram tentang ini.
Tahun depan, seluruh warga diharapkan sudah mendaftar JKN. Bayangkan jika lebih dari 260 juta penduduk Indonesia sudah terdaftar. Apakah semua punya akses yang sama dalam pelayanan kesehatan jika membayar iuran atau mendapat PBI bagi yang miskin.
Faktanya, masih banyak warga yang menulis di blog atau sosial media tentang kekecewaannya mengakses layanan atau proses administrasi di BPJS Kesehatan.
Karena dinamika itu, mulai ada inisitif warga untuk berkontribusi dalam perbaikan pelaksanaan JKN ini.
JKN Apps
Tahun ini aplikasi yang belum online ini memenangkan lomba Kemkominfo untuk kategori kesehatan. Dirintis tiga anak muda, dua dokter dan seorang pembuat program online dari Bali. Mereka adalah dr Ketut Gede Budhi Riyanta, dr Candra Wijanadi, dan Darwin Teddy Martadinata.
Melalui website, JKN Apss ditujukan untuk edukasi pencegahan dengan membagi info-info kesehatan, melapor wabah penyakit, dan memberi penilaian kualitas dokter. “Jika memberi info kuratif, dokter bisa lebih dekat dengan pasien. Tak hanya beri obat saja,” ujar Budhi.
Selain itu, promosi pencegahan menurutnya bisa meningkatkan penghasilan kapitasi dokter atau lembaga kesehatan yang terdaftar di BPJS Kesehatan.
Penghasilan pemberi layanan kesehatan memang berdasar kapitasi, makin sedikit pasien maka bisa menyimpan dana kapitasi lebih banyak. Saat ini nilai kapitasi masih dinilai rendah sekitar Rp 8.000 untuk semua penyakit.
Selain itu ada juga mekanisme penilain berbasis kinerja. Namun, menurut Budhi ini sulit diimplementasikan.
Ketiganya mengaku aplikasi online ini mendapat tanggapan yang sangat baik oleh saat penjurian lomba dan ditargetkan digunakan oleh Kementrian Kesehatan. “Baru tahap prototype dan semoga bisa diterapkan secara nasional,” lanjut Teddy yang mengurus sistemnya.
Selain tertarik mengembangkan edukasi kesehatan secara online, tim ini juga sedang merintis usaha penjualan teknologi alat bantu kesehatan.
AJAKAN
Saat ini di Bali juga sedang dibahas pengembangan sistem penanganan keluhan pengguna JKN. Para pihak dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Kota Denpasar, Puskesmas Denpasar Selatan, beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah, serta BPJS Kesehatan sedang mendiskusikan bagaimana sistem penanganan keluhan secara online.
Inisiatif ini adalah Awasi Jaminan Kesehatan Nasional atau AJAKAN yang dirintis Sloka Institute dan akan dibuat secara kolaboratif antara para pihak. AJAKAN ingin mendorong warga aktif melaporkan keluhan lewat media sosial seperti Twitter dan Facebook lewat akun @BaleBengong dan nantinya mendapat tanggapan dari para pihak yang terkait.
Selain itu, para pemangku kepentingan juga akan mengembangkan sistem bersama seperti aplikasi yang memungkinkan tiap pihak terhubung dan saling berinteraksi. Pengguna JKN memang harus lebih teliti menyampaikan keluhan ke pihak yang tepat karena yang terlibat sangat banyak. Misalnya soal pendaftaran dan pembayaran diurus BPJS Kesehatan di kantor terdaftar, soal layanan kesehatan disampaikan ke lembaga atau pihak yang menangani, seperti seperti Puskesmas atau klinik, rujukan di rumah sakit, dan lainnya.
Jika permintaan informasi dilayani dan keluhan ditanggapi, kepercayaan publik akan tumbuh. Juga memastikan agar JKN diberikan secara adil karena warga membayar asuransi kesehatan ini. [b]