Belasan sampan terdampar di pesisir Nusa Ceningan, Minggu siang.
Pemilik sampan-sampan ini tak terlihat di sekitar pesisir dan areal budidaya rumput laut. Hanya ada dua petani rumput laut sedang memanen. Wayan Rena, salah satu petani sedang menyiangi hama pada rumput laut.
Rena tak sendiri. Ia bekerja bersama istrinya. Biasanya para petani rumput laut memanen dan menanam rumput laut dengan menggunakan sampan.
“Airnya sedang surut, jadi tidak pakai sampan,” ujar Rena.
Tepat pukul 12.00 siang, Rena dan istri bergegas membawa hasil panen rumput laut ke pengepul. Kepergian dua petani tadi tak lantas membuat pesisir Nusa Ceningan ini menjadi sepi. Ternyata, ada aktivitas lain yang sedang menanti di pesisir ini, yaitu lomba Magolok Sampan.
Lomba Magolok Sampan adalah salah satu agenda dalam kegiatan Festival Nusa Penida 2015. Magolok Sampan berarti mendayung sampan tradisional dengan sebilah bambu atau kayu. Warga setempat menyebut alat dayungnya sebagai golok. Magolok sampan menjadi aktivitas tradisional para petani rumput laut untuk menanam dan memanen rumput laut saat air sedang pasang.
“Lomba Magolok Sampan baru tahun ini masuk dalam agenda Nusa Penida Festival,” ungkap Wayan Sukadana, Koordinator Tim Publikasi Nusa Penida Festival 2015.
Sebenarnya lomba Magolok Sampan tak asing bagi warga Nusa Penida, termasuk Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Perlombaan ini sering diadakan pada saat perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Tak sulit bagi panitia Nusa Penida Festival 2015 untuk mengumpulkan peserta. Menjelang pukul 13.00, seorang pemandu acara sibuk mengumumkan pendaftaran peserta. Sebagian warga pun mulai berdatangan menuju panggung yang berdiri megah di pesisir Nusa Ceningan.
Para peserta memperebutkan hadiah yang cukup menggiurkan. Total hadiah mencapai Rp 4 juta untuk 5 pasang peserta.
Ada 13 sampan yang tersedia untuk lomba Magolok Sampan. Satu sampan akan didayung oleh dua orang peserta. Tua-muda dan laki-perempuan boleh menjadi peserta lomba.
“Pesertanya memang warga lokal, rata-rata mereka adalah petani rumput laut,” jelas Sukadana.
Setelah peserta siap, kini saatnya perlombaan dimulai. Jalur Magolok Sampan tidak begitu jauh, kurang lebih 250 meter. Para peserta memiliki tantangan untuk mengatur sampan tradisional ini. Tak semua sampan berlayar dengan mulus, sebagian sampan justu berbelok terbawa arus. Bahkan ada pula sampan yang terbalik dan mengakibatkan peserta tercebur ke dalam air.
Pasangan Kadek Suparta-Kadek Sujaya berhasil memenangkan perlombaan sebagai sampan yang tecepat. Posisi kedua tercepat dihuni oleh pasangan Made Wiana-Sugiarta. Kemudian, posisi selanjutnya disusul oleh pasangan Eka-Kadek Sujana, Kadek Supartayasa-Tomi dan Kadek Marianta-Monik.
“Saya tidak menyangka bisa menang. Ini pertama kalinya saya ikut lomba,” ungkap Kadek Suparta dengan bangga sambil memegang piala.
Suparta memang seorang petani rumput laut. Lomba Magolok Sampan memang sudah sering diadakan, tapi sebelumnya Suparta tak tertarik ikut. Saat festival ini, keluarga dan teman-temannya mendukung Suparta turut menjadi peserta Lomba Magolok Sampan.
Suparta mulai magolok sampan sejak kelas 5 SD. Sebagai petani rumput laut, Suparta mengaku sudah terbiasa menggunakan sampan tradisional itu. Ia harus mengerjakan lahan budidaya rumput lautnya dengan sampan karena jaraknya sekitar 1 km dari pesisir.
Magolok sampan memang tak mudah. Menurut Suparta, tantangan dalam lomba kali ini disebabkan oleh arus yang keras. Untuk itu, para peserta perlu memahami arus laut agar dapat membidik sasaran dayung sampan yang tepat.
Kini, Suparta tidak lagi mengandalkan sampan tradisional. Untuk menghemat waktu dan tenaga, Suparta mulai beralih pada teknologi yang lebih mumpuni.
“Semenjak punya sampan bermesin, saya tidak lagi magolok sampan,” tutur Suparta.
Sampan bermesin ini memang memudahkan kinerja petani rumput laut karena hemat waktu dan tenaga. Meski demikian, masih ada para petani yang magolok sampan untuk budidaya rumput laut. [b]
Comments 1