Perkawinan sesama jenis, dalam hal ini oleh sesama lelaki (gay), sedang ramai diberitakan media maya.
Pernikahan yang kabarnya dilangsungkan di Bali itu mengundang kontroversi dan kemarahan masyarakat Indonesia pada umumnya dan Bali pada khususnya.
Dalam tulisan saya kali ini saya ingin mengambil sudut pandang dari sisi Hak Asasi Manusia (HAM). Tentunya saya sangat menghargai dan menghormati suatu perbedaan termasuk perkawinan sesama jenis. Namun, walaupun saya menganggap perkawinan sesama jenis adalah sebuah HAM dan saya mendukung legalisasinya bukan berarti saya adalah seorang gay.
Jika melihat hukum yang ada di Negara kita tentunya UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dalam Pasal 1 sangat tegas mengatakan “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa”.
Dengan ketentuan tersebut tidak ada peluang atau celah bagi perkawinan sesama jenis di Indonesia. Kita harus sepakat untuk saat ini perkawinan sesama jenis sangat mustahil dilegalkan di Indonesia. Selain tidak ada Undang-Undang yang memperbolehkan, norma-norma sosial di masyarakat menjadi batu sandungan terbesar kaum Lesbian, Gay, Bisexual dan Transexual (LGBT).
Namun hal tersebut bukanlah menjadi alasan bagi kaum LGBT untuk terus diam dengan diskriminasi dan pelanggaran terhadap hak-hak nya sebagai manusia. Kaum LGBT harus terus berjuang dengan cara yang tepat agar suatu saat Indonesia menjadi Negara yang bebas terhadap diskriminasi dan pengekangan terhadap hak asasi manusia. Konteks hukum HAM dapat menjadi jalan bagi perjuangan kaum LGBT untuk mendapatkan hak yang sama seperti warga Negara Indonesia lainnya.
Saya percaya di kehidupan ini tidak ada satupun manusia yang ingin menjadi seseorang yang “tidak normal”, siapa yang ingin menjadi seorang gay atau lesbian? Tidak akan ada manusia yang ingin menjalani hidupnya dengan suatu hal yang tidak normal.
Homoseksual bukanlah suatu pilihan, homoseksual adalah murni faktor biologis menurut blogs.scientificamerican.com, homoseksual paling besar kemungkinan diakibatkan faktor lingkungan hingga pengalaman masa kecil seseorang.
Dari apa yang saya pelajari mengenai homoseksual saya berkesimpulan bahwa homoseksual itu sendiri adalah suatu kelainan seksual yang bukan disengaja, artinya seorang gay atau lesbian tidak pernah menginginkan dirinya menjadi homoseksual.
Berangkat dari penjelasan tersebut menjadi kaum LGBT bukanlah sebuah pilihan melainkan sebuah “jalan” kehidupan, oleh karena itu kaum LGBT juga punya hak yang sama sebagai warga Negara Indonesia yang tidak berhak mendapat diskriminasi di mana pemenuhan hak tersebut tertuang dalam UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
Menjadi seorang gay bukan sebuah pilihan namun sebuah “jalan” kehidupan yang harus dilalui. Hak-hak mereka pun harus setara dengan masyarakat lainya.
Amerika Serikat baru-baru ini melegalkan perkawinan sesama jenis yang tentunya menjadi kemenangan bagi kaum LGBT yang selama ini didiskriminasi, selain itu legalisasi tersebut menunjukan Amerika Serikat ialah Negara yang maju dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.
Saya sendiri berharap suatu saat masyarakat Indonesia paham betul dan mau membuka pikiranya, mau memposisikan diri sebagai orang yang terdiskriminasi agar mampu berpikir lebih objektif dan adil. Kaum LGBT bukan manusia yang harus dihindari atau dimusnahkan dengan cara menghilangkan hak-hak dasarnya sebagai manusia.
Jika melihat keadaan sekarang tentunya saya harus realistis bahwa legalisasi LGBT di Indonesia tidak akan terjadi. Belenggu-belenggu agama akan menjadi tembok besar yang menghalangi legalisasi tersebut mengingat konstitusi kita harus berdasarkan Pancasila. dan sila pertama adalah ketuhanan yang maha esa. Jika legalisasi LGBT terjadi artinya legalisasi tersebut menyalahi hirarki peraturan perundang-undangan.
Begitulah dilema yang terjadi saat ini di satu sisi ingin memperjuangkan hak-hak sebagai manusia namun disisi lain menyalahi konstitusi, semua kembali kepada kedewasaan masyarakat Indonesia. [b]