Bentara Budaya Bali kembali menggelar diskusi dan pemutaran film.
Tema kali ini Bioantropologi: Tenganan Pegringsingan Dalam Dua Perspektif. Program seri ketigabelas ini akan diselenggarakan pada Jumat di Jl IB Mantra No. 88A, Ketewel, Gianyar.
Menurut Vanesa Martida, koordinator program Bali Tempo Doeloe, diskusi kali ini akan mengulas lebih mendalam perihal kehidupan masyarakat Desa Tenganan Pengringsingan. Di dalamnya termasuk perkembangan masa kini, baik dalam lingkup kebudayaan, sosial, maupun telaah bidang sains biologi molekuler, khususnya genetika.
Selain dialog, akan ditayangkan pula dokumenter tentang desa Tenganan, “Bali et Les Secrets de Tenganan: Une Vier Pour Les Dieux”. Film ini diproduksi pada 1984. Film berdurasi 58 menit ini digarap oleh TSR (Télévision Suisse Romande) yang dipimpin oleh antropolog Urs Ramseyer dan disutradarai oleh Pierre Barde.
Adapun sebagai narasumber dalam dialog nanti ialah I Gde Parimartha, Guru Besar Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana serta I Ketut Junitha, Guru Besar Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
Biolog I Ketut Junitha telah melakukan studi mengenai struktur genetika masyarakat Bali Aga Tenganan Pegringsingan berdasarkan penanda DNA mikrosatelit. Hasil penelitiannya akan disandingkan dengan kajian sosial mengenai kehidupan masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan oleh I Gde Parimartha, seorang sejarawan kelahiran Tenganan, Karangasem.
Menurut Junitha, yang seorang ahli genetika dan membidangi DNA Forensik, perbedaan asal muasal pembentuk suatu masyarakat, keunikan sistem, dan peraturan perkawinan akan memberikan pengaruh terhadap struktur genetik masyarakat tersebut.
Laju mutasi yang tinggi dan sistem perkawinan suatu masyarakat seperti pembatasan perkawinan di Desa Tenganan Pegringsingan menarik untuk diteliti lebih jauh menggunakan penanda DNA mikrosatelit.
Desa Tenganan Pegringsingan merupakan salah satu desa Bali Aga. Desa ini masih mempertahankan pola hidup di mana tata masyarakatnya mengacu pada awig-awig yang diwariskan nenek moyang secara turun-temurun. Hingga kini, desa yang terletak di Kabupaten Karangasem, Bali ini telah menarik berbagai ilmuwan aneka bidang untuk meneliti dan melakukan kajian terhadap struktur masyarakat, lingkungan, maupun kebudayaan di sana.
“Program diskusi ini mencoba melebur batas-batas bidang ilmu pengetahuan yang selama ini cenderung terspesialisasi,” ujar Vanesa yang juga mahasiswi Jurusan Biologi Universitas Udayana. Melalui kegiatan ini diharapkan bisa membuka kesadaran bersama bahwa ada unsur alam, budaya, nilai kultural, dan kenyataan sosial dari Bali yang harus dirawat untuk masa depan.
Sekilas Tentang Pembicara:
Prof. Dr. I Gde Parimartha, MA adalah sejarawan yang lahir pada tanggal 31 Desember 1943. Ia merupakan lulusan Vrije Universiteit Amsterdam (1990-1995) dan kini menjadi Guru Besar Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana.
Narasumber lainnya, Prof. Dr. Drs. I Ketut Junitha, MS merupakan Guru Besar Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Aktif melakukan penelitian di bidang genetika, semisal: Analisis DNA dalam Studi Keragaman Genetik Masyarakat di Desa Bali Aga: Tenganan Pegringsingan Karangasem dan Sembiran Buleleng, Keragaman Genetik Masyarakat di desa-desa Bali Aga Berdasarkan Analisis DNA dan Sidik Jari, Penggunaan DNA Mikrosatelit untuk Penelusuran Kawitan pada Soroh-soroh Masyarakat Bali, dsb.