Pemprov Bali didesak segera memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
Menurut Komisi Informasi Bali, selain Pemprov Bali seluruh kabupaten dan kota di Bali sudah memiliki PPID seperti diamanatkan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Karena itu sejumlah lembaga minta Pemprov segera mengangkat PPID agar jelas pihak yang menangani permintaan informasi.
“Kami tidak melihat apakah ada badan publik yang pernah diberi sanksi karena menyembunyikan informasi? Dokumen diumumkan ke publik tapi tidak diberikan,” tanya Suriadi Darmoko, Deputi Walhi Bali. Suriadi menanyakan hal tersebut pada diskusi publik dengan tema Keterbukaan Informasi Publik Untuk Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Lebih Baik di Aula Fakultas Hukum Unud hari ini.
Menurutnya Pemprov harus segera membentuk PPID biar jelas kemana mengurus permintaan informasi, terlebih di tengah banyaknya proyek besar di Bali yang tak diketahui publik.
Website pemerintah juga harus fungsional agar masyarakat bisa melihat keputusan apa saja yang sudah dikeluarkan oleh badan publik. Ia mencontohkan kasus rencana reklamasi teluk benoa. “Gubernur berbelit soal proyek ini, publik tidak pernah tahu. Penting untuk dibuka karena menyangkut hajat hidup orang banyak,” tambah pria yang kuliah di Universitas Hindu ini.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Adi Sumiarta, yang menceritakan pengalamannya untuk memohon informasi. Adi yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Unud mengatakan belum terbentuknya PPID di Pemprov Bali, membuat Badan Publik bisa dengan seenaknya mengatakan informasi yang dimohon tersebut dikecualikan.
Ia juga menambahkan apabila mengikuti alur seperti yang dijelaskan oleh UU KIP tentu akan memakan waktu yang lama apalagi sampai menyelesaikannya lewat sengketa informasi. Hal ini akan merugikan masyarakat yang memerlukan informasi tersebut. Maka sudah seharusnya Pemprov Bali dengan segera membentuk PPID. Tutupnya.
Diskusi publik ini dihelat Pers Mahasiswa Kertha Aksara Fakultas Hukum Unud, bersama Sloka Institute, Frontier Bali dan Kekal Bali yang aktif mengadvokasi persoalan lingkungan. Diskusi ini mengahadirkan empat pemateri yaitu dari Akademisi Fakultas Hukum Unud, Komisi Informasi Daerah Bali, Humas Pemprov Bali dan Sloka Institute..
Widiana Kepakisan, anggota Komisi Informasi daerah Bali mengatakan UU Keterbukaan informasi publik belum dipahami dan ditakuti sebagian badan publik. Menurutnya Badan Publik harus punya satuan khusus pengelola informasi. Yang harus disiapkan adalah daftar informasi publik yang dikelompokkan mana yang terbuka dan mana yang dikecualikan.
Ia juga menambahkan warga yang menyalahgunakan informasi untuk hal lain misalnya pemerasan juga bisa dipidana. Sedangkan lembaga yang sengaja tidak memberikan informasi berkala atau wajib bisa dipenjara 1 tahun atau denda 5 juta.
I Wayan Wiasthana Ika Putra, Kepala Penyaringan dan Pengolahan Informasi Biro Humas Pemprov Bali mengatakan pihaknya sedang menyelesaikan pembahasan akhir pembentukan pejabat pengelola informasi.
Ia juga meminta jangan semua kebijakan pemerintah dipolitisasi oleh media. Menurutnya semua informasi bisa ditanya via SMS pengaduan atau diakses di website pemprov Bali.
Sementara itu Agus Sumberdana, Direktur Yayasan Sloka Institute menilai proses sengketa informasi kasus pertama antara Walhi Bali dan Gubernur harus menjadi babak baru iklim keterbukaan informasi di Bali.
Ia mengatakan warga harus bisa mengakses rencana pembangunan seperti perbaikan jalan di daerahnya untuk bisa memberi masukan atau melakukan pengawasan. Demikian juga di bidang pendidikan seperti transparansi beasiswa, dan lainnya. [b]