Bali Art Society (BAS) menetapkan pengurus baru.
Penetapan tersebut dilakukan melalui musyawarah paripurna (Muspar) perdana, di Art Center, Denpasar, Jumat (15/2) kemarin. Selain menetapkan Badan Pengurus, mereka juga menetapkan statuta dan program kerja. Tujuh orang anggota Dewan Ketua yang dipilih tim formatur, mampu menampung keterwakilan profesi, genre seni rupa dan juga geo-budaya global di Bali.
Pimpinan Muspar BAS Wayan Jengki Sunarta menjelaskan, dalam rapat tim formatur yang berlangsung sangat demokratis itu akhirnya berhasil memilih 7 personil Dewan Ketua, yakni AA. Tony Hartawan, Arief B Prasetyo, Wayan Kun Adnyana, Richard Horstman, Made Wiradana, Made Supena, dan Gde Mahendrayasa. Sementara untuk 11 anggota Dewan Pembina dipilih Nyoman Gunarsa, Made Wianta, Chusin Setiadikara, Agung Mangu Putra, Koman Wahyu Neka (Komaneka), Pande Gde Supada, Jean Couteau, Putu Wirata Dwikora, Made Djirna, Agus Maha Usadha dan Warih Wisatsana.
“Secara keseluruhan, Muspar BAS perdana ini sangat disambut antusias peserta, sesuai daftar registrasi peserta tercatat 132 orang baik itu dari perupa, penulis, kurator, atau pun pencinta seni rupa,” terang Jengki.
Salah satu Dewan Ketua terpilih AA. Tony Hartawan menambahkan, antusiasme masyarakat seni rupa global di Bali dalam menyambut Muspar, dan ada puluhan yang duduk di Badan Pengurus BAS merupakan simpul sinergi positif yang mencerahkan keberadaan seni rupa di Bali ini. “Bagaimana tidak, puluhan nama yang dipilih dalam kepengurusan BAS datang dari berbagai mazab seni rupa, berbagai profesi, dan juga geo-kultur dunia. Inilah kelebihan seni rupa global di Bali, semoga ke depannya lebih mendapat perhatian dan respon positif dari infrastruktur seni rupa nasional yang sudah ada,” terang pemilik TonyRaka Gallery ini.
Sementara itu, anggota Dewan Pembina Pande Gde Supada mengapresiasi semangat dan keguyuban masyarakat seni rupa di Bali dalam naungan BAS ini. “Ini ruang demokratis dan sosial yang meluruhkan otoritas menjadi gerak kebersamaan. Kalau energi ini bisa terus dijaga dan dikembangkan, niscara BAS dapat melanggengkan program Bali Art Bazaar dan Bali Art Summit yang telah diprogramkan dan tercantum dalam statuta tersebut,” terang mantan guru SMSR N Denpasar itu.
Suasana yang terekam dalam hajatan musyawarah paripurna ala seniman ini ternyata dapat berlangsung dengan demokratis dan tidak kehilangan daya kritis. Terbukti tiap pasal dalam statuta dicermati, dan beberapa kali sampai mengalami perdebatan panjang.
Terlebih dalam proses pemilihan formatur, berderet peserta Muspar BAS mengantre untuk memberi suara. Suasana yang bersejarah ini tentu menjadi catatan di kemudian hari untuk pelecut semangat BAS dalam menelorkan program-program yang menyentuh kehidupan seni rupa global di Bali ini.
“Saya berharap sekali BAS memberi perhatian juga terhadap seni rupa tradisi. Dan saya bangga akhirnya beberapa pelukis tradisi diakomodasi dalam kepengurusan BAS,” terang Gusti Sura Ardana, dosen Unesa Singaraja memberi komentar. [b]
Teks dan foto dikirim Bali Art Society.