Subak di Bali menjadi warisan dunia namun terancam keberadaannya.
Kesulitan air menjadi kendala utama untuk berproduksi. Setidaknya di beberapa daerah di Bali hingga menerapkan sistem pergiliran tanaman karena menurunnya debit air. Seluas 315 hektare (ha) lahan sawah di sejumlah kabupaten di Bali saat ini mengalami kekeringan. Begitulah berita dari Media Indonesia pada 17 September 2012 lalu.
Rebutan Air
Nah, ini pertanyaan mendasar. Indonesia negara agraris. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 setidaknya Indonesia memiliki 3.203.643 lahan panen. Dengan produktivitas 49,80 kuwintal per ha. Seharusnya mampu, tapi lahan yang ada belum mampu berproduksi optimal.
Sedangkan di Provinsi Bali jumlah lahan basah yang dimiliki seluas 150.304 ha. Produktivitasnya 56.58 kuwintal per ha. Kekurangan air yang dialami beberapa subak di Bali menjadi cerminan ancaman ketahanan pangan secara nasional. Hal tersebut menyebabkan penurunan jumlah luasan sawah, menurut BPS, dari 152.585 pada tahun 2011 menjadi 150.304.00.
Salah satunya adalah subak di aliran Bendung Gadungan Lambuk, Tabanan. Salah satu sumber air yaitu dari mata air Gembrong digunakan sebagai sumber air bagi perusahan daerah air minum (PDAM) yang hanya menyisakan 30 persen bagian dari debit airnya. Hal itu menyebabkan berkurangnya pasokan air irigasi di beberapa subak yang dialiri mata air ini. Pergiliran tanaman pun harus dilakukan, hingga berhentar-hektar lahan basah tidak bisa ditanami padi.
Begitupun di subak yang berada di Kecamatan Sukawati, Gianyar. Harus bergiliran menanam padi setiap setahun sekali karena kekurangan air. Sehingga lahan basah produktif harus ditanami dengan tembakau dan cabai dalam satu tahun.
Beberapa mata air yang dimanfaatkan subak diserobot pemerintah daerah terutama pemerintah kabupaten/kota untuk penyediaan air bersih. PDAM di masing-masing daerah terus mengembangkan bisnisnya dengan meningkatkan volume pasokan air. Penyebabnya adalah meningkatnya kebutuhan dan jumlah pelanggan. Sebagai sebuah contoh PDAM Denpasar kini memiliki daftar tunggu pelanggan mencapai sekitar 3.000 pelanggan dan jumlah pelanggan yang dilayani mencapai 69.500 pelanggan.
Belum lagi tingginya kebutuhan air bersih untuk industri pariwisata. Status daya dukung air Bali adalah defisit dengan nilai status di bawah 1 (satu) atau 0,87. Kondisi itu utamanya terjadi di Badung, Gianyar, Klungkung, Buleleng dan Denpasar.
Ancaman
Diperkirakan, tahun 2015 defisit air di Bali akan menjadi 27,6 miliar meter kubik per tahun. Artinya penggunaan air sudah jauh melampaui daya dukungnya. Hal ini diperparah lagi dengan masifnya pembangunan akomodasi pariwisata yang tentunya membutuhkan air dalam jumlah banyak. Misalnya saja kebutuhan air hotel-hotel di Denpasar rata-rata 1500 liter per kamar per hari serta lapangan golf setara dengan kebutuhan air 6.000 penduduk per harinya.
Sedemikian besar kebutuhan air di Bali, sehingga Kementerian Lingkungan Hidup memprediksi Bali akan mengalami defisit air mencapai 23 milyar liter pada tahun 2015.
Ketersedian air dan nilai pajak yang tinggi menyebabkan kecenderungan alih fungsi lahan meningkat. BPS mencatat tahun 2009 alih fungsi lahan mencapai 4.140 ha. Jika diasumsikan produktivitas tanaman padi mencapai 5,8 ton per ha maka kelihan produksi di tahun 2009 mencapai 24.012 ton.
Ancaman? Iya jika kondisi ini terjaga selama 10 tahun saja maka ketahanan pangan Bali akan terancam. Bagaimana dengan Indonesia? Dipastikan akan semakin tergantung dengan asing untuk masalah pangan.
Bagaimana mengatasinya?
Subak menjadi ujung tombak kelestarian pertanian di Bali Khususnya. Bertani menjadi sebuah kewajiban bagi anggotanya, sehingga bukan hanya dijadikan sebagai mata pencaharian semata. Dan hal yang paling fital dibutuhkan oleh subak adalah air. Menjaga kelestarianya adalah kewajiban kita bersama.
Pertama, menjaga ketersediaan air untuk irigasi. Perbaikan saluran irigasi untuk mencegah kehilangan air. Karena seringkali saluran irigasi yang rusak mengurangi debit air yang mengalir ke sawah. Di samping itu membangun bendung penangkap air baru, seperti waduk untuk menambah ketersediaan air irigasi.
Kedua, menetapkan lahan pertanian abadi. Dengan adanya lahan pertanian abadi, pemerintah “wajib” untu membebaskan pajak lahan basah pertanian. Sehingga petani tidak terbebankan oleh pajak yang besarnya didasarkan oleh nilai jual objek pajak (NJOP).
Ketiga, membentuk jaringan ekonomi pertanian di sektor hulu sampai hilir. Untuk menjaga ketersediaan sarana produksi pertanian yang terjangkau bagi petnai. Sekaligus menjamin hasil produksi pertanian terjual dengan layak.
Bisa atau tidak, pemerintah wajib menjaga ketahanan pangan di negeri ini. Terlebih kemandirian pangan yang menjadi tumpuan rakyat. Mengurangi ketergantungan dengan asing. Menjadi negara agraris yang mandiri di bidang pangan. [b]
Bagaimana mengatasinya ?
Keempat, melakukan penanaman kembali di semua daerah aliran sungai.
DAS berapa meter ? Siapa yang berwenang untuk mengawasi DAS ?
Diperkotaan gerakan menanam pohon amat menggembirakan ….
Bagaimana dengan di hulu-hulu sungai ?
Hal yang ironis terjadi, coba perhatikan daerah Kintamani dari Dausa sampai Kembang Merta, Bedugul dan sekitarnya, dll. Apakah karena agro bisnis (menamam sayur-mayur) … mana pohon2 besarnya ? Pada ditebangin ???
Mohon bimbingan dan petunjuk untuk bisa bersinergi, semoga saya selaku Anak Jatiluwih bisa ikut serta dalam menjaga alam Jatiluwih khususnya dan Tabanan umumnya