Spanduk-spanduk pendukung reklamasi Teluk Benoa mendadak bertebaran.
Mereka dipasang di beberapa ruas jalan di Denpasar dan Kuta. Spanduk itu terutama di Jalan Imam Bonjol dan Jl By Pass Ngurah Rai dari Simpang Dewa Ruci ke arah Sanur.
Informasi banyaknya spanduk seragam tersebut mulai beredar di dunia maya sejak akhir pekan lalu. Beberapa teman di Twitter berkirim informasi dan gambar. Selasa lalu saya baru melewati tempat-tempat tersebut.
Memang benar. Spanduk-spanduk tersebut beredar lebih banyak di daerah Denpasar ke arah Kuta. Paling banyak di Jalan Imam Bonjol, penghubung utama Denpasar dan Kuta. Nyaris tiap 20 meter ada spanduk itu. Di Jl By Pass Ngurah Rai dari Simpang Dewa Ruci ke arah Sanur hanya ada kurang dari 10 lembar.
Spanduk serupa juga bertebaran di Jalan Teuku Umar dan Jalan Sesetan, Denpasar Selatan.
Spanduk tersebut seragam desain dan teksnya. Warna merah. Tulisan hitam. Ukuran sekitar 5 x 1 meter berisi tulisan Alam Rusak Wajib Diperbaiki. Menolak Revitalisasi = Membiarkan Teluk Benoa Hancur. Di bagian lain ada pula spanduk dengan tulisan agak berbeda, Stop Kampanye Hitam Reklamasi. Jangan Tertipu dengan Hasutan Penuh Kepentingan. Tapi jumlahnya sedikit.
Identitas pemasang spanduk tersebut di sebelah kiri. Namanya ForBALI’s, singkatan dari Forum Bali Shanty. Saya belum pernah mendengar nama atau kinerja lembaga ini sama sekali. Saya googling juga tidak ada informasi sama sekali kecuali berita tentang pemasangan spanduk mereka kali ini.
Saya menduga lembaga ini memang abal-abal. Tidak jelas. Seperti juga informasi yang mereka sampaikan kali ini. Bagi saya, informasi itu hanya bagian dari operasi penyesatan informasi ala kelompok pendukung reklamasi.
Operasi itu memang berlangsung serius. Sebelumnya, hal serupa juga sudah mereka lakukan melalui media sosial. Melalui akun ForBali For Indonesia mereka menyebar informasi di Twitter, Facebook, dan YouTube. Kali ini mereka menggunakan nama yang 11-12 dengan kelompok warga yang justru menolak reklamasi, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI).
Karena itulah penyesatan informasi pendukung reklamasi ini perlu diwaspadai. Ada beberapa indikasi bahwa targetnya memang untuk menyesatkan informasi tentang reklamasi Teluk Benoa.
Penyesatan pertama dari nama dan logo.
Kelompok pendukung reklamasi ini membuat nama dan logo bermodal salin tempel alias copy paste dengan ForBALI. Silakan bandingkan antara ForBALI yang menolak dengan ForBALI’s yang mendukung reklamasi. Bahkan huruf-huruf kapital di bagian “BALI” pun mereka tiru persis. Hanya beda huruf S dengan koma sebelumnya.
Maka, biar lebih jelas untuk membedakan dengan ForBALI, mari sebut saja mereka FBS, singkatan dari Forum Bali Shanty.
Selain nama, logo FBS juga menjiplak senjiplak-njiplaknya logo ForBALI, gambar Pulau Bali dengan teks di bawahnya. Bedanya hanya pada gambar di tengah pulau. Jika ForBALI menggunakan kepalan tangan sebagai tanda perlawanan, maka FBS menggunakan gambar candi bentar. Beda tipis.
Sebelumnya, pendukung reklamasi juga membuat akun dengan nama mirip, For Bali For Indonesia. Akun ini aktif di Facebook, YouTube, dan Twitter. Sekali lagi, nama mereka memang mirip dengan ForBALI.
Kemiripan nama sengaja dibuat untuk mengaburkan batas antara mereka dengan ForBALI yang menolak reklamasi. Tujuannya, biar orang yang tidak paham isu ini akan merasa keduanya sama. Orang yang ingin mencari informasi tentang penolakan reklamasi, khususnya ForBALI, akan tersesat ke sini. Padahal, mereka berkebalikan dari ForBALI. Pesan-pesannya berbeda 180 derajat.
Penyesatan kedua dari pesan yang disampaikan.
Melalui berbagai media yang mereka punya, kelompok pendukung reklamasi baik FBS, Forum Peduli Mangrove, ataupun For Bali For Indonesia selalu menggunakan kata “revitalisasi” bukan reklamasi. Ini hanya semacam spinning, permainan kata-kata untuk mengaburkan tujuan sebenarnya.
Mari kita cek di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) apa perbedaan arti kedua kata ini.
re·vi·ta·li·sa·si n proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali: berbagai kegiatan kesenian tradisional diadakan dl rangka — kebudayaan lama.
re·kla·ma·si /réklamasi/ n 1 bantahan atau sanggahan (dng nada keras); 2 usaha memperluas tanah (pertanian) dng memanfaatkan daerah yg semula tidak berguna (msl dng cara menguruk daerah rawa-rawa); 3 pengurukan (tanah);
Jika pendukung reklamasi menggunakan kata revitalisasi, memangnya apa yang mau dihidupkan kembali di Teluk Benoa?
Faktanya, di beberapa dokumen resmi, PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) selalu menggunakan kata reklamasi, bukan revitalisasi. Salah satu dokumen terakhir adalah Proposal Reklamasi. Tak hanya judul yang menggunakan kata “reklamasi”, bagian-bagian lain dalam proposal itu pun menggunakan kata reklamasi.
Dengan terus menerus menggunakan kata “revitalisasi”, bukan “reklamasi”, para pendukung reklamasi Teluk Benoa seolah-olah begitu kritis atau bahkan sudah mati sehingga perlu direvitalisasi. Padahal, mereka akan mereklamasi alias menimbun alias menguruk teluk dengan tanah.
Dalama desain-desain yang sudah beredar, baik di dokumen dari PT TWBI maupun foto maket, jelas mereka akan membangun pulau-pulau baru. Ada setidaknya 12 pulau baru yang akan mereka bangun. Ya, 12 PULAU BARU!! Apakah pulau-pulau baru itu hasil revitalisasi. Jelas bukan. Itu pulau hasil reklamasi dengan mengeruk pasir-pasir dari perairan Sawangan di selatan Bali atau Sekotong di Lombok.
Jadi, mari terus mewaspadai operasi penyesatan informasi ala pendukung reklamasi Teluk Benoa. Jangan tertipu nama dan jargon yang mereka gunakan. Jangan.