Dari 27-30 Oktober 2022, para penulis, seniman, aktivis, dan artis dari Indonesia dan sekitarnya akan berkumpul untuk Ubud Writers & Readers Festival ke-19, untuk berbagi cerita dan ide yang mengeksplorasi tema tahun ini: Memayu Hayuning Bawana –Uniting Humanity.Ubud, Bali-Yayasan Mudra Swari Saraswati dengan bangga mengumumkan kembalinya Ubud Writers & Readers Festival (UWRF), 27-30 Oktober 2022.
Sekali lagi, penulis, pembaca, aktivis, seniman, dan artis akan berkumpul di Ubud, pusat budaya Bali, untuk terlibat dalam diskusi yang menarik tentang isu-isu yang menyatukan umat manusia dan, sebaliknya, apa yang memisahkan kita.Tema tahun ini adalah ‘Memayu Hayuning Bawana’, sebuah filosofi Jawa kuno yang merupakan prinsip-prinsip yang kita gunakan untuk merawat, melindungi,dan memperindah alam semesta. Bawana, mengacu pada ‘dunia kita’, yang bukan terbatas pada ruang fisik tetapi juga lebih dalam ke alam budaya dan spiritual. ‘Memayu’, adalah cara kita mempertahankan keindahan dunia melalui sebuah jalan abadi menuju harmoni universal.
UWRF menerjemahkan filosofi ini menjadi ‘Uniting Humanity’, yang akan ditampilkan dalam serangkaian program yang menginterpretasikan kemampuan manusia untuk memperkuat ikatan sebagai individu dan dunia sebagai kolektif.UWRF 2022 akan mengeksplorasi cerita yang mampu menjelaskan tentang bagaimana kita dapat menyatukan benang merah dari budaya dan perspektif yang berbeda, untuk membuka jalan ke pemahaman yang lebih dalam dan saling menghormati. Bagaimana kita bisa menghentikan ancaman penganiayaan, konflik, dan pelanggaran hak asasi manusia?
Topik-topik kritis akan mencakup peran sastra dalam menegakkan nilai-nilai dan kebebasan kemanusiaan, untuk mencapai kesetaraan bagi perempuan dan orang-orang yang beragam gender, dan lebih jauh mengeksplorasi praktik-praktik yang ramah lingkungan.
Untuk mengiringi tema UWRF, seniman Bali Ni Luh Pangestumengungkapkan sentimen konektivitas melalui media seni grafis. Garis-garis rumit membentuk sosok yang kekuatan hidupnya dijalin ke dalam sebuah bentuk untukmenciptakan dunia yang kaya dan penuh kehidupan. Menanggapi tema tersebut, Ni Luh Pangestu mengatakan, “Karya ini diciptakan dengan menggabungkan teknik ukir, pewarnaan manual, dan pewarnaan digital.
Jejak ‘cukil’ menjadi elemen dominan yang membentuk karya. Praktek mengukir adalah proses meditatif yang membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi dengan menggunakan pisau atau senjata tajam. Kita diberikan kemampuan untuk membuatnya, dan kita membutuhkan kecerdasan dalam menggunakannya bukan untuk saling menyakiti tetapi untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat, untuk menciptakan kesatuan, untuk menciptakan harmoni.”
Janet DeNeefe, Pendiri dan Direktur UWRF, dengan senang hati menyambut kembali pengunjung ke Ubud untuk diskusi yang intim dari pembicara utama yang “bercerita tentang diri mereka sendiri, komunitas mereka, dan tempat mereka di alam semesta, dan bagaimana kisah-kisah ini menghubungkan kita secara lintas budaya. Kami senang bisa mengadakan festival UWRF 2022 secara langsung, di mana kita dapat berinteraksi secara lebih dekat”.