Sumber situs resmi Denpasar
Denpasar bila dilihat dari jumlah penduduk dan tingkat migrasinya tergolong kota besar. Di sisi lain, dari segi luas wilayah, Denpasar tidak dapat dikategorikan sebagai kota besar. Malahan di antara sembilan kabupaten/kota di Bali, luas wilayah Kota Denpasar adalah yang paling sempit. Namun demikian, sebagai ibu kota Provinsi Bali, pusat pemerintahan, pusat perdagangan, dan pariwisata, Denpasar telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat .
Sebagai kota yang tumbuh sangat pesat, tentu bukan sesuatu yang ganjil jika Denpasar berkembang menjadi kota urban. Pertumbuhan ini selain mengucurkan rezeki bagi warganya, juga membersitkan dilema-dilema sosial. Dari dua kutub ini, keberuntungan dan masalah yang ditimbulkan menjadikan Denpasar sebagai sebuah wilayah yang semakin “matang”.
Problematika tata ruang misalnya, pemerintah Kota Denpasar dipaksa untuk “berfikir keras” menjadikan Denpasar sebagai sebuah wilayah relatif sempit namun tetap nyaman untuk dihuni. Bagaimana mengatur penempatan daerah hunian, perekonomian, hiburan, fasilitas umum berdasarkan asas pemerataan sehingga arus kendaraan/lalu lintas tidak terpusat pada satu titik. Dengan demikian tidak ada lagi jalan-jalan yang mempunyai beban lebih (over load) sebagai penyebab kemacetan arus lalu lintas di satu sisi, dan ruas jalan yang sama sekali tidak dilalui kendaraan.
Beberapa Penyebab Kemacetan
a. Jumlah kendaraan
Masalah klasik tentang perlalulintasan kota-kota di Indonesia adalah semakin tidak seimbangnya jumlah kendaraan dibandingkan dengan sarana dan prasarana pendukungnya. Volume kendaraan bertambah setiap saat, di sisi lain fasilitas jalan baru tidak mungkin diadakan lagi. Jumlah kendaraan di Kota Denpasar pada 2000 adalah sebanyak 449.904, sedangkan jumlah penduduk Kota Denpasar pada tahun yang sama adalah 522.381 orang. (Sumber : Denpasar Dalam Angka 2000, BPS Kota Denpasar). Ini berarti hampir setiap penduduk memiliki satu kendaraan bermotor.
b. Pemakai Jalan
Ada indikasi pelaku tertinggi dari penyebab kecelakaan adalah dari kalangan generasi muda. Kasih sayang orang tua yang berlebihan kepada anak-anaknya terutama kelonggaran mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) justru akan menjerumuskan anak itu sendiri. Pemandangan yang sering dapat dilihat, betapa di depan sekolah (SLTP) berjejer sepeda motor milik siswa. Dari hal ini, tentu akan mengundang pertanyaan, bagaimana siswa yang usianya berkisar 12 hingga 14 tahun ini bisa mengantongi SIM, sementara usia mereka belum memenuhi persyaratan? Demikian pula halnya di beberapa SMU, penggunaan mobil oleh siswa tidak lagi sebagai hal aneh.
Disiplin pemakai jalan yang relatif masih kurang terutama pada ruas-ruas jalan tertentu seperti pelanggaran terhadap larangan berhenti, parkir, dan pemanfaatan jalan sebagai garase mobil.
c. Kondisi Jalan
Kondisi jalan di Kota Denpasar sebagian besar merupakan jalan tradisional. Pelebaran jalan tidak mungkin lagi dilakukan, mengingat di sepanjang ruas jalan sudah dipadati dengan perumahan penduduk ataupun pertokoan yang nota bene sudah ada jauh sebelum Kota Denpasar dibentuk.
Penggalian jalan oleh beberapa instansi/lembaga/badan yang mempunyai kepentingan terhadap jalan dan ruang dibawahnya, berakibat menyempitnya ruas jalan oleh timbunan tanah galian. Kondisi ini akan sangat nampak sebagai salah satu faktor penyebab kemacetan arus lalu lintas pada ruas jalan yang dilalui kendaraan cukup padat.
d. Aktivitas Agama
Di Bali umumnya, dan Denpasar khususnya kesadaran umat beragama untuk melaksanakan ibadah semakin tinggi. Tingginya intensitas prosesi upacara keagamaan yang dilakukan oleh Umat Hindu seperti Ngaben, Melasti, dan sebagainya yang melibatkan banyak orang sering memacetkan arus lalu lintas.
Setiap Minggu pagi dan sore Jalan Surapati, Jalan Kepundung, dan Jalan Debes harus ditutup karena dipakai tempat parkir oleh Umat Kristen yang melakukan ibadah di gereja. Demikian juga pada sholat Jumat, arus lalu lintas di Jalan Diponegoro harus di alihkan kearah timur, karena sebagian dari ruas jalan dipergunakan untuk tempat parkir.
e. Angkutan Kota
Untuk mengcover seluruh wilayah di Kota Denpasar hanya diperlukan 562 unit armada Angkutan Kota. Tetapi kenyataan di lapangan terdapat 1.047 unit angkutan kota yang tersebar di 13 Jalur yang telah produktif. Ini berarti Denpasar surplus angkutan kota 485 armada. [b]
Ah ini buat-buat alasan saja.
Akui saja bahwa sebagai pemimpin tidak punya visi. Jangankan punya visi antara visi dan tujuan saja tidak bisa membedakan
Benar Pa, Pan Lempog, saya salut dengan Bapa. Tidak perlu cari alasan sana sini. Masalahnya hanya satu : pengelola kota tidak mengerti sumber masalah. sumber pemecahannya hanya dua:
Masalah : Jumlah luas jalan tidak sehimbang dengan jumlah luas kendaraan.
Obatnya adalah adalah :
1. Buat ruas jalan lebih luas darijumlah luas kendaraan, jika hak kepemilikan kendaraan dipertahankan.
2. Pemda membuat usaha transport murah.
Jika belum mengerti maksud hal di atas kuliah dulu ke Pemda Jembrana semuanya akan jelas. Jangan malu, kita harus akui kekurangan. Akan lebih baik dicemoh oleh bangsa kita sendiri yang akhirnya toh akan didukung dibandingkan dicemooh oleh bangsa asing.
terutama kembalikan dulu semua fungsi dengan baik dan benar,antara lain fungsi rambu,fungsi jalan. Sebagai contoh rambu dilarang parkir…ya jangan parkir,jika ada yang melanggar segel kendaraan. Bahu jalan kembalikan ke fungsi nya lagi,sebagai tempat pemberhentian sementara bukan sebagai tempat parkir,jika ada yang melanggar segel kendaraan.Mungkin dengan ini bisa mengurangi kemacetan tanpa harus mebuat jalan lagi.