
Oleh: Frengcky Verdyyanto dan Putu Yuki Indra Kurniawan
Masalah ketahanan pangan menjadi perhatian penting di Bali, termasuk dalam sektor perikanan. Ketergantungan pada metode budidaya ikan konvensional sering kali menghadapi kendala, seperti biaya pakan yang tinggi dan dampak lingkungan dari limbah. Padahal, ikan nila memiliki potensi besar sebagai sumber pangan yang ekonomis dan bernilai gizi tinggi.
Desa Baktiseraga merupakan salah satu daerah penghasil ikan nila di Bali. Dengan penerapan sistem bioflok, desa ini mampu menjawab tantangan ketahanan pangan yang inovatif serta berkelanjutan. Sistem ini tidak hanya meningkatkan produktivitas budidaya, tetapi juga berkontribusi terhadap ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Bioflok adalah teknologi budidaya yang memanfaatkan mikroorganisme untuk mengolah limbah organik menjadi pakan alami bagi ikan. Dalam sistem ini, sisa pakan dan kotoran ikan diubah menjadi bioflok, alias gumpalan mikroba yang kaya nutrisi, yang dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai sumber makanan tambahan.
Terdapat beberapa pertimbangan mengapa ikan nila dipilih dibandingkan ikan-ikan jenis lainnya. Ikan nila lebih mudah untuk dibudidayakan, mereka bukan makhluk yang melakukan kanibalisme, sehingga lebih mudah untuk merawat ekosistemnya di dalam kolam. Ikan nila juga memiliki kotoran yang tidak menyengat, sehingga tidak akan mengganggu masyarakat yang tinggal atau melewati area kolam bioflok ini.
Dengan menerapkan metode bioflok ini, biaya pakan untuk budidaya ikan nila bisa mengurang, meminimalisir pencemaran lingkungan akibat limbah budidaya, mengefisiensikan penggunaan air, serta mampu memanfaatkan air sebagai pupuk organik untuk tanaman di sekitar area bioflok.
Meskipun pada awal pelaksanaan program memiliki beberapa kendala seperti banyak ikan yang mati akibat sress dan pertumbuhan ikan yang lambat, tapi program ikan nila ini diharapkan mampu menuntaskan kemisikanan dan meningkatkan perekonomian di Baktiseraga.
Pengimplementasian sistem bioflok di Desa Baktiseraga, didukung oleh berbagai pihak, baik itu pemerintah, desa, dan masyarakat lokal. Desa membuat beton pondasi bioflok serta rangka kolam menggunakan besi terlebih dahulu, kemudian rangka tersebut di pasang di atas pondasi, dan rangkanya dibetoni, kemudian dilapisi oleh terpal. Tentunya untuk membuat sistem bioflog, perlu adanya penyesuaian kuantitas dan kualitas air, pemilihan benih yang berkualitas, dan perencanaan pemeliharaan yang baik.
Terkait dengan program kolam nila sistem bioflok, Made Artawan selaku Sekretaris Desa Baktiseraga menerangkan bahwa pemerintahan Desa Baktiseraga menghimbau seluruh masyarakat Desa Baktiseraga bagi yang ingin membuat program ikan nila, pihak desa akan siap mendukung atau bantu mendanai kegiatan tersebut.
Penerapan sistem bioflok di Desa Baktiseraga untuk menjaga ketahanan pangan, tentunya membawa dampak yang baik kepada desa itu sendiri. Setelah penerapan sistem bioflok, hasil panen ikan nila di Desa Baktiseraga pastinya meningkat. Ikan yang berhasil dipanen selama 4 bulan sekali, direncanakan untuk dipanen sebagai upaya meningkatkan kas desa.
Made Artawan, mengatakan bahwa panen ikan nila hasil bioflok di Desa Baktiseraga semenjak pertama kali di buat yakni tahun 2024, panen sudah dilakukan sebanyak 2 kali, hasil panen ikan nila belum sampai menjual kepada masyarakat, melainkan hanya dimanfaatkan untuk dibagikan kepada masyarakat atau untuk acara tertentu. Akan tetapi, sudah ada rencana untuk menjual hasil panen pada tahun depan dengan cara melibatkan seluruh stik order, baik itu PKK, RT, ataupun yang lainnya.
Pada sisi lain yang juga dampak bermanfaat dari sistem bioflok ini, air limbah dari kolam yang kaya akan nutrisi, dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang membantu menyuburkan tanaman-tanaman di sekitar area seperti cabai. Ditambah, sistem ini juga membantu mengurangi limbah budidaya ikan yang berpotensi mencemari lingkungan.
Sistem bioflok telah terbukti sebagai solusi inovatif yang mendukung ketahanan pangan melalui budidaya ikan nila di Desa Baktiseraga. Teknologi ini tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga memberikan dampak positif pada ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Agar manfaatnya berkelanjutan, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga swasta, akademisi, dan pastinya masyarakat itu sendiri. Selain itu, sistem bioflok memiliki potensi untuk dikembangkan di daerah lain, membantu mewujudkan ketahanan pangan nasional yang lebih kuat.
(Salah satu karya peserta Kelas Jurnalisme Warga Desa Baktiseraga)