Dikirim Luh De Suriyani
Sedikitnya 1000 orang petani, nelayan, seniman, aktivis lingkungan, tokoh agama, komunitas muda, dan masyarakat lainnya akan berkumpul dalam Parade Budaya untuk Keadilan Iklim pada 8 Desember 2007 ini di Lapangan Renon Denpasar.
Kelompok masyarakat ini akan menyuarakan seruan untuk kebijakan perubahan iklim yang menyelamatkan lingkungan, masyarakat adat, dan semua masyarakat yang terdampak langsung oleh pemanasan global. Mereka akan mendeklarasikan sebuah gagasan kearifan lokal untuk penyelamatan bumi di kantor DPRD Bali.
Parade Budaya untuk Keadilan Iklim ini akan berlangsung seharian. Diisi dengan rembug publik, parade budaya, panggung rakyat, dan pasar rakyat (pameran).
Rembug rakyat akan dimulai pukul 09.00 pagi di Wantilan DPRD Bali pada 8 Desember. Setiap perwakilan kelompok nelayan, petani, seniman, remaja, perempuan, perajin, dan lainnya akan menyuarakan seruannya masing-masing. Semua suara-suara untuk kebijakan perubahan ilim yang berkeadilan ini kemudian dideklarasikan.
Setelah itu, peserta bergerak ke Kantor Gubernur dan mengelilingi Lapangan Renon dalam aksi parade budaya, sebelum berkumpul di tengah lapangan Renon. Acara yang berlangsung sampai malam ini akan diisi orasi, kampanye, dan diskusi oleh seluruh elemen yang mendukung parade budaya ini.
Presiden, Wakil Presiden, dan kabinet Republik Mimpi juga akan bergabung bersama rakyat untuk kampanye keadilan iklim ini. Si Butet Yogya (SBY) dan wakil presidennya dari Tim Newsdot.com, sebuah tayangan televisi yang mengupas persoalan sosial politik secara bernas akan menyumbangkan gagasannya. Selain itu ada juga Rieke Dyah Pitaloka, Franky Sahilatua, Tantowi Yahya, dan lainnya.
Tak hanya aktivis lingkungan nasional, sejumlah komunitas internasional pun menyatakan kesertaannya dalam parade ini. Panitia juga mengantisipasi sampah yang dihasilkan dari acara besar ini dengan melakukan pengolahan sampah dengan memilahnya menjadi sampai organik dan anorganik. Lapangan Renon juga dibersihkan dari kendaraan karena pusat parkir disediakan di kantor DPRD Bali.
Parade Budaya ini adalah salah satu bagian kampanye yang digagas Kolaborasi Bali untuk Climate Change. Program lain yang telah ditawarkan dan diapresiasi di UNFCCC Nusa Dua adalah Nyepi International untuk Dunia.
Kolaborasi Bali ini terdiri dari sejumlah LSM lingkungan dan tokoh masyarakat seperti Yayasan Wisnu, Walhi Bali, PPLH Bali, Bali Organic Asociation, Pedanda Tianyar Arimbawa, Bhagawan Dwija, Nyoman Sadra, dan lainnya.
Selain itu sejumlah komunitas dan LSM non lingkungan pun terlibat seperti komunitas sepeda, green student environment, Kita Sayang Remaja (Kisara), seniman rakyat joged bumbung, anak band, dan lainnya.
Momentum ini penting karena mengambil tempat di Bali, bisa jadi sejarah Bali. Ini peluang bersuara untuk masyarakat Bali yang terkena dampak perubahan iklim. Suara-suara mereka selama ini tenggelam di riuhnya konferensi Nusa,” ujar Nyoman Sri Widhiyanti, Direktur Walhi Bali pada konferensi pers, Jumat kemarin.
UNFCCC belum menghasilkan hal konkrit
Direktur Eksekutif Walhi Indonesia Chalid Muhammad pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa sampai pada hari ketiga konferensi UNFCCC di Nusa Dua ini, belum terlihat hasil untuk membuat kebijakan perubahan iklim yang berkeadilan. ”Pergeserannya malah ke perdagangan karbon dari hutan,” kata Chalid yang aktif mengikuti sidang-sidang UNFCCC di Bali.
Dalam beberapa hari perundingan yang berjalan, Walhi Indonesia melihat telah terjadi pergeseran yang sangat besar dari substansi isu global warming jadi konferensi perdagangan karbon. ”Sebagaian besar juru runding tidak meakukan terobosan mendalam agar konferensi ini jadi konferensi yang bermakna bagi bumi. Para delegasi yang berunding tidak mau melepaskan sejenak interest ekonomi politik masing-masing negara untuk menyelamatkan bumi,” papar Chalid.
Yang terjadi adalah dominasi negara-negara maju kepada negara berkembang yang hanya menyangkut mintigasi, adaptasi, dan karbon trading. Indonesia, menurut Chalid tidak mengambil kepemimpinan dalam konferensi, meski delegasi Indonesia Presiden COP 13.
”Leadership sangat rendah, sehingga belum berhasil mencoba menciptakan suatu inovasi baru, inisiatif baru, sebagai respon atas situasi bumi saat sekarang. Parade budaya ini diharapkan jadi satu public preasure untuk mencapai keadilan iklim,” ujar Chalid.
Untuk informasi lebih lanjut:
– Ngurah Termana (humas): 081 56574080
– Agung Wardana (koordinator rembug rakyat): 081 916606036
– Nyoman Sri Widhiyanti (Direktur Walhi Bali): 081 8551297
Suatu gagasan yang brilian dan monumental.
Kita menggugah hati dunia dari Bali, pada mementum yang tepat niscaya suara kita didengar. Semoga kita menjadi setitik embun yang menyejukkan dan mampu berperan penting dalam menentukan nasib dunia.
Secara formal peran serta kita, masyarakat Bali di UNFCCC memang kurang, kita masih sebagai penonton saja di konferensi tingkat Dunia tersebut (Arya Wedakarna).
Semoga dengan adanya acara ini, mereka yang berkonferensi terinspirasi untuk dapat menghasilkan sesuatu yang berguna, bukan hanya sekedar seremonial yang sebenarnya lebih banyak menekankan aspek politis dan ekonomi.
ha ha…ketahuan, ternyata artana ini fans nya arya wedakarna…hihihi, jijaiii…..sodomi..seleraku…
Akhirnya nonton Republik Mimpi LIVE bisa keturutan. Biasanya cuma nonton di tv doang. Tadi sempat foto dengan Pak Wapres Republik Mimpi. He..he..tapi buru-buru dimarahin ama Mbak Aik karena panggung mau dipake acara selanjutnya. Hidup Walhi..Hidup Rakyat Indonesia!!!