Kuartet rock asal Bali, Wallaby Project merilis MV atas single terbarunya, Mereka, 27 Maret 2023 lalu. Sejauh ini, single Mereka menjadi single ke-4 dari band yang diisi Jascha Benny (Gitar dan Vokal), Yezki Kana Wadu (Gitar), Pison Harry (Bas), dan Nuel Lawalata (Drum). Dua single awal, Milkshake Girl dan It’s a Life kental dalam nuansa blues dan jazz-nya, kemudian disusul oleh Dazed yang lebih tebal unsur rock dan nuansa keputusasaan yang pekat. Sampai pada nomor ini, Wallaby Project terlihat semakin serius untuk membentuk jati diri musiknya sendiri.
Banjir bandang di Yeh Embang Kauh, Jembrana, tahun lalu, cukup meyadarkan saya kembali tentang bahaya merambah hutan. Jika kita ingat-ingat lagi, yang dilakukan untuk membuka lahan adalah dengan menyuntik pohon-pohon dengan racun agar tindakan itu beres tanpa ketahuan siapapun. Pohon layu dengan senyap, lahan baru terbuka dan siap ditanam entah pisang atau vanili, komoditas yang biasa ditanam di sana. Setelah itu ya tentu banjir bandang. Kayu-kayu mati yang tidak ketahuan itu akhirnya turun ke hilir karena hujan besar Oktober lalu, dan membenam rumah-rumah warga.
Dimulai dengan penggambaran tentang kekayaan alam yang terbentang dari ujung timur hingga ujung barat, kita diajak untuk memikirkan ulang apa-apa saja yang terjadi dan memberi dampak secara ekologis pada bait pertama sebelum chorus. Peristiwa lingkungan di atas kemudian menjadi hal pertama yang muncul di kepala saya saat Mereka sampai pada lirik “..memang dia diam saat kau meracuninya/sekarang dia bersua dan sekarang pun kau diam.”
Kemudian, dalam bait yang berbeda Wallaby Project menyinggung tentang betapa pendek ingatan kita. Belum lama ini, publik heboh karena kegagalan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, tapi beberapa oknum kemudian menuruti egonya yang tergores dengan merusuh pada sebuah lanjutan Liga 1. Pun saat tragedi Kanjuruhan.
Singkatnya, mereka tidak secara gamblang ingin membicarakan satu tema tertentu, namun pada akhirnya cukup mampu membingkai satu atau dua perilaku menusia yang kemudian memberi dampak pada sekelilingnya, bisa ditarik kepada hubungannya kepada alam, bisa juga kepada manusia lain.
Sebagaimana Dazed, amarah dan kekecewaan Wallaby Project memang masih terasa, tapi penyampaiannya dibungkus dengan diksi yang lebih halus dan sedikit satir.
Menyimak bunyi-bunyian Yang Ditawarkan
Pengaruh Radiohead pasca-OK Computer sangat kuat di sini. Pada bagian drum, dari detik pertama kita bisa mendengar pengaruh In Rainbows yang cukup memberi kesan tergesa-gesa. Menyimak departemen bass, Pison melangkah santai kesana kemari tanpa takut ketinggalan kereta karena semuanya sudah dihitung dengan cermat, menjadi penyeimbang seperti Colin Greenwood. Isian tipis dari Eky mengambil peran sebagai Ed O’Brien, tanpa memberi peringatan bahwa yang tipis ini tetap akan memabukkan.
Walaupun demikian, tentu mereka tidak akan menjadi Radiohead cabang Denpasar di sini. Ada beberapa pengaruh lain yang masuk. Perhatikan jembatan antara verse dan chorus. Jika kita terpaku pada Radiohead saja, saya pikir akan terasa off karena part ini cukup stand-out seperti ingin menunjukkan bahwa Radiohead bukan satu-satunya referensi walau tetap, twangy khas Telecaster-nya Jonny Greenwood tidak ketinggalan. Sepertinya ada unsur reggae/dub yang muncul. Juga rekaman percakapan mengenai pemanfaatan lahan dari salah satu pejabat yang ditunjukkan di akhir lagu dengan subtil, mengingatkan saya pada pendekatan yang khas dilakukan oleh Public Service Broadcasting, kuartet art rock asal Inggris.
Melihat tren musik indie Bali yang ada hari ini, saya pikir ini langkah yang cukup berani dari Wallaby Project karena ciri bebunyian yang ditawarkan. Tentu ini bagus untuk kita, karena akan makin banyak pilihan.