Di balik ramainya pariwisata massal di kawasan Kuta-Legian Bali, Sebumi hadir dengan wisata tur berjalan kaki yang mengangkat tema nilai keberlanjutan masyarakat Bali yang erat dengan filosofi Tri Hita Karana.
Bali terkenal akan dunia pariwisatanya yang otentik, mulai dari pantai hingga bangunan tradisionalnya yang estetik. Namun, kebanyakan turis tak mengetahui jika Bali juga memiliki kearifan lokal dan nilai keberlanjutan lingkungan yang terpendam di balik ingar-bingar mass-tourism. Padahal, kedua hal itu bisa jadi adalah permata tersembunyi yang menarik untuk kita jelajahi dan pelajari.
Berangkat dari hal tersebut, Sebumi bekerja sama dengan Neo+ Hotel Kuta-Legian, ingin memperkenalkan kearifan lokal dan nilai keberlanjutan di Bali, khususnya di kawasan Kuta sampai dengan Legian, melalui tur berjalan kaki, bernama Bali Harmony Green Tour (BHGT): Kuta Legian Walking Tour yang digelar pada hari Minggu (27/08/23).
Bali Harmony Green Tour merupakan aktivitas walking tour setengah hari dengan konsep ramah lingkungan. Dalam tur ini, para wisatawan diajak mengelilingi wilayah Kuta-Legian sambil menggali kearifan lokal yang ada di sepanjang perjalanan. Mengusung tema Unveiling Bali’s Cultural Nature Harmony, peserta tur diajak untuk menelisik harmonisasi antara alam dengan budaya masyarakat Bali sehari-hari sekaligus berupaya untuk mempromosikan konservasi penyu dan keberlanjutan dengan menggunakan lensa 9 aspek gaya hidup berkelanjutan Sebumi meliputi: keanekaragaman hayati, manajemen limbah, makanan, air, energi, bangunan, transportasi, fesyen, dan hidup berkesadaran.
Perjalanan dimulai dari Neo+ Hotel Kuta-Legian. Hotel ini sendiri dibangun dengan mengusung konsep Green Hotel yang artinya hotel ini turut menjaga kelestarian lingkungan, penghematan energi dan air, mengurangi limbah dan emisi karbon, dan mencegah pemanasan global. Suasana asri dan konsep semi terbuka pada bangunan hotel memungkinkan penghematan listrik dengan memanfaatkan sirkulasi udara dan sinar matahari sebagai penerangan alami ruangan.
Setelah itu, perjalanan dilanjutkan menuju Monumen Panca Benua atau Ground Zero Monument. Disini, peserta mendengarkan penjelasan singkat tentang sejarah Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 silam dan makna di balik monumen ini.
Selanjutnya, peserta diajak menyusuri Poppies Lane 2 yang merupakan saksi bisu perkembangan wisata di kawasan Kuta-Legian. Sebab dahulu wilayah ini adalah semak belukar dan hutan yang saat ini berubah menjadi penginapan dan toko-toko lokal yang ramai dikunjungi wisatawan. Hal ini menjadi salah satu narasi Bali Harmony Green Tour yang ingin mengajak para peserta tur untuk melihat perubahan lingkungan dan ekosistem yang terjadi di Bali akibat laju pembangunan pariwisata massal.
Selesai dari Poppies Lane 2, rombongan diajak mengunjungi Pura Pengungangan dan Pura Batu Bolong untuk mencoba menata/metanding canang. Canang sendiri merupakan perlengkapan keagamaan umat Hindu di Bali. Menariknya, canang juga termasuk eco-art yang memadukan bahan-bahan alami lokal dan disusun sedemikian rupa sehingga membentuk sesuatu yang indah. Setelahnya peserta pun diajak untuk melakukan aksi nyata berbagi canang kepada masyarakat sekitar Pantai Kuta dengan konsep ramah lingkungan tanpa kantong plastik.
Selesai membuat canang, perjalanan dilanjutkan dengan menikmati keindahan Pantai Kuta dan berdiskusi mengenai permasalahan sampah yang ada di Pantai Kuta bersama teman -teman komunitas lokal yang terdapat di Bali seperti Balebengong, Seasoldier, RAC Bali Kecak, Forkom Denpasar, dsbnya sekaligus masyarakat lokal setempat. Melalui diskusi ini, peserta diharapkan dapat tergerak untuk mencari solusi bersama dalam menjaga lingkungan, khususnya di kawasan pesisir. Tak hanya upaya dalam menangani sampah, peserta juga diajak melihat lebih dekat aksi konservasi penyu di Kuta Beach Sea-Turtle Conservation Center.
Setelah itu peserta tur diajak untuk mengenal minuman dan makanan lokal tradisional yang ramah lingkungan, seperti rujak bulung, air kelapa tanpa sedotan plastik, dan jaje Bali tanpa bungkus plastik. Terakhir, peserta mengunjungi Uluwatu Handmade Balinese Lace. Disini, wisatawan dapat belajar dan membeli produk slow fashion krawang khas Bali yang semuanya dibuat oleh pengrajin lokal dengan tangan (handmande).
“Lewat tur singkat ini, kita dapat melihat dan belajar bersama tentang kearifan lokal, sekaligus upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk tetap menjaga keseimbangan gaya hidup berkelanjutan. Harapannya, agar kita dapat terinspirasi sehingga lebih peduli dan sadar dengan lingkungan kita,” kata Rafaela selaku guide Bali Harmony Green Tour dari Sebumi.
Kegiatan Bali Harmony Green Tour ini merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan Green Tour yang dilakukan oleh Sebumi. Sebelumnya, Sebumi juga melakukan Green Tour di Jakarta dan Yogyakarta. Lewat kegiatan Green Tour, edukasi mengenai isu lingkungan dan keberlanjutan bisa dikemas dengan jalan-jalan yang menyenangkan. Bagi turis yang ingin berpartisipasi mengikuti kegiatan Bali Harmony Green Tour selanjutnya, dapat menghubungi Sebumi via website www.sebumi.id atau instagram @sebumi.id.