Kalau pimpinan kami mau, menata sungai sih (pinjam istilah Pak Bupati) SSCGT.
Penataan sungai, kalau tidak salah kewenangannya ada di Balai Wilayah Sungai Provinsi Bali, bukan instansi teknis kabupaten/kota. Untuk bisa melakukan penataan, perbaikan, atau apapun itu bentuknya pada jalur di sepanjang sisi sungai, tentu harus mendapatkan izin terlebih dulu.
Dengan demikian nantinya proses penanganan tak terganjal di tengah jalan seperti kasus Tukad Mati terdahulu.
Saya berkesempatan menyusuri perkerasan di salah satu sisi sungai yang melintasi Taman Kota Lumintang Denpasar di sela olah raga sore yang dilakoni enam bulan terakhir ini. Ini sempat mengingatkan saya pada PAD Pemkab Badung yang begitu tampak eksotis di mata sejumlah kabupaten/kota lainnya. Bahkan yang dari luar pula Bali sekalipun.
Lalu, kenapa sebagian kecil pendapatannya tidak dimanfaatkan untuk penataan kawasan sungai di lingkup Kabupaten Badung?
Bisa jadi karena pemimpin kami, mengingat saya merupakan bagian dari sistem pemerintahan di Kabupaten Badung, belum menganggap penataan sungai sebagai prioritas pembangunan. Masih terfokus pada pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan masyatakat. Atau bisa jadi karena persoalan kewenangan tadi.
Namun, jika Kota Denpasar bisa melakukannya, kenapa Kabupaten Badung tidak?
Jika saja pemikiran ini muncul dan diungkap menjelang Pemilihan Gubernur Bali lalu, saya yakin bakalan banyak dihujat. Sebab, penataan sungai seperti ini menjadi hal menarik untuk disimak. Namun, ketika calon Gubernur Bali terpilih sudah ada, tinggal dilantik dan menjalankan tugas, tidak ada salahnya jika kita semua bergandengan tangan. Menyatukan pemikiran yang nantinya bisa diserap pemimpin baru untuk kemajuan Bali dan seisinya.
Balik kepada topik semula tentang penataan sungai.
Jika kelak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung bisa mewujudkan hal serupa di lingkup wilayah Kabupaten Badung, mungkin bisa dimulai dari lingkup desa wisata terlebih dahulu. Atau lokasi-lokasi terdekat objek wisata Badung. Tentu akan semakin menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
Menikmati suasana sejuk di mana air mengalir begitu tenang dan jernih, atau ber-selfie-ria meski tidak dianjurkan utamanya pada sisi sungai dengan kedalaman yang potensinya membahayakan.
Di samping itu, semua bisa banyak belajar dari pembangunan penataan sungai yang sudah ada. Melihat apa saja kekurangannya untuk bisa dilengkapi dan menjadi standar minimal baru dalam membangun fasilitas sama di sejumlah wilayah sungai lainnya.
Misalnya jembatan penyeberangan yang menghubungkan kedua sisi perkerasan, atau spot pengaman pada jarak tertentu, mengantisipasi luapan air saat musim hujan, seperti yang kerap terjadi pada spot rekreasi Tukad Badung di tengah kota Denpasar. Atau model perkerasan dan bangunan pelengkap lain yang sekiranya bisa aman ketika risiko tenggelamnya area terjadi sewaktu-waktu.
Persoalan biaya, saya amat yakin tak menjadi satu masalah bagi Pemkab Badung. Mengingat komitmen pemimpin kami begitu antusias pada pemikiran-pemikiran yang mampu mengembangkan potensi di semua lini wilayah.
Sebut saja penataan kawasan yang kini sedang diupayakan di ruas jalan Popies Kuta, di mana Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencoba membuat sebuah pilot project membangun utilitas terpadu. Semua kabel PLN, Telkom, FO atau limbah dan saluran air minum, berada di bawah tanah. Tentu saja dilengkapi bunker setinggi orang dewasa untuk pengelolaan dan pengawasan.
Sementara penataan sungai semacam ide di atas, tentu membutuhkan biaya tak sebesar itu. Bukan tidak mungkin bakalan memunculkan ungkapan sangat super cenik gae to (SSCGT) sebagaimana sering dilontarkan pemimpin kami dalam setiap kesempatan.
Saya juga yakin Pemkab Badung bisa menjadi pionir atau pembuka jalan sebuah agenda penataan sungai yang lebih baik dan aman bagi masyarakat Badung. Kita doakan sama-sama, ya. Demi slogan Badung hebat, masyarakatnya sejahtera. [b]