• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Friday, November 7, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

PBHI Bali Desak Pemerintah Perhatikan Kasus Adat

Anton Muhajir by Anton Muhajir
7 September 2008
in Kabar Baru
0 0
1

Oleh Anton Muhajir

Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Bali mendesak pemerintah provinsi Bali agar memperhatikan masih banyaknya kasus-kasus adat yang cenderung tidak memperhatikan hak asasi manusia (HAM). “Kami meminta agar pemerintah memenuhi hak-hak sipil dan politik maupun hak ekonomi sosial budaya masyarakat,” kata Ni Nyoman Sri Widhiyanti, Koordinator PBHI Bali.

Hak atas sipil dan politik (Sipol) serta hak atas ekonomi, sosial, dan budaya (Ekosob), menurut aktivis yang akrab dipanggil Aik itu adalah bentuk pemenuhan terhadap HAM seseorang. “Kalau negara tidak memenuhi tanggung jawab tersebut, maka negara telah melakukan pelanggaran HAM dengan cara membiarkan (by omission),” lanjutnya.

Salah satu bentuk pembiaran oleh Negara, dalam hal ini pemerintah provinsi Bali, adalah dengan membiarkan masih adanya sanksi-sanksi adat yang cenderung berimbas pada hak sosial politik. Kasus yang terakhir terjadi adalah kasepekang (pengucilan) pada keluarga Made Rangga, warga adat di Banjar Pakudui, Desa Pakudui, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar.

Made Rangga dan keluarganya tidak boleh menguburkan salah satu anggota keluarga yang meninggal, Jro Mangku Sumil, karena sebelumnya dianggap membuat desa tersebut cuntaka (kotor). Saat ini nasib jenazah Jro Mangku Sumil terkatung-katung karena warga setempat menolak menguburkan di kuburan setempat.

“Seharusnya negara juga ikut campur dalam urusan seperti itu agar tidak ada hak warga yang dihapuskan gara-gara hukum adat,” tambah Aik, yang pernah jadi Direktur Walhi Bali.

Desakan PBHI Bali itu sendiri lahir dalam Musyawarah Wilayah (Musywil) PBHI Bali Sabtu (6/08) kemarin di Museum Bajra Sandhi Denpasar. Widhiyanti terpilih sebagai Ketua PBHI Bali menggantikan I Wayan Gendo Suardana.

Dalam Musywil tersebut, PBHI Bali mengeluarkan empat poin rekomendasi. Selain desakan terhadap pemerintah agar memenuhi hak Sipol dan Ekosob, PBHI Bali juga mendesak agar pemerintah menuntaskan kasus-kasus korupsi di Bali saat ini.

“Kalau pemerintah tidak bisa memenuhi hak-hak dasar setiap warga, maka kami akan melakukan gugatan,” demikian bunyi rekomendasi tersebut.

Dua rekomendasi lain lebih bersifat internal organisasi maupun untuk kalangan lembaga swadaya masyarakat yaitu PBHI akan melakukan intervensi dalam proses rekrutmen politik dan meningkatkan posisi tawar masyarakat sipil.

Kasus adat sendiri memang mendapat perhatian khusus dalam Musywil tersebut. Wayan Gendo Suardana, Ketua PBHI Bali sebelumnya, mengatakan bahwa selama tiga tahun terakhir, kasus hukum dan HAM yang paling banyak terjadi adalah kasus adat.

Misalnya konflik adat antara warga Banjar Buluk Babi Desa Adat Padang Tegal dengan warga adat Pengosekan Kecamatan Ubud. Kasus ini berawal dari pemekaran wilayah desa di kantung pariwisata Gianyar itu. Kasus yang terjadi pada Februari 2007 ini berakhir dengan kedamaian di kedua belah pihak.

Kasus adat lainnya terjadi di Banjar Kedewatan Desa Bongkasa Kecamatan Abiansemal Badung. Warga yang mendapat sanksi adat tidak boleh mendapat pelayanan dinas seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

“Seharusnya sanksi adat tidak boleh berdampak pada hilangnya hak seseorang untuk  mendapat layanan sebagai warga negara,” kata Gendo.

Masih tumpang tindihnya persoalan adat dengan persoalan dinas, menurut Gendo, adalah imbas dari Otonomi Daerah. “Karena itu negara juga tidak bisa lepas tangan,” tambah aktivis yang pernah dipenjara ini.

Di sisi lain, HAM juga belum menjadi perhatian kalangan warga adat sehingga seolah-olah atas nama adat, semua boleh dilakukan meski itu menghilangkan hak dasar orang lain. “Karena itu, kita juga harus melibatkan Desa Pekraman untuk perlindungan HAM ini,” kata Gendo.

Hal lain yang menjadi catatan tiga tahun terakhir adalah adanya represi negara untuk mengekang kebebasan berekspresi dan bergerak di Bali. Dalam catatan PBHI Bali, ada tiga isu besar. Salah satunya adalah ditangkapnya 12 mahasiswa Universitas Udayana yang melakukan demonstrasi di Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar pada Juni 2005.

Saat itu polisi menangkap mereka dengan alasan mengganggu ketertiban umum. Oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, 12 mahasiswa itu dihukum enam bulan percobaan.

Kasus lainnya adalah penangkapan penyanyi Ed Eddy & Residivis pada Oktober 2006 lalu. Dua anggota band ini yaitu Igo dan Eddy ditangkap polisi karena dianggap menghina institusi polisi lewat lagu “Anjing”. Keduanya divonis bersalah oleh PN Denpasar dengan hukuman satu tahun percobaan.

“Kebebasan berekspresi dan bergerak adalah hak setiap orang yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Negara harus memberikan jaminan terhadap hak dasar tersebut,” kata Widhiyanti. [b]

Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Anton Muhajir

Anton Muhajir

Jurnalis lepas, blogger, editor, dan nyambi tukang kompor. Menulis lepas di media arus utama ataupun media komunitas sambil sesekali terlibat dalam literasi media dan gerakan hak-hak digital.

Related Posts

Ini Cerita Arsa, Remaja Rasa Anak-anak

Pengalaman Orang Tua dengan Anak Neurodiversitas

6 November 2025
BaleBio, Prototipe Arsitektur Regeneratif

BaleBio, Prototipe Arsitektur Regeneratif

6 November 2025
Pelatihan Olah Limbah Bambu di Bamboo Academy

Pelatihan Olah Limbah Bambu di Bamboo Academy

5 November 2025
[Matan Ai] Bali dan Pembusukan Pembangunan

In memoriam Timothy: Bunga yang Dirontokkan di Bumi

5 November 2025

Menikmati Puisi dan Los Buku di UWRF 2025

4 November 2025
Resensi Buku: Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

Resensi Buku: Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

4 November 2025
Next Post

Hantuchova dan Schynder Unggulan Utama

Comments 1

  1. DESSY says:
    15 years ago

    Ada baiknya adat lebih mempertimbangka HAM agar tidak disebut arogansi!!!

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Ini Cerita Arsa, Remaja Rasa Anak-anak

Pengalaman Orang Tua dengan Anak Neurodiversitas

6 November 2025
BaleBio, Prototipe Arsitektur Regeneratif

BaleBio, Prototipe Arsitektur Regeneratif

6 November 2025
Pelatihan Olah Limbah Bambu di Bamboo Academy

Pelatihan Olah Limbah Bambu di Bamboo Academy

5 November 2025
[Matan Ai] Bali dan Pembusukan Pembangunan

In memoriam Timothy: Bunga yang Dirontokkan di Bumi

5 November 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia