Amarawati Art Community menggelar pameran bersama.
Pameran Komunitas Perupa Tampaksiring yang bertajuk “Peradaban Air: Pakerisan-Petanu” itu digelar di Bentara Budaya Bali (BBB), Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No. 88A, Ketewel, Gianyar, besok hingga akhir bulan ini.
Pameran akan dibuka secara resmi Jumat (19/8) pukul 18.30 Wita.
Sebagai fokus pameran ini, para seniman berupaya menerjemahkan peran sentral “Air” dalam peradaban Bali, khususnya di Tampaksiring.
Menurut kurator pameran ini, Made Susanta Dwitanaya, menarik mencermati bagaimana 31 perupa dengan kecenderungan stilistik dan karakter visual tersendiri ini menfasirkan tematik melalui medium seni visualnya masing-masing.
“Pameran ini menghadirkan kekayaan sudut pandang dari masing-masing senimannya dalam merespon tema tentang Peradaban Air. Ada yang mengetengahkan aspek spiritual, mitologis, historis, ekologis, maupun sosial,” ungkap Susanta.
Eksibisi menghadirkan 30 lukisan, 6 karya fotografi dan 2 seni patung. Adapun para perupa yang berpameran antara lain: I Made Suwisma, I Wayan Arya Aripta Guna, I Putu Edy Asmara Putra, I Made Muliana “Bayak “, I Nyoman Suarnata, Ida Bagus Ketut Djiwartem, Pande Wayan Suputra, I Made Kartiyoga, dan I Wayan Arinata.
Pelukis lain adalah I Made Renaba, Ngakan Ketut Parweka, Ida Bagus Sudana Astika, Ida Bagus Asmara Wirata, Ida Bagus Dewangkara, Dewa Gede Saputra, Ngakan Agus Artha Wijaya, Jro Mangku Jiwatman, Ni Komang Atmi Kristiadewi, dan Ni Nyoman Kartika Tri Dewi.
Turut serta juga I Made Sudiana “Pedjeng”, I Nyoman Kandika, I Made Suwi, I Made Adi Putra Sentana, I Made Ardiana, I Gede Arya Danu Palguna, I Wayan Gede Kesuma Dana, Jro Mangku Nyoman Sutrisna, I Wayan Gede Suwahyu, I Ketut Darmayasa, Putu Krisna Soma Mayudata dan Damar Langit Timur.
Serangkaian pameran yang berlangsung hingga 29 Agustus 2016 ini akan diselenggarakan pula diskusi dan workshop seni rupa pada Minggu (28/8). Para perupa akan berbagi pandangannya tentang proses kreatif mereka selama ini terutama dalam merespon tematik seputar Peradaban Air di tanah kelahiran mereka, Tampaksiring.
Sementara workshop akan mengetengahkan praktik plasticology bersama Made Muliana ‘Bayak’ dan melukis kober di bawah arahan Ida Bagus Dewangkara.
Lebih jauh, melalui karya-karya dua dimensi yang dipamerkan tecermin bahwa para seniman Tampaksiring tak hanya terkungkung oleh kebesaran masa lalu berupa tinggalan historis atau jejak arkeologis, melainkan juga merayakan kekinian sebagai pencipta yang merdeka.
Peninggalan-peninggalan kerajaan Bali Kuno atau kerajaan Bali pra Majapahit, banyak ditemukan di daerah dataran tinggi dan sepanjang daerah aliran sungai, terutama Pakerisan, Petanu, Tampaksiring, Pejeng, hingga Bedulu (Gianyar) dan juga di sekitar wilayah Kintamani, Bangli.
Banyak tinggalan arkeologi dan jejak historis di wilayah tersebut, mencerminkan kepercayaan masyarakat Bali yang menganut agama Hindu, pada beberapa teks lontar sering disebut sebagai Agama Tirtha, dimana air merupakan unsur penting dalam setiap ritual keagamaan. Sejumlah candi yang dapat ditemui pada wilayah itu, semisal: Candi Gunung Kawi, Candi Kerobokan, Candi Kelebutan, dan Candi Jukut Paku.
Boleh dikata pameran bersama kali ini tertaut juga dengan peristiwa sebelumnya, yakni pameran “Mahendradatta: Jejak Arkeologis dan Sosok Historis”, kerjasama Bentara Budaya Bali dengan Balai Arkeologi Denpasar (April 2016), di mana para perupa Amarawati Art Community: Komunitas Perupa Tampaksiring turut terlibat dengan menampilkan karya-karya sket hasil on the spot di situs-situs tinggalan tersebut. [b]