Oleh Luh De Suriyani
Sekitar lima puluh orang yang terdampak HIV menanam ratusan batang pohon di kawasan daerah gersang di Denpasar Selatan pada Peringatan Hari AIDS Internasional, 1 Desember. Sebagian dari mereka yang positif HIV berbaur dengan warga Desa Sidakarya, menanam berbagai jenis pohon buah dan bunga.
Misalnya Nyoman Suwinda, 39 tahun. Ia terpaksa telat minum methadone, jenis opiat sintesis sebagai terapi substitusi heroin di Klinik Methadone Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Sejak pukul 6 pagi, pria yang hampir tiga tahun ini juga hidup dengan virus HIV telah berkumpul di Banjar Desa Sidakarya untuk berkoordinasi dengan warga sekitar.
“Badan saya keringatan karena efek terlambat minum methadone. Keringatan sakaw (efek ketagihan zat methadone) bercampur keringat beneran,” katanya terengah-engah setelah menanam lebih dari sepuluh pohon. Pak Man, panggilan akrabnya, kini ketergantungan methadone setelah memutuskan mengikuti terapi ketergantungan heroin.
Virus HIV pun didapatnya karena kebiasaan penggunaan jarum suntik bergantian saat menyuntikkan heroin sejak usia 22 tahun. Jarum suntik yang dipakai bergantian oleh pecandu heroin sangat cepat menulari HIV dari satu pengguna ke pengguna lainnya.
Pak Man masih memiliki waktu dua jam, tenggat waktu minum methadone. Sambil menahan sakaw yang mulai muncul, ia terlihat semangat berlari-lari membawa puluhan bibit pohon untuk disebarkan. “Kalau lagi sakaw, memang enaknya sambil berolah raga biar rasa sakit bisa dikurangi,” ujarnya. Kalau tidak melakukan aktivitas, sakaw malah terasa lebih menyakitkan.
Penanaman bibit pohon dilakukan di seputar Jalan Pendidikan, Tukad Badung, sampai sekitar kawasan Sidakarya. Daerah ini adalah daerah pemukiman baru yang belum ditanami pohon perindang. Program dukungan pelestarian lingkungan yang disinergikan dengan Hari AIDS Dunia ini dikoordinir Yayasan Bali+, kelompok dukungan bagi orang yang terdampak HIV dan AIDS di Bali.
Selain itu juga diikuti sejumlah kelompok dukungan sebaya bagi orang dengan HIV/AIDS (Odha) dan keluarga Odha. Misalnya komunitas pengguna methadone yang juga positif HIV, Waria Cantik+ yang mendukung komunitas waria, Home Boys untuk gay, serta Tunjung Putih kelompok dukungan bagi istri dan kerabat Odha.
Selain itu, ada juga kelompok keluarga pendukung pecandu narkoba.
Opi, salah satu istri Odha yang aktif di Yayasan Bali+ mengatakan kegiatan ini tak semata melestarikan lingkungan tapi yang program dukungan kesehatan bagi Odha seperti suaminya. “Kami punya program kesehatan eksternal, yakni menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu rumah yang baik bagi keshatan Odha adalah ruang hijau dengan kualitas udara yang baik,” ungkapnya.
Perempuan yang juga aktif di komunitas pemulihan psikis bagi korban bencana alam ini mengatakan program pelestarian lingkungan akan menjadi kalender tetap bagi komunitas Odha tiap tahun. Selain itu program ini juga bagi orang terdampak HIV seperti terapi.
“Kami telah mengalami kehilangan banyak teman yang meninggal karena HIV. Menanam pohon seperti melanjutkan harapan hidup bagi Odha dan keluarganya,” ujar Opi.
Bersama warga masyarakat di sekitar lingkungan komunitas Yayasan Bali+ ini, sejumlah Odha merasa seperti coming out atau nyaman berinteraksi dengan komunitas masyarakat luas. Mereka merasa didukung dan tidak didiskriminasikan dari kesehariannya.
Kepala Desa Sidakarya, I Nyoman Sudarma mengatakan telah mengetahui sejumlah program penananggulangan AIDS dan mendukungnya. Apalagi, Odha kini aktif bekerja sama dengan masyarakat luas tidak hanya pada program HIV tapi pelestarian lingkungan. Kebetulan juga, pada 1 Desember pemerintah Kota Denpasar meminta setiap institusi desa melakukan penghijauan, bagian dari upaya pengurangan pemanasan global.