Kabupaten Badung, salah satu kabupaten di Indonesia terkaya, hanya memiliki satu museum yang kini masih ditelantarkan. Museum Manusa Yadnya, yang dibuat pada era 1979 dan sejak 1997 diambil alih Dinas Kebudayaan Badung ini kondisi koleksinya memprihatinkan.
Museum yang memajang replica perlengkapan sarana upacara untuk manusia Hindu Bali ini sudah hampir selesai direhab secara fisik. Namun koleksi utama museumnya masih belum ditata. Sejumlah replica perlengkapan ritual belum dikelompokkan sesuai urutannya.
“Anggaran dananya sedikit. Semoga tahun ini anggaran sekitar Rp 400 juta bisa turun untuk penyelesaian fisik dan penambahan koleksi,” kata I Gede Sujana, Kepala Museum Manusa Yadnya Agustus lalu.
Sujana mengatakan walau Manusa Yadnya museum satu-satunya yang dimiliki Badung, anggaran dana yang diberikan tahun 2010 masih sedikit. Ia merinci Rp 10 juta per tahun untuk perawatan dan Rp 23 juta untuk pengisian koleksi baru.
Hanya gedungnya yang cukup megah, berdiri di sebelah Taman Ayun, kompleks istana Raja Mengwi yang ramai dikunjungi ratusan wisman tiap hari. Sementara Museum Manusa Yadnya sangat sedikit dikunjungi. Pertama, tidak ada papan nama di depan pintu masuk.
Ketika masuk, pengunjung harus melewati dua stage besar, terbuka dan tertutup. Sementara museum berada di belakang. Tidak ada informasi apapun yang bisa memandu pengunjung. Kita harus berteriak memanggil pegawai yang berjaga.
Koleksi museum ada di lantai II. Juga tidak ada informasi yang layak di tempat yang memajang aneka upakara Manusa Yadnya ini. Hanya dipajang di dalam lemari-lemari kaca seadanya.
Pengetahuan mengenai upakara manusia Bali ini dimulai dari upacara agama ketika bayi dalam kandungan. Setelah itu upacara 3 bulanan bayi, 6 bulanan, lalu upacara naik dewasa. Berikutnya upacara perkawinan sampai kematian.
Museum ini dibuka secara resmi pada 2008 dengan memamerkan koleksi peralatan upacara Pitra Yadnya meliputi upacara Ngaben dan Memukur. Di antaranya sarana pembakaran jenazah seperti bade untuk mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta, lima unsure kehidupa seperti tanah, api, udara, dan angkasa ke asalnya.
Namun pembangunan museum ini sudah dirintis pada 1974, merupakan bagian dari pembangunan Mandala Wisata Mengwi, kawasan wisata di Mengwi sebagai pusat informasi Kabupaten Badung. Koleksi utama museum ini adalah benda-benda budaya yang berhubungan dengan upacara daur hidup manusia Bali.
Misalnya salah satu seniman pembuat bade, AA Bagus Sudarma dari Kapal, Badung membuat replica bade tumpang tujuh yang biasa dipakai untuk membakar jenazah raja-raja dan pandita.
Sujana mengakui, sebagai museum, Manusa Yadnya belum layak dikunjungi walau sudah dibuka secara umum. Koleksinya tak tertata, tidak ada papan informasi, dan lainnya. “Museum ini mungkin satu-satunya di Asia Tenggara yang memajang peralatan upacara ritual agama,” katanya.
Sementara salah seorang petugas museum lainnya, AA Ngurah mengatakan telah membuat surat undangan pada sejumlah sekolah agar siswanya berkunjung. “Tapi, sulit sekali mengajak mereka datang. Wisawatan mancanegara juga belum banyak tahu soal museum ini,” katanya.
Ngurah yang juga seniman topeng dari Gianyar ini memiliki mimpi suatu saat museum Manusa Yadnya bisa menjadi tempat diskusi soal ritual-ritual upakara di Bali yang beragam. “Bali punya sejarah panjang soal banten yang sudah dilupakan. Tapi museum ini belum bisa menginformasikannya secara lengkap,” imbuhnya.
Sedikitnya ada 21 museum di Bali yang dikelola pemerintah dan swasta. Penulis Inggris, Richard Mann menulis dua edisi buku tentang museum di Bali berjudul Treasures of Bali. [b]