Tanggal 26 Mei 2021 adalah tanggal merah. Saya memutuskan untuk berkunjung ke Pantai Matahari Terbit dengan bus Trans Metro Dewata di pagi hari. Saya membawa kartu Flazz milik ibu saya menggantikan kartu e-money yang biasanya saya bawa.
Sekitar pukul 5.55 WITA bus tiba di halte Plaza Renon. Mesin tap di samping pengemudi tidak dapat digunakan. Layarnya hanya menunjukkan angka-angka saja.
Sekitar dua jam kemudian, saya hendak kembali dengan moda transportasi yang sama. Kali ini saya tidak sendiri. Ada empat penumpang lain yang masing-masing juga membawa kartu uang elektronik. Dari pakaiannya, sepertinya mereka berolahraga di pantai tadi. Mungkin jogging atau berlari. Ada pula seorang pegawai Dishub yang memotret beberapa bagian bus sebelum turun di Halte PD Parkir.
Saya menjadi penumpang pertama yang naik dari Halte Matahari Terbit. Mesin tap kali ini berfungsi. Tap. “Pembayaran Gagal,” tertulis di layar. Lampu merah menyala pada mesin. Bingung, saya tetap naik saja dan duduk di kursi di belakang pengemudi sembari mengusapkan hand sanitizer yang tersedia di bus pada telapak tangan. Pengemudi bus pun tidak menghiraukan perkara “Pembayaran Gagal” tersebut.
Lalu satu per satu penumpang lain pun ikut naik dan mengetap kartu masing-masing. “Pembayaran Gagal,” respons mesinnya sembari mengeluarkan lampu merah sebanyak empat kali terlihat dari tempat duduk saya. Apakah ini normal karena biaya angkutannya masih nol rupiah?
Beberapa minggu sebelumnya, saya juga pernah menggunakan bus Trans Metro Dewata. Kali itu saya membawa kartu e-money, kartu yang saya pegang sejak 2017 dan pernah saya pakai untuk pembayaran TransJakarta, Trans Jogja, dan MRT Jakarta sebelumnya. Tidak pernah ada masalah saat melakukan pembayaran untuk ketiga moda angkutan umum tersebut.
Sore itu saya menunggu bus di Halte Matahari Terbit pula. Ada seorang pria yang naik ke dalam bus sebelum saya. Saya tidak tahu kartu apa yang dia gunakan tetapi setelah mengetap respons yang dikeluarkan mesin adalah “Pembayaran Berhasil” dan lampu hijau menyala.
Saat giliran saya mengetap, hasilnya sama seperti yang saya alami tanggal 26 Mei kemarin. Respons yang selalu saya terima setiap kali menggunakan layanan angkutan umum tersebut.
Penasaran, saya coba tanyakan perihal “Pembayaran Berhasil” tersebut pada grup WhatsApp “Fans TEMAN Bus Bali”. Apakah hanya uang elektronik tertentu yang akan menghasilkan respons berupa lampu hijau? Seharusnya tidak karena promosi mereka menekankan bahwa mereka menerima semua jenis uang elektronik dari bank manapun.
Tapi saya sempat curiga demikian karena di dasbor setiap pengemudi selalu ada kartu Brizzi. Apakah saldo di kartu saya tidak mencukupi? Seharusnya juga tidak karena tarif layanan masih digratiskan sehingga tidak berdampak pada saldo kartu.
Seorang wanita atas nama Sdri. Paramita menjawab pertanyaan saya dengan memberikan permohonan maaf terlebih dahulu. Dia tidak menyebutkan dirinya dari instansi mana tapi pada jawaban di chat dia menggunakan kata “kami” seolah mewakili suatu institusi. Tulisnya ada dua kemungkinan – saldo tidak mencukupi (yang sudah saya tepis teorinya sebelumnya) atau mesin sedang tidak responsif. Jelasnya, mesin tap membutuhkan waktu tiga detik sebelum siap membaca kartu. Kurang dari itu maka mesin akan memberikan respons galat.
Mesin tidak siap adalah teori yang paling masuk akal sejauh ini. Namun ketika setiap kali menggunakan layanan Trans Metro Dewata respons yang saya dapatkan dari mesin selalu “Pembayaran Gagal” justru patut dipertanyakan kenapa mesin seringkih itu dipasang.
Bagaimana jika TEMAN Bus sudah tidak digratiskan lagi? Potensi pendapatan untuk menutup biaya operasi layanan malah hilang karena mesinnya sering galat. Atau mungkin saya harus tanya pria yang naik bus di Halte Matahari Terbit sore hari itu kartu apa yang dia gunakan.
Saya sempat juga cancle naik bus metro dewata koridor 1, karna e-money mandiri saya gagal. Dan kartu saya itu saya pastikan ada saldo yang cukup