Kita mulai menapaki 2012 dengan perasan khawatir akan masa depan kebebasan pers di Bali.
Hal itu karena sampai akhir tahun 2011 belum terlihat tanda-tanda bahwa Gubernur Bali Made Mangku Pastika akan menggunakan hak jawab dalam menyelesaikan sengketa pers dengan pihak media Bali Post.
Karena itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar ingin menyampaikan kembali bahwa hak jawab bukanlah hak yang biasa. Hak jawab sejatinya adalah sebuah penghormatan yang diberikan kalangan pers bagi mereka yang melibat kebebasan pers sebagai instrumen penting penegakan demokrasi. Hak jawab merupakan kehormatan untuk ikut mendidik media yang melakukan kesalahan dengan tetap memuliakan hak hidup media tersebut.
Hak itu pun merupakan batu ujian, seberapa dalam wawasan serta kematangan cara berpikir seorang pemimpin di era demokrasi yang membuatnya berhasil melampaui kepuasan pribadi dan mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Namun demikian, AJI Denpasar pun ingin mengimbau pihak Bali Post untuk terus menunjukkan itikat baiknya guna menyelesaikan masalah ini secara damai dengan menggunakan hak jawab. Setidaknya karena Dewan Pers telah menyatakan bahwa Bali Post telah membuat berita dari sumber kedua tanpa melakukan konfirmasi kepada sumber pertama, dalam hal ini Gubernur Bali Made Mangku Pastika.
Penggalangan massa dan opini hanya akan memperuncing persoalan dan menutup peluang bagi perdamaian.
Lebih dari sekadar persoalan itu, AJI Denpasar memandang, gugatan Gubernur Bali tersebut, merupakan peringatan keras bagi seluruh kalangan pers di Bali untuk segera memperteguh komitmennya bagi penegakan kode etik jurnalistik. Prinsip dasar etika jurnalistik untuk memenuhi syarat akurasi, keberimbangan dan kredibilitas harus benar-benar menjadi nafas dalam menjalankan peran pers sebagai wahana penyampaian informasi bagi publik.
Penegakan itu sekaligus akan menjadi perlindungan pertama dan utama bagi jurnalis, sementara hak jawab hanyalah perlindungan terakhir setelah kode etik ditegakkan. Kebebasan pers sendiri tidak boleh diartikan sebagai kebebasan untuk memperlakukan informasi semata-mata sebagai komoditas ekonomi atau pun politik. Kebebasan harus diartikan sebagai kesempatan yang seluas-luasnya untuk menyajikan informasi dan opini yang bermanfaat bagi publik.
Dalam konteks itu pula, AJI Denpasar menyerukan kepada media massa di Bali untuk menyajikan informasi secara jujur kepada masyarakat. Yakni dengan melakukan pemilahan yang lebih tegas antara berita dan iklan/ advertorial.
Pemilahan dapat dilakukan dengan pemberian kotak khusus, kode adv atau dengan membedakan font tulisan. Hal itu agar masyarakat mengetahui persis bahwa advertorial hanyalah mewakili kepentingan pemasangnya dan berada di luar tanggungjawab redaksional media itu.
Hanya dengan penegakan kode etik dan kejujuran kepada publik, pers akan mendapatkan tempat dan martabat yang layak. Publik tidak akan ragu-ragu lagi untuk melakukan pembelaan terhadap pers karena benar-benar dapat merasakan manfaatnya. Informasi merupakan darah bagi dinamika masyarakat dan pers yang sehat merupakan alat untuk memastikan informasi tersebar secara luas, cepat dan tepat.
Pers juga harus berfungsi sebagai wahana diskusi agar eksponen masyarakat dapat bertukar pendapat dan gagasan guna memecahkan masalah-masalah bersama. [b]
Kalo mengungkapkan isi hati, curhat, menumpahkan kekesalan apa yg kita rasakan di dalam blog, apakah di lindungi undang-undang? Seandainya iya, boleh tau ga saya rujukannya.
Salam,
I Khelor
jawabnya hanya ada pd diri kita. sebelum nulis pikirlah dulu agar jangan sampai melukai perasan orang atau menyinggung. resiko melanggar tentu sanksi hukum. parahnya lagi ruang gerak si penulis akan diintai oleh pihak yang merasa dijatuhkan dn berujung pd penganiayaan.bijaklah ngeblog agr tidak mati konyol.blog tidak ada badan hukum yang melindungi. selayaknya media arus utama atau pers.
i camplung