Sudah dua hari pusing “nguing nguing” kepala ini tak juga hilang.
Penyebabnya gigi geraham ujung sebelah kiri sudah berlubang parah. Hanya tersisa sedikit saja gigi yang terlihat. Sakitnya minta ampun karena peradangan. Sore itu, saya mengunjungi dokter gigi BPJS Kesehatan pilihan saya.
Setelah menyerahkan kartu BPJS Kesehatan kepada administrasi klinik, saya lalu menunggu antrean tiga orang pasien lainnya. Lumayan juga menunggunya. Satu pasien perlu waktu rata rata 20 – 30 menit. Artinya, 3 pasien lagi ya hampir 1,5 jam waktu menunggunya.
Saat pemeriksaan tiba, ternyata sang dokter gigi (yang manis sekali) mengatakan bahwa lokasi gigi geraham yang akan dicabut berada di ujung. Kondisinya sudah rusak parah. Hahaha. Tentu berbau pula. Maaf, ibu dokter manis.
Karena itu perlu dilakukan rontgen tiga dimensi untuk mengetahui posisi gigi tersebut beserta kondisi akar di bawah gusi yang tak tampak oleh mata telanjang. Biasanya, ibu dokter menambahkan, pencabutan gigi geraham paling ujung belakang memiliki risiko karena tingkat kesulitan lokasi dan adanya simpul saraf yang terhubung ke mana-mana.
Hiii serem juga mendengarkannya. Walau senang juga mendapatkan informasi lumayan detil begini.
Tentu saja di dokter gigi yang merupakan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) BPJS Kesehatan tidak ada alat rontgen tiga dimensi. Harganya tentu ratusan juta. Maka proses selanjutnya, tentu meminta surat rujukan ke fasiltas kesehatan (faskes) lebih tinggi atau faskes sekunder yakni di Rumah Sakit Angkatan Darat (RSAD) Udayana.
Kondisi RSAD Udayana yang lapang dan hijau serta dilengkapi lapangan di tengahnya membuat suasana alami dan menyegarkan mata. Walau tidak terlau banyak antrean, cukuplah menunggu 30 menit di loket registrasi.
Sambil menikmati suasana, sesekali bertegur sapa dengan sesama pasien. Bertukar cerita, berbagi kisah derita. Hahaha…
Singkat cerita, teryata di RSAD Udayana hanya ada alat rotgen biasa versi lama yang dua dimensi saja. Nah terus bagaimana? Ternyata mesin canggih alat rontgen tiga dimensi tersebut adanya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya. Jadi ya lagi lagi minta surat rujukan untuk dirujuk ke RSUD Wangaya.
Masalahnya, repot juga cari cari waktu lagi untuk ke RSUD Wangaya. Belum lagi nyut nyut gigi ini bila kambuh karena lubangnya kemasukan sisa makanan. Lumayan bikin sewot jadinya.
Karena sudah tidak tahan, okelah. Sya khusus ambil cuti untuk berangkat ke RSUD Wangaya. Ini pertama kali saya jadi pasien di RSUD Wangaya. Kalau sekadar berkunjung sih sudah pernah. Sekian waktu lalu saat membesuk karyawan dan tetangga yang sakit dan opname di sana.
Pagi pukul 07.35 Wita saya sudah memparkir sepeda motor. Lalu SURPRISE….!!! Di depan loket registrasi sudah full tak ada tersisa kursi kosong. Di papan elektronik tertulis nomor antrian 93. Benar benar luar biasa!!
Sepagi ini sudah nomor antrian hampir 100. Untungnya ada loper koran. Sambil membaca koran dan melirik memandangi staf penerima tamu di dekat pintu masuk yang manis berbaju endek dan petugas wanita BPJS Kesehatan di bagian belakang yang juga manis manis.
Sesekali mengamati raut wajah dan tingkah laku para pasien yang beraneka ragam.
Lumayanlah untuk mengisi waktu. Hingga akhirnya pukul 09.55 Wita, nomor antrian 93 terpanggil. Syukurlah.. Setelah 2 jam 20 menit “menikmati” penantian ini. Antre dan menunggu.
Inilah masalah para pengguna BPJS Kesehatan. Jadi siap-siaplah menyiapkan senjata untuk membunuh waktu jika menunggu dalam antrean layanan BPJS Kesehatan. [b]