Batik, sebagai warisan budaya Indonesia yang tak ternilai, telah menghiasi sejarah dan kehidupan masyarakat selama berabad-abad. Dibalik setiap motif dan warna yang indah tersembunyi cerita-cerita dari masa lampau, dan inilah yang membuat pameran batik tahun 1910 “Pasang Surut” menjadi begitu menarik dan bermakna.
Pameran yang diadakan di Masa Masa yang pada 12 Agustus hingga 30 September ini memamerkan sejumlah batik kuno yang telah disimpan dan dilestarikan selama lebih dari satu abad. Para pengunjung diundang untuk mengintip ke dalam lembaran sejarah yang dijalin dengan benang-benang indah pada kain.
Setiap batik memiliki ciri khas dan motif yang unik, mencerminkan keanekaragaman budaya dan kerajinan yang melekat pada masyarakat Indonesia. Menampilkan elemen Jenggala (hutan) dan Segara (air). Jenggala mewakili warna yang lebih dekat dengan hutan dan berbagai dedaunan yang tergabung dalam batik Demak, Kudus dan Semarang. Segara mewakili unsur air dengan ikan dan udang rebon yang menjelma menjadi tanaman pada batik Tuban, Rembang dan Lasem.
Lebih dari sekadar seni rupa, pameran ini juga menjadi jendela ke masa lalu. Pengunjung diajak untuk merenungkan perubahan dalam teknik pembuatan batik, pergeseran dalam motif dan warna, sehingga tercipta tema tersendiri yakni Gedog Tuban, Si Merah Lasem, dan Batik Tiga Negeri, diwarnai di tiga kota.
Dikutip dari press release, setiap tema memiliki cerita berbeda. Gedog Tuban dengan kehidupan agrarisnya yang erat kaitannya dengan simbol pertanian. Si Merah Lasem yang terkenal dengan batik dengan warna merah yang berasal dari mengkudu (noni). Dan yang terakhir, Batik Tiga Negeri, diwarnai di tiga kota yang dikembangkan pada tahun 1910 di Solo oleh Tjoa Giok Tjiam, corak batik yang diwarnai tiga warna berbeda di tiga kota menjadi sangat populer. Batik Tiga Negeri menampilkan warna biru nila Tuban yang kaya, warna merah tua Lasem, dan coklat kopi klasik Solo.
Pameran ini diawali oleh pembukaan dan tarian yang diiringi oleh live musik yang dibawakan oleh Orasaré. Terlihat menonjol dan cantik, terdapat instalasi projection mapping dengan visual batik yang sangat memukau.
Awalnya, kami berasumsi bahwa setiap kain pada pameran ini adalah kain yang sengaja dibuat untuk dipamerkan di pameran tersebut yang terinspirasi pada motif dan situasi tahun 1910-an. “Kain batik ini merupakan kain yang memang dibuat sejak tahun 1910-1950 sesuai dengan tahun yang tertera pada setiap penjelasan kain,” tutur pemandu pameran.
Setelah mendengar penjelasan dari pemandu pameran tersebut membuat makin terpukau. Selain pameran wastra, Pithecanthropus dan Masa Masa juga menawarkan serangkaian workshop setiap hari Sabtu selama pameran berlangsung. Pengunjung bisa belajar membuat batik colet, payung kertas, dan berbagai workshop lainnya.
,