Jaja bantal, klepon, nagasari dan kue cucur sungguh enak dan menggoda untuk disantap.
Berbeda dengan yang dilakukan 16 orang anak muda ini. Mereka tak hanya mencicipi tapi belajar memotret jajanan tradisional tersebut Minggu lalu.
Mayoritas peserta yang merupakan anggota komunitas Healthy Food Healthy Living (HFHL) Bali ini belajar teknik memotret dan membuat caption/keterangan foto jajanan berbahan beras.
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali menjadi tuan rumah pelatihan ini. Mulai tahun 2014, HFHL Bali resmi menjadi program PPLH Bali yang didukung oleh VECO Indonesia.
Peserta nampak antusias menyimak pemaparan materi oleh Widnyana Sudibya, seorang fotografer senior di Bali.
Fotografer berlatarbelakang pendidikan arsitektur Universitas Udayana, Bali ini menjelaskan teknik pengambilan foto dan pengalamannya dalam memotret. “ Sebelum kita berburu foto, harus berbekal narasi terlebih dahulu. Secara teori tentukan pesan utamanya terlebih dahulu. Itu merupakan sebuah riset kecil. Selain itu perhatikan cahaya dan perhatikan sudut pemotretan,” jelas pria 58 tahun ini.
Widnyana Sudibya pun menegaskan alat yang digunakan untuk memotret bukanlah masalah. Sekali pun hanya menggunakan kamera ponsel. “Kalau mau memotret makanan pilihlah background foto yang bagus,” tambahnya sambil menunjukkan foto makanan yang dipotretnya.
Peserta pun tergugah. Hanya bermodalkan kamera ponsel, makanan pun bisa menjadi foto yang menarik.
Makanan dipilih menjadi tema pelatihan kali ini. Khususnya jajanan tradisional berbahan beras. Hal tersebut juga menjadi fokus kegiatan study and learning HFHL Bali yang akan membantuk tim riset jajanan tradisional nanti.
Tidak hanya mendapat materi, peserta melakukan praktik lapangan. Memotret langsung keberadaan jajanan tradisional yang masih tersisa di lapak pedagang pasar.
Pasar Badung, Sanglah dan Kereneng menjadi tempat berburu foto jajanan. Peserta dibagi menjadi 3 kelompok dan siap memotret dengan kamera ponsel mereka.
Setelah mendapat foto, foto diunggah ke media sosial twitter dengan tagar #jajabali. Seperti arya Yuna Keni Faradita yang berjudul “Nagasari, Tersudut di antara Modernisasi Jajanan”. Melalui fotonya Yuna menggambarkan posisi jajan nagasari di pojok nampan dagangan yang masih tetap dijual hingga kini.
Berbeda dengan foto karya Dentisna yang menggambarkan nagasari, kue cucur dan jaja clorot bersanding apik dalam sebuah piring. Walaupun judul foto “Santai dan Kumpul Siang bersama Jajanan Tradisional” kurang menarik, Dentisna mampu memadukan ketiga jenis jajanan tersebut dalam sebuah piring di atas meja dengan background tanaman hijau.
Keterangan foto yang cukup menarik ditulis oleh Gita Puspita. Dengan judul “Kumpulan Jaja Beras Bali Menanti Dibeli”, Gita menampilkan beraneka jajanan berbahan beras di atas nampan pedagang di Pasar Kereneng.
Memotret makanan tidak semudah dibayangkan. Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa peserta. “Pencahayaan yang susah saat mengambil foto di dalam pasar,” ujar Vita.
Misa, salah seorang peserta dari Fakultas Pariwisata Unud berpendapat kendala yang dihadapi karena pengambilan foto pada siang hari di pasar. “Sebenarnya gampang, karena kesiangan jajanan di pasar sudah tidak banyak lagi. Malu juga menyusun barang dagangan orang untuk difoto,” komentarnya.
Menurut fasilitator pelatihan ini, Anton Muhajir memotret jajanan akan lebih menarik jika dengan mengambil sudut pemotretan dari atas.
Menangkap angle sebuah objek memerlukan kemampuan khusus. Selain itu keterangan foto harus cukup singkat dan informatif.
Di akhir acara, foto terpilih mendapatkan hadiah berupa kaos. [b]