Anak-anak terinfeksi HIV di Bali sangat mengandalkan uluran tangan warga.
Hingga kini tak ada anggaran khusus untuk anak-anak dari pemerintah secara berkelanjutan. “Kami harus membuat sejumlah penggalian dana terus menerus untuk 9 anak HIV positif yang kami dampingi. Tiga di antaranya sudah meninggal karena kekurangan gisi dan sulit mengakses pelayanan kesehatan,” ujar Novita E. Wuntu, aktivis Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI) Bali.
Novita mengatakan hingga kini YCUI kerap membuat proposal bantuan ke perusahaan atau lembaga kemanusiaan lain khusus untuk bantuan anak-anak positif HIV di Buleleng, Ubud, dan Denpasar itu.
Ia mengatakan bantuan Komisi Penanggulangan AIDS Bali hanya berusia setahun pada 2010. Saat itu ada 100 anak positif dan terdampak yang mendapat bantuan uang beasiswa, nutrisi, beras, telur dan lainnya tiap bulan. Orang tua mereka positif.
YCUI ketika itu mendampingi lima anak positif di Buleleng yang mendapat bantuan ini. “Bantuan ini sangat membantu, karena nyaris semuanya sangat miskin dan tidak punya dana khusus untuk makanan yang lebih baik,” katanya.
Sayangnya bantuan itu terhenti. Pada 2011 ini YCUI mengandalkan bantuan musiman dari donator. Misalnya, bantuan susu dari Bank Commonwealth dan sejumlah warga yang bersimpati.
Di Buleleng baru terjangkau dua anak-anak positif HIV yang kehilangan kedua orang tuanya karena HIV. Seorang anak laki-laki sudah diasuh sebuah lembaga peduli anak dan seorang lagi diasuh pamannya. “Anak-anak dengan HIV sangat rentan sakit seperti batuk dan sesak nafas karena itu perlu bantuan yang pasti,” kata Novita yang bertugas mendampingi ODHA mengakses obat di rumah sakit ini.
Lebih Senang
Akhir pekan lalu, sejumlah lembaga peduli perempuan dan anak menyerukan kampanye perlindungan bagi perempuan dan anak yang terdampak HIV/AIDS di Bali. Salah satunya penyediaan antiretroviral (ARV) sirup untuk anak-anak dan memastikan akses kesehatan yang non diskriminatif.
Komitmen ini dihasikan dalam workshop rangkaian 16 hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan pada 25 November – 10 Desember ini, di Denpasar. Pusat kampanye akan dilakukan di Kabupaten Bangli, salah satu kabupaten yang tidak memiliki lembaga pemerintah maupun non pemerintah terkait perlindungan perempuan dan anak di Bali.
“Kasus kekerasan perempuan dan anak kerap tak ditangani di Bangli. Selain tidak punya perangkat pemerintah juga karena warganya lebih senang membiarkan,” kata Ni Nengah Budawati, warga Bangli dan Direktur LBH Aliansi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) ini.
“Lebih dari 100 anak yang positif HIV dan ratusan lain di Bali yang terdampak akibat orang tuanya terinfeksi membutuhkan dukungan pengobatan dan kepastian bisa bersekolah tanpa diskriminasi,” ujar Putu Utami, Direktur Yayasan Spirit Paramacitta, lembaga pendampingan ODHA sejak 2001 ini.
Ia mengatakan akses ARV bentuk sirup sangat penting untuk balita dan anak-anak namun persediaannya di Bali tak bisa dipastikan. “Kami sering diminta dokter memberikan pil ARV yang sudah digerus saja karena tidak ada jenis sirup,” tambahnya.
Selain itu, dokter spesialis anak yang mengerti pengobatan untuk anak-anak dengan HIV menurutnya sangat langka. Putu Utami menyebut hanya ada satu dokter anak yang bisa memberikan konsultasi, walau tak bisa tiap saat karena kesibukan dokternya.
Selain pengobatan, anak terdampak HIV juga mendapat diskriminasi saat akan bersekolah. Kondisi ini kadang tak bisa dipecahkan Dinas Pendidikan karena tak paham. Spirit Paramacitta mengatakan sebagian dari 1.805 ODHA yang pernah atau masih didampingi pernah mengalami masalah dengan akses kesehatan atau pelayanan publik yang diskriminatif. Dari jumlah itu, 766 adalah perempuan yang sebagian sudah menikah dan punya anak.
Dinas Kesehatan Bali menyebutkan jumlah bayi dengan HIV/AIDS akibat perinatal hingga akhir September sebanyak 123 orang atau 2,5 persen dari total kasus. Angka ini kumulatif sejak 1987.
Hingga September 2011, jumlah kasus HIV dan AIDS yang tercatat di Bali hampir 4833 orang. Sebanyak 74 persen terinfeksi dari hubungan heteroseksual. Selanjutnya yang terinfeksi karena penggunaan jarum suntik narkoba sebanyak 16 persen dan homoseksual (4 persen). [b]
published before on http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/09/children-with-hivaids-need-support.html
Halo, saya Dokter Tradomedical di Benin Rep satu-satunya yang menyembuhkan dan menyelesaikan semua masalah gagal. Berhenti menderita hari ini! Mengubah hidup Anda dan arsip tujuan Anda. Tidak peduli siapa Anda atau agama Anda percaya, jenis pengobatan mungkin solusi yang hanya untuk masalah Anda dengan penyakit panjang Anda. Coba ini, Anda akan melihat perubahan yang lebih baik! Jika Anda telah mencoba banyak dokter / penyembuh dengan kemajuan. jika Anda berpikir Anda telah kehilangan harapan, di sini adalah kesempatan, catatan kami berbicara untuk kita, datang ke rumah medis biodinamik penyembuhan trado. Email: shakasula@gmail.com