Dua hari lagi, Jumat, 9 Pebruari mendatang ada peringatan yang disebut Hari Pers Nasional. Sisi lain keberadaan kiprah media tersebut tidak lepas peran pendukung dari sosok pejuang penyebar informasi publik sampai ke pembaca, di antaranya sang loper koran.
Seorang loper koran yang satu ini menginspirasi. Namanya I Wayan Putu Wijaya. Dia telah melakoni loper koran sangat panjang sampai saat ini selama 37 tahun sejak tahun 1987 lalu, sedangkan usianya kini sudah memasuki lansia, 63 tahun.
Putu, demikian nama sapaan sehari-harinya, tiga anak dan dua orang cucu ini asal kelahiran Desa Liligundi, Kecamatan Bebandem, Karangasem, tinggal di bilangan Jalan Ratna Denpasar Utara. Ditemui penulis belum lama ini di rumahnya, Putu bercerita kisah manis pahit getirnya melakoni seorang loper koran sejak tahun 1987 lalu di Kota Denpasar.
Pahit, dirinya nyaris dua kali terbunuh saat mengantar koran kepada pelanggan. Manisnya ketika dirinya mendapatkan upah antar koran bisa mengurangi sedikit beban hidup tinggal di rantaun kota penuh persaingan.
Kisah awal menjadi loper koran, Putu setamat dari sekolah di SMAN Karangasem (kini SMAN 1 Amlapura 1981), Putu mencoba mengadu ke mengubah nasib ke kota Denpasar mencari pekerjaan hanya berbekal selembar ijasah SMA. Tinggal numpang di rumah keluarganya membantu kegiatan rumah tangga keluarga. Seiring perjalanan waktu mencari-cari pekerjaan selain bantu rumah tangga keluarga, Putu mencoba melamar pekerjaan sebagai tenaga honor di instansi pemerintah Kota Administratif Denpasar (Pemkot Denpasar) kini Pemerintah Kota Denpasar di seksi Pertamanan Kota.
Mengandalkan hidup sebagai pengabdi penataan taman belumlah cukup dirinya mempertahankan hidup di kota. Dia terinspirasi dari seorang loper koran setiap pagi hari melihat mengantar koran di kantor tempat kerjanya dan di jalan raya menggunakan sepeda ontel. “Memanfaatkan waktu pagi sebelum kerja kebun di kantor,” lanjutnya.
Atas informasi teman-temannya, dirinya menghubungi percetakan dan beberapa agen penjual koran di Denpasar. Dia masih ingat awal sebagai loper koran pelanggan hanya 10 eksemplar koran harian Bali Post. Seiring perjuangan waktu dan dirinya terus berusaha dari rumah ke rumah mencari pelanggan akhirnya pernah sampai memiliki 150 orang konsumen pelanggan pribadi dan instansi dari berbagai media cetak lokal dan nasional. Itu dilakoninya sampai sekarang meski usia tak lagi sekuat tenaganya dulu masih muda untuk menambah kebutuhan dapur keluarga.
Kabar gembira datang pada dirinya setelah 17 tahun lamanya menjadi tenaga harian lepas. Tahun 2009 perjuangan menuai hasil senyum sumringahpun menghias dirinya diangkat menjadi tenaga PNS golongan II/a ditempatkan di Dinas Pendapatan Kota Denpasar tempat dia menjadi tenaga harian lepas. Dan untuk terakhir dirinya memasuki purnabakti golongan II/d saat bertugas di Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kota Denpasar tahun 2019 lalu.
Meski telah menyandang PNS, dirinya tidak malu sebagai loper koran lalu lalang di jalan mengantar koran justru sebaliknya dia menambah semangat memperjuangkan hidup keluarga sesuai pesan dari almarhum orang tuanya.
Mengantar koran dia lakoni pagi-pagi buta sebelum masuk kerja. Di kala sebagian warga Kota Denpasar masih terlelap tidur berselimut di pagi-pagi buta “das lemah” (dini hari) pukul 04.00, ia sudah harus bergegas bangun dari tempat tidur. Menuju beberapa tempat percetakan dan agen besar koran menerobos dinginnya hembusan pagi, juga terkadang dihadang hujan karena pukul 07.00 dirinya sudah harus berangkat menuju kantor sebagai abdi negara.
Sepeda gayung pancal digayungnya dari pintu-pintu sudut-sudut kota menuju rumah pelanggan. Kayuhan kuat pedal sepeda itu menghilangkan rasa dinginnya pagi, keringat panaspun membasahi tubuhnya.
Cerita suka-duka masa lalu menarik dari Putu melakoni perjuangan hidupnya sebagai seorang loper koran. Peristiwa-peristiwa maut nyaris menimpa dirinya kehilangan nyawa. Kejadian lucu dan nyaris dirinya terancam dibunuh pernah dialami Putu saat mengantar koran ke pelanggan di sekitar wilayah Ubung, Denpasar.
Ia tertawa terkekeh-kekeh campur raut roman muka sedih mengenang peristiwa menuturkan kisahnya kepada penulis. Saat itu pukul 04.00 pagi-pagi buta hujan lebat, meski keadaan cuaca seperti itu dirinya wajib mengantar koran agar tidak terlambat kerja ke kantor. Lumayan jauh jaraknya dari tempat percetakan Jalan Kepundung menuju wilayah Ubung.
Sepeda gayung dikayuhnya dengan mengenakan jas hujan menerobos derasnya hujan. Karena hujan semakin lebat dia istirahat sejenak di sebuah pintu masuk sebuah rumah penduduk dan membuka jas hujan yang dikenakannya. Saat mulai buka jas, jas tersebut menimbulkan bunyi krosok-krosok. Betapa kagetnya dia, pemilik rumah mengancungkan tombak kepada dirinya dikiranya maling.
“Reflek saya mengatakan koran-koran Pak, agar dia pemilik rumah tahu bahwa dirinya loper pengantar koran pagi dan bukan pencuri,” katanya Putu tertawa terkekeh-terkekeh mengenang kisah itu.
Masih soal peristiwa dirinya nyaris terbunuh dikira pencuri saat mengantgar koran ke pelanggan di sebuah show room mobil masih seputar wilayah Ubung. Awalnya atas permintaan pelanggan agar korannya dibawa ke lantai dua. Saat melempar koran dari bawah ke lantai dua korannya tersandung pagar terali besi rumah sehingga koran jatuh ke bawah lantai halaman yang ada parkir mobil.
Saat Putu merundukkan tubuhnya ambil koran di dekat deretan mobil, seorang laki-laki dewasa karyawan show room sontak berteriak-teriak seperti orang kesurupan memegang tangannya erat-erat menuduh dirinya mencuri kaca spion mobil. “Saya jelaskan dengan suara ketakutan, dan setelah diperiksa mobilnya spion masih utuh dan orang itu paham dan meminta maaf,” tutur Putu tertawa mengenang kisah tragisnya.
Kisah lain lagi menjadi loper koran kembali diceritakan Putu. Kali ini dia tertimpa sial, semua koran yang dibawanya ditaruh di tempat duduk belakang sepeda hancur basah kuyup oleh air hujan. Saat itu hujan lebat dan jalanan sedikit gelap terhalang derasnya hujan, sepeda yang sedang dikayuh mengalami kecelakaan jatuh terjungkal di jalan berlobang genagan air. Dirinya bingung bagaimana ganti koran pelanggan. Buru-buru kembali ke percetakan tempat mengambil koran mencari koran pengganti ternyata koran habis dan posisi mesin cetak sudah mati tidak mencetak lagi.
“Ya waktu itu betul-betul saya stres rugi harga koran dan sepeda rusak. Agar pelanggan koran tidak kecewa saya beli puluhan koran di beberapa agen kios dengan harga lebih mahal dari harga percetakan,” tutur Putu mengenang peristiwa itu.
Meski telah memasuki masa pensiun usia kepala enam, Putu tidak pernah diam dari aktivitas tapi terus berjuang dan berjuang seperti halnya ia waktu masih kecil diajarkan kedua orangtuanya.
Usaha kecil sebagai loper koran masih setia ditekuninya sampai sekarang, tapi tidak lagi menggunakan sepeda ontel kesayangannya, namun menggunakan sepeda motor miliknya hasil cicilan. Apabila dia berhalangan antar koran ke pelanggan dirinya dibantu anak dan keluarganya.
Dia ingat waktu masa kecil pesan almarhum orang tuanya, katanya jangan pernah lelah berjuang mempertahankan hidup dijalan kebenaran. Pesan itu masih diingat disisa-sisa hidup masa tuanya setelah ditinggal almarhum istri.
Kini Putu melakoni aktivitas ekonomi agen kecil-kecilan menjual jamu kesehatan herbal botolan secara online dari produksi seorang sinshe penekun jamu herbal di Sukawati, Gianyar. Jamunya sangat laris manis di wilayah Bali hingga pengiriman ke luar daerah di antaranya Jakarta dan daerah lainnya di Indonesia bahkan memiliki beberapa penyalur penjual jamu.
Bertambah lagi larisnya jamu jualan Putu karena kebetulan momentnya saat itu bertepatan dengan situasi dunia saat pandemi Covid-19. Banyak masyarakat khususnya Indonesia saat itu mengalihkan perhatian jaga kesehatan alternatif menkonsumsi obat herbal diantaranya jamu.
Usaha baru Putu yang dilakoninya mencoba bidang kesehatan modern menyewakan alat terapi ion elektrik dari rumah ke rumah, atau pasien datang ke rumahnya untuk mencoba. Tak kenal lelah di usia tua.