![](https://balebengong.id/wp-content/uploads/2019/05/Pesta-Baca-TBK-01.jpg)
Taman Baca Kesiman (TBK) berusia lima tahun.
Saya mengikuti berbagai kegiatan di sana dari jauh. Dan, saya ikut bergembira bersama kawan-kawan di sana. Terutama karena TBK sudah memberikan suatu ruang publik di Denpasar. Lebih menggembirakan karena anak-anak muda dan remaja semakin banyak berkunjung.
Tujuan utama TBK ini adalah kegiatan literasi. Perpustakaan menjadi inti. Dari sana, saya kira, pendiri dan pengurusnya ingin agar mereka yang datang membangun ‘discourse’ dan bertanya. Dan dari kegiatan literasi itu bisa muncul banyak kegiatan lain.
Kalau Anda pernah ke sana, Anda akan mendapati berbagai kegiatan. Ada anak berlatih teater. Ada yang membaca (ada perpustakaan dengan ribuan buku dan ruang baca ber-AC yang nyaman). Ada yang latihan musik. Ada yang bertemu untuk sekadar mengobrol. Ada pula yang sekadar melamun. Atau pacaran. Tidak apa-apa.
Siapa saja boleh masuk. Anda tidak perlu terbengong jika menemukan kawan bercadar di sana. Saya senang melihat semua kawan dari berbagai latar belakang merasa nyaman disana.
Kali yang lain, kawan-kawan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) bicara dalam diskusi. Perempuan-perempuan yang menjadi orang tua tunggal juga membicarakan aneka tantangan hidupnya. Kawan yang penyandang disabilitas juga mendapat ruang.
Tentu tidak semua isinya adalah kaum pinggiran. Kadang TBK juga kedatangan para musisi selebriti. Pada saat ulang tahun kemarin, JRX dari Superman Is Dead (SID) yang juga Menteri Urusan Berantem dalam Kabinet Suhardi-Aldo (Dildo), berbicara tentang buku yang dibacanya. Apakah Anda kaget ketika JRX menguraikan isi novel 1984 dari George Orwell dan kemudian menyinggung “How The World Works” dari Noam Chomsky?
Musisi dari group Nostress, pujaan anak-anak muda di Bali dan semakin dikenal di tingkat nasional, juga seringkali nongol di TBK. Juga beberapa seniman menjadikan tempat ini sebagai tempat berkumpul. Kadang hanya mengobrol. Kadang juga mengasah gagasan dan proses kreatif.
Kita membutuhkan ruang seperti ini karena pemerintah kita tidak menyediakan taman kota.
![](https://balebengong.id/wp-content/uploads/2019/05/Pesta-Baca-TBK-03.jpg)
TBK menyediakan ruang untuk pergi dari keseharian. Kalau Anda berminat berkebun, di depan ada kebun organik. Saya kira, Anda hanya perlu berkoordinasi dengan pengurus TBK untuk ikut berpartisipasi di dalamnya.
TBK juga menyediakan kantin kecil. Di samping untuk melayani kenyamanan mereka yang datang, kantin ini menyumbang sebagian pengeluaran untuk mengelola TBK.
Saya kira, TBK akan mampu menjadi tempat menyenangkan karena semua orang dihargai sesuai dengan martabatnya, dan semua orang menyumbang sesuai bakatnya.
Taman seperti ini, menurut saya, harus ada di banyak kota. Sekalipun sekarang kita sangat mudah memperoleh bacaan, itu semua tidak ada hubungannya dengan daya literasi masyarakat kita.
Saya tahu, beberapa teman sudah mulai mengorganisir kegiatan literasi ini. Di Jakarta, Cholil Mahmud dan Irma Hidayana serta beberapa kawan musisi Efek Rumah Kaca (ERK) membentuk “Kios Ojo Keos.” Di Surabaya, ada perpustakaan CO2. Di Batang, Jawa Tengah, Mas Guru Herry Anggoro Djatmiko, mengorganisir kegiatan baca. Di Pekanbaru ada Ahlul Fadli dan Made Ali yang membuka kafe dengan bacaan. Di Jayapura, saya kira, Ibiroma Wamla sedang membangun kumpulan pustaka tentang Papua.
Tentu, impian saya, di suatu hari, semua kawan yang saya sebut di atas, dan juga kawan-kawan di berbagai kota bisa saling berjumpa. Saling membantu dan saling membangun.
Yang bagus dari semua ini adalah bahwa TBK sama sekali tidak tergantung pada negara. Tidak tergantung dari pendanaan pemerintah. Tidak ada bantuan dari politisi mana pun. Juga tidak ada donor dari luar negeri.
TBK hadir karena bantuan pribadi. Tempat pun sesungguhnya adalah milik pribadi. Tentu ini satu kemewahan tersendiri. Namun, apapun itu, TBK menyediakan ruang untuk publik untuk siapa saja yang ingin mengembangkan kapasitas pribadinya. [b]
situs mahjong