Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) telah merilis deretan program utama untuk edisi ke-21, menampilkan jajaran penulis, jurnalis, seniman, dan aktivis luar biasa untuk berbagi cerita dan ide di bawah tema tahun ini ‘Satyam Vada Dharmam Chara’, yang diterjemahkan menjadi ‘Speak the Truth, Practice Kindness.’
Dari Indonesia ke India, Malta ke Malaysia, Filipina ke Belanda, rangkaian program selama empat hari ini akan menghadirkan beragam percakapan mendalam, makan malam sastra yang dekat dan hangat, dan berbagai pertunjukan memukau—semua diadakan di tempat-tempat paling magis di Ubud—alasan mengapa UWRF terus berkembang menjadi perayaan kata-kata dan ide yang sangat dinanti-nanti di Asia Tenggara.
Tahun ini, UWRF mendapatkan kehormatan untuk menyambut Maria Ressa, salah satu penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2021 atas upaya-upayanya memperjuangkan kebebasan berbicara di media. Ia akan membahas dampak media sosial dan AI terhadap jurnalisme, serta kebutuhan akan berita yang beretika dan tidak bias di tengah dunia yang terpecah belah.
Mendiang Pramoedya Ananta Toer, penulis dan intelektual besar yang pernah menjadi tahanan politik di bawah pemerintahan kolonial Belanda dan pemerintahan Indonesia karena keyakinan progresifnya, akan menjadi fokus dalam diskusi yang dipimpin oleh adiknya, Soesilo Toer. Perspektif unik ini menawarkan pandangan mendalam dan menarik tentang sejarah Indonesia dari sudut pandang yang amat sangat personal.
“Di saat peristiwa global membuat kita merasa terpecah dan tidak selaras, UWRF tahun ini mendorong kita untuk berhenti sejenak dan merenungkan bagaimana kata-kata dan ide dapat turut membentuk diskursus publik, memengaruhi norma sosial, serta bagaimana penulis dapat memperkuat nilai-nilai kebenaran dan kebaikan di dunia yang bergerak ke arah sebaliknya,” kata Janet DeNeefe, Pendiri dan Direktur Festival.
Di antara tokoh sastra internasional terkemuka yang akan hadir ada penulis Inggris Sathnam Sanghera, yang bukunya, Empireworld: How British Imperialism Shaped the Globe, menjadi buku laris kontroversial; penulis Irlandia Claire Kilroy, yang dinominasikan untuk Women’s Prize for Fiction 2024; penulis Australia dan pemenang penghargaan bergengsi Glendower Award 2021, Siang Lu; serta pengarang Australia yang dinominasikan untuk Victorian Premier’s Literary Award, Laura Elizabeth Woollett.
Mereka akan bergabung dengan deretan penulis modern kenamaan Indonesia, termasuk figur terkemuka fiksi kontemporer Indonesia, Dee Lestari; penulis fiksi dan nonfiksi yang sangat dielu-elukan, Seno Gumira Adjidarma; salah satu penulis Bali yang dicintai dan paling banyak diterjemahkan, Wayan Jengki Sunarta; penyair, editor, dan penerjemah ternama, M. Aan Mansyur; penulis fiksi yang banyak dibaca dan dikagumi, Ratih Kumala; serta penyair dan penulis Batak Toba yang masuk dalam nominasi International Booker Prize 2022, Norman Erikson Pasaribu.
Festival ini juga akan menampilkan tokoh-tokoh terkemuka lainnya, di antaranya penulis dan sejarawan asal Inggris, William Dalrymple; editor sustainability travel, Juliet Kinsman; BookTuber top asal Inggris dan orang yang paling banyak diikuti di Goodreads, Jack Edwards; serta penulis kuliner dan koki asal Inggris dengan spesialisasi pada masakan China, Fuchsia Dunlop, yang akan menjelajahi tradisi kuliner yang paling dicintai tetapi sering disalahpahami ini.
Dari permasalahan hak asasi manusia yang diperburuk oleh krisis dan konflik global hingga pergolakan politik di Indonesia, Asia Tenggara, Timur Tengah, dan wilayah lainnya, para jurnalis, aktivis, dan komentator politik akan membahas isu-isu mendesak ini dalam serangkaian diskusi panel selama akhir pekan festival yang berlangsung selama empat hari.
Sara M. Saleh, pengacara hak asasi manusia yang terkenal karena kerja dan karyanya tentang pemberontakan dan konflik, akan mengeksplorasi tantangan yang dihadapi perempuan di zona konflik; penulis disiden terkenal dari Myanmar, Ma Thida, akan membahas perjuangan negaranya dan hubungan kompleks antara perbatasan, migrasi, dan hak asasi manusia; lalu jurnalis pemenang penghargaan dari Malta, Paul Caruana Galizia, akan membagikan cerita tentang dampak besar dari pembunuhan ibunya dan bagaimana pelaporannya menyelamatkan Malta dari menjadi negara mafia.
Memberikan wawasan yang sangat personal dan analisis tajam tentang warisan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan meninggalkan jabatannya dan apa yang diharapkan dari penggantinya, Prabowo Subianto, hadir para pakar Indonesia dan internasional, termasuk ikon sastra Indonesia dan pendiri Majalah Tempo, Goenawan Mohamad, jurnalis dan aktivis Ayu Utami, ahli geopolitik Ben Bland, serta profesor media di Indonesia-Malaysia Janet Steele.
Festival ini juga sangat senang dapat menghadirkan tokoh-tokoh besar Bali, termasuk senator terpilih Niluh Djelantik, serta dosen dan peneliti Agung Wardana dan I Nyoman Gede Mahaputra, untuk membahas pertumbuhan pariwisata Bali dan bagaimana kita dapat membangun masyarakat yang lebih inklusif dan memberdayakan sambil menghadapi tantangan pariwisata yang berkelanjutan.
Industri film Indonesia yang sedang berkembang akan memanjakan penggemar dan menarik perhatian para pencinta film dengan program pemutaran film gratis, menampilkan dua film terbaru yang mendapatkan pengakuan luas: dokumenter Eksil karya sutradara dan penulis skenario Indonesia Lola Amaria, dan Basri & Salma in a Never-ending Comedy yang disutradarai oleh Khozy Rizal dan menggelar pemutaran perdana dunianya di Festival Film Cannes ke-76. Kedua sutradara akan bergabung dalam pemutaran ini.
Pengunjung festival juga dapat menyaksikan berbagai pertunjukkan langsung yang akan menampilkan sederet bintang tamu, termasuk seniman multidisipliner yang dikenal dengan vokalnya yang memikat dan lagu-lagunya yang berkesan, Sal Priadi; penyanyi terkenal Indonesia, Petra Sihombing; dan duo musik asal Belanda BOI AKIH, yang terdiri dari gitaris dan komposer Niels Brouwer serta vokalis dan penulis lirik Monica Akihary, pemenang Boy Edgar Prize 2023. “Dengan kurang dari dua bulan tersisa, kami mengundang pembaca untuk menjelajahi program-program kami dan memilih jalur sastra yang hendak dijelajahi. Akan ada keajaiban di setiap tikungannya,” tutup Janet DeNeefe, Pendiri dan Direktur Festival.