Gegap gempita dan kemewahan fasilitas KTT G20 di Nusa Dua telah lewat. Namun, hak dasar warga belum terpenuhi di timur Bali. Akses listrik, air, dan internet yang andal belum terwujud.
Menurut Subagia, kepala wilayah Dusun Manik Aji kebutuhan listrik di Dusun Manik Aji, Desa Ban sangat urgent. Apalagi saat ini warga masih kesulitan mendapatkan air bersih. Rencana lebih jauh Subagia bisa menaikkan air dengan bantuan listrik. Sebab hingga saat ini ketersediaan air di Dusun Manik Aji hanya mengandalkan air hujan yang ditampung dalam Cubang.
Hal ini juga ditegaskan Ketut Buda, operator pemelihara air di Desa Ban bahwa Wilayah Manik Aji memang tidak ada sumber air sama sekali. Selain juga karena infrastruktur untuk mengakses wilayah ini yang belum bagus. Dalam pantauan Buda, di wilayah Desa Ban yang sudah teraliri air menggunakan mesin bertenaga 3 pass. Sehingga membutuhkan daya listrik yang cukup besar.
Hingga saat ini satu mesin yang dimiliki Desa Ban hanya bisa mengalirkan air ke wilayah Cucut yang meliputi Bukit Mangun, Dusun Ban, Dusun Panek, Dusun Glundungan, Dusun Mani Aji Kaliaga. Sekitar 440 KK saja yang baru mendapatkan air. Sedangkan Dusun Manik Aji dan Dusun Belong belum teraliri air sama sekali. Bagaimana menyiasati kondisi ini? Mampukah Dusun Manik Aji mandiri energi dan memenuhi kebutuhan listrik dengan PLTS Atap? I Gusti Ngurah Agung Putradhyana, praktisi energi terbarukan dari Bali memaparkan hal-hal dasar yang perlu dipahami menggunakan PLTS.
Siasat Agar PLTS Atap Panjang Umur
Peralihan ke energi terbarukan adalah pilihan yang memungkinkan. Penggunaan energi terbarukan melalui PLTS Atap ini menjadi salah satu contohnya. Ketika kita menggunakan PLTS tidak terhenti pada panel surya. Namun perlu mempertimbangkan nilai praktis, ekonomis, dan ekologis.
Memutuskan penggunaan energi terbarukan artinya sudah memperhitungkan perilaku pemakaian, agar bisa panjang umur. Rata-rata umur komponen pembangun PLTS Atap bisa bertahan 10-20 tahunan. Menurut Gung Kayon, berikut hal-hal yang perlu dipahami dalam menggunakan PLTS Atap yaitu:
1. Perlu paham kapasitas atau spesifikasi peralatan dalam PLTS. Dalam satu rumah memilih panel surya yang berapa Watt-peak? Menggunakan Inverter (Unit alat yang berfungsi mengubah input tegangan DC langsung dari modul surya fotovoltaik menjadi output tegangan AC) yang berapa Watt-peak? Kemudian menggunakan baterai berapa Watt-hour?
2. Paham konsumsi peralatan listrik. Dalam satu rumah pengguna PLTS Atap harus menghitung konsumsi peralatan listrik di rumah. Berapa Watt serta berapa jam/Watt-hour?
3. Paham batas bawah penggunaan baterai. Batas ini biasanya bisa disetting otomatis pada inverter yang ada fasilitas itu.
Dengan memahami hal-hal teknis itu, kita bisa menghitung antara produksi dengan konsumsi. Di sinilah nilai ekologis itu terbangun. Konsep yang perlu dipegang yaitu berapa yang bisa kita produksi, senilai itulah yang bisa dikonsumsi.
Begitu pula pada kondisi penggunaan energi PLTS Atap di Dusun Manik Aji. Setelah melihat catatan penggunaan listrik oleh warga di dusun itu, Gung Kayon dengan yakin mengatakan bahwa pembagian data 400 kWp per KK itu masih bisa ditambahkan.
Dilihat dari operator PLTS Atap Dusun Manik Aji, stok dayanya masih lumayan banyak. Sehingga dapat mengurai persoalan warga yang selama ini kebutuhan listriknya tak bisa dipenuhi dengan PLTS Atap. Pembagian daya pada warga bisa dibatasi secara teknis. Namun, sayangnya belum ada informasi mengenai kesadaran soal hemat penggunaan listrik kepada warga.
Sebenarnya untuk permudah memahani hitung-hitungan konsumsi listrik, bisa membuat daftar prioritas penggunaan listrik di rumah terlebih dahulu. Misalnya yang paling dasar adalah energi listrik untuk penerangan. Hingga kita akan menggeser benda-benda tambahan yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Salah satunya benda sampingan seperti kulkas atau pendingin ruangan (AC) itu menjadi salah dua benda yang dibentuk dari gaya hidup modern. Dalam penggunaan PLTS prinsip gaya hidup inilah yang perlu dipahami. Kemudian akan mengajak kita melakukan gaya hidup hemat energi dulu.
“Coba kita hitung-hitungan ketika menggunakan piranti-piranti seperti kulkas. Kulkas rata-rata perlu 150W perjam dan on selama 24 jam,” ungkap Gung Kayon.
Ia membandingkan penggunaan PLTS, jika energi yang diperlukan pada kulkas dialihkan pada penggunaan lampu, akan bisa digunakan untuk daya sejumlah lampu.
“Kalau diikuti semua “keinginan” gaya hidup modern dengan PLTS, ya juga bisa. Cuma ya itu, akan muncul penyakit susulan yang juga banyak. Mulai dari soal tambang bahan baku, sampai sampah pasca penggunaan,” tambah Gung Kayon.
Pada intinya apapun yang digunakan, jika tak diimbangi dengan pilihan gaya hidup hemat energi, semua alat akan sia-sia saja. Jika penggunaan PLTS dianggap lebih mahal, itulah kemungkinan ‘biaya lingkungan’ yang biasanya luput dihitung, yang dinikmati bentuk ‘kemurahan’.
Gung Kayon mengingatkan ketika menggunakan energi dari alam, kuncinya adalah berimbang. Kalau ada banyak kemudahan yang dirasakan, pasti akan ada pengembangnya yang kesusahan. Itu proporsional.
“Kemungkinan konsumen-konsumen yang mau mudah, belum tentu tahu sisi susahnya untuk mendapatkan kemudahan di satu sisi itu,” tutup Gung Kayon.
Tulisan sebelumnya https://balebengong.id/plts-atap-penolong-kegelapan-dusun-manik-aji/