Oleh Ni Komang Erviani
Kedudukan anggota dewan di DPR RI, DPRD, maupun DPD, perlu direformasi. Sebagai wakil rakyat, kerja-kerja anggota dewan justru tidak bisa dikontrol oleh konstituennya. Keberadaan fraksi di lembaga legislatif juga diusulkan untuk dihapus.
Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Ronald Rofiandri menjelaskan, reformasi terhadap lembaga legislasi menjadi pekerjaan rumah yang sangat penting bagi Indonesia. Pasalnya, kedudukan lembaga legislasi belum memberi tempat bagi masyarakat yang ingin melakukan kontrol atas kinerja dewan.
“Partisipasi masyarakat dalam pemilu biasanya hanya sebatas memilih calon di ruang sempit TPS (tempat pemungutan suara,red). Tidak ada ruang bagi masyarakat untuk mencermati kinerja dewan,” ujar Ronald kepada wartawan pada media briefing terkait Diskusi Publik Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan DPR, DPRD dan DPD (RUU Susduk) di Denpasar, Kamis (17/4) kemarin.
Ronald mencontohkan hasil-hasil kunjungan kerja dewan ke daerah-daerah bahkan ke luar negeri, yang tidak pernah disosialisasikan ke masyarakat. Sebaliknya, lembaga legislatif lebih banyak mengeluarkan kebijakan kontroversial. “Misalnya, dewan lebih sering melakukan kunjungan kerja. Anggota dewan melakukan suap. Ini harus jadi perhatian tersendiri sehingga rakyat bisa meminta akuntabilitas anggota dewan,”tegasnya.
Keberadaan RUU Susduk, menurut Ronald, memegang peran penting untuk mencermati kinerja anggota dewan. Karenanya, masyarakat harus memberikan banyak gagasan positif untuk RUU Susduk yang kini sedang dalam pembahasan di DPR RI.
Undang Undang Susduk nomor 22 Tahun 2003 yang kini tengah berlaku dinilai sangat menguntungkan keberadaan anggota dewan. Selain tidak membuka ruang kepada publik untuk memberi masukan kritis, UU Susduk yang berlaku juga memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada anggota dewan. “Kacaunya, DPR punya kekuasaan untuk membuat UU sehingga mereka menggunakan kekuasaannya untuk membahas RUU Susduk untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri,” keluh Ronald.
Direktur Indonesian Parliamentary Center Sulistyo bahkan mengusulkan agar keberadaan fraksi di DPR dihilangkan. Pasalnya, keberadaan fraksi di dewan cenderung menjadi alat kekuasaan bagi anggota dewan. “Ketimbang ikuti konstituennya, mereka (anggota dewan,red) lebih takut pada fraksinya,” tegasnya.
Di banyak negara, setiap anggota dewan memang berkelompok, namun bukan berdasarkan partai. “Karena di situ jelas, dari mulai masuk sudah tergantung partai, di dalam tergantung pada partai, jadi lebih takut dengan partai dari konstituennya,” keluh Sulistyo. [b]