Kawasan Suci Pura Agung Besakih merupakan simbol peradaban masyarakat Bali dan menjadi tempat pemujaan terhadap para Dewa dan leluhur dari berbagai kawitan[1][2]. Dilansir dari dispuprkim.baliprov.go.id kawasan ini dulu kumuh, sehingga Pemerintah Provinsi Bali menginisiasi kegiatan penataan bertujuan untuk memberikan kenyamanan antara sektor pariwisata dengan kegiatan keagamaan. Hal tersebut dikarenakan kawasan ini merupakan pusat peribadatan umat Hindu di Bali sekaligus sebagai destinasi wisata kelas dunia[3][4]. Sekarang kawasan ini sudah menjadi lebih megah dan tertata rapi, namun terdapat satu hal yang masih tidak terkelola dan tertata yaitu sampah.
Kondisi sampah di kawasan
Meskipun sudah ada regulasi Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, faktanya sarana prasarana mengenai tata kelola sampah di Kawasan Suci Pura Besakih masih buruk meskipun sudah ada. Terdapat tempat sampah namun tidak tersebar secara strategis dan tercampur serta tidak terdapat tanda mana untuk organik dan mana untuk non-organik. Terdapat pengecekan barang bawaan namun seringkali kecolongon bagi yang membawa plastik sekali pakai yang akibatnya ada banyak sampah kantong plastik yang terbuang di bagian dalam pura. Terdapat speaker imbauan mengenai sampah namun pengunjung dan pelaku UMKM tetap membawa plastik sekali pakai dan kalaupun ada yang sadar untuk memilah tidak tersedianya tempat sampah yang membedakan tempat sampah organik dan non-organik.
Sampah yang tidak terpilah dan penuh di dalam Kawasan Suci Pura Agung Besakih, 19 April 2023. Foto: Ida Bagus Arya Yoga Bharata
Imbauan melalui speaker yang terpasang di beberapa titik di kawasan ini pun tidak mengubah perilaku pengunjung dan pelaku UMKM yang ada di dalam pura. Padahal apa yang disampaikan melalui speaker tersebut dan letak posisinya sudah baik.
Beberapa hal yang disampaikan mencangkup 1) Pengunjung diwajibkan untuk membawa pulang semua sampah yang dihasilkan, 2) Pelaku UMKM dan kios dilarang keras menyediakan dan menggunakan tas kresek, pipet plastik, sterofoam serta produk lain yang berbahan plastik sekali pakai, 3) Pengguna kios dilarang keras membuang sampah sembarang tempat dan menjaga kebersihan secara mandiri dan menerapkan pengelolaan sampah berbasis sumber, memilah sampah organik dan non-organik serta menjaga keasrian lokasi, 4) pamedek atau pengunjung dilarang keras membawa atau menggunakan tas kresek, pipet plastik, sterofoam serta produk lain yang berbahan plastik sekali pakai, 5) Pamedek yang membawa sarana dilarang membuang sisa lungsuran di kawasan suci. Masalah mengenai pengelolaan sampah ini juga banyak mendapat sorotan dari beberapa media sehingga masalah ini perlu menjadi perhatian bagi para pemangku kepentingan.
Speaker yang terpasang untuk memberi himbauan kepada pamedak, pengunjung dan pelaku UMKM, 19 April 2023. Foto: Ida Bagus Arya Yoga Bharata
Sumber lain yang membahas sampah di kawasan
Berbagai pihak sudah menyoroti permasalahan sampah ini. Pada 7 Maret 2023 dilansir dari detik.com Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama ingin tak ada sampah yang mengotori Pura Agung Besakih. Dalam wawancaranya dari detik menyampaikan “Ini (Pura Agung Besakih) sudah megah. Pemeliharaannya harus luar biasa mendapat perhatian karena membangun mudah, tetapi memelihara susah, khususnya kebersihan,” ujarnya kepada detikBali usai melaspas, Senin (6/3/2023)[5]. Pada 9 Maret 2023 dilansir dari balipost.com juga mengulas bahwa pernyataan dari Gubernur Bali bahwa “pihaknya mengajak mengajak masyarakat dan umat yang bersembahyang agar menjaga kebersihan karena di areal Pura Besakih tidak disediakan tong sampah, selain itu sudah ada petugas kebersihan yang mengatasi”. Pernyataan dari Gubernur Bali tersebut dalam balipost tersebut sangat meremehkan pentingnya keberadaan sarana prasarana pengelolaan sampah[6].
Pada 28 Maret 2023 dilansir dari nusabali.com bahwa sampah di Besakih membeludak dan sangat mengkhawatirkan saat adanya upacara-upacara besar. Pengelolaan sampah di Besakih ini sendiri membingungkan ketika Bendesa Adat Besakih Jro Mangku Widiartha menyatakan di berita itu, “Kami mulai tangani sampah itu. Tapi, hanya dengan mendorong ke sungai di barat, agar tidak terlihat dari jalan,” jelas Jro Mangku Widiartha saat ditemui, di Banjar Palak, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, Senin (27/3). Klaim lain dari Bendesa Adat Besakih menyebutkan “pengolahan sampah di Desa Besakih masuk program Desa Adat Besakih, hanya saja sementara belum bisa melakukan penanganan karena fasilitas belum memadai,”. Tak hanya itu ia juga menyebut bahwa “solusi jangka pendek yakni dengan penimbunan.”
Sampah kiriman dari sejumlah pura di Kawasan Pura Besakih tertampung di TPA Banjar Palak. Selanjutnya, petugas menimbun ke sungai kering, tidak pernah teraliri air. Jika ada warga yang menginginkan sampah itu untuk pupuk organik, bisa mengambil sendiri. Banyak juga pemulung dari luar Karangasem datang mengambil sampah kresek, botol plastik, dan kaleng. Sehingga sampah terpilah, tinggal sampah bekas upakara yang tersisa. Desa memberdayakan petugas untuk mendorong sampah ke sungai agar tidak terlihat dari jalan”. Dalam wawancara oleh Nusabali tersebut menyebutkan Kepala DLH Kabupaten Karangasem I Nyoman Tari sendiri “mengakui, penanganan sampah di Desa Besakih, telah dilimpahkan ke Desa Adat Besakih sejak setahun lalu. “Pemerintah telah menyerahkan penanganan sampah di Desa Besakih ke Desa Adat Besakih, meski demikian kami terus memantau,” jelas I Nyoman Tari. Berdasarkan pemantauannya, sejak setahun terakhir belum ada aktivitas pengolahan sampah. “Saya lihat belum ada pengolahannya. Baru sebatas penimbunan sampah, lebih lanjut tanyakan saja ke desa adat,” pintanya”[7].
Masih oleh Nusabali.com pada 19 April 2023 menjelaskan bahwa masih banyak tas kresek yang melimpah di dalam kawasan Pura Besakih, Padahal setiap upakara pamedek wajib menjalani pemeriksaan agar tidak ada tas kresek untuk pembungkus upakara. Kenyataannya di TPA Banjar Palak, Desa Besakih, masih meluber sampah tas kresek dan botol plastik. Pemulung hanya mengambil botol plastik, sedangkan tas kresek berserakan. “Saya hanya ambil botol plastik, per kampil saya jual Rp 6.000, nanti ada pengepul mengambil,” jelas pemulung I Gusti Ayu Eli, di TPA Banjar Palak. I Gusti Ayu Eli bersama suaminya I Ketut Ardika, mengaku tidak mengambil sampah tas kresek. “Dulu ada pengepul mau ambil tas kresek, sekarang tidak laku,” katanya.
Sedangkan petugas di TPA Banjar Palak, hanya mendorong sampah bekas upakara agar nyemplung ke sungai ke arah barat. Sepintas dari jalan raya, TPA Banjar Palak terlihat bersih, kenyataannya sampah tertumpuk di sungai. Pemulung lainnya, Ni Ketut Dedep dari Banjar Batusesa, Desa Menanga, Kecamatan Rendang, mengklaim bahwa hanya mencari makanan ayam. Bendesa Adat Besakih Jro Mangku Widiartha mengatakan, pengolahan sampah menunggu alat. “Setelah alat tersedia, mulai beroperasi, tenaga kerja telah siap,” jelas Bendesa Adat Besakih. Sampah itu berasal dari Pura Penataran Agung Besakih, dan sampah dari sejumlah pedagang dan pamedek yang istirahat di wantilan. Hal miris lainnya yang dilakukan oleh pantauan NusaBali bahwa sampah di Pura Pedharman Pasek tertangani petugas khusus, hanya mereka timbun di belakang pura. Sebab belakang pura ada sungai, sehingga sampah tersebut tidak terbuang ke TPA Banjar Palak[8].
Solusi masalah sampah di kawasan
Berdasarkan pembahasan tersebut sangat disayangkan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pihak pengelola dan para pemangku kepentingan Kawasan Suci Pura Agung Besakih. Terlihat bahwa pengelolaan terhadap klaim Kawasan Suci ini tidak se-suci apa yang dinarasikan. Tidak dijaga dan dikelola khususnya masalah sampah.
Demi menjaga “Tri Hita Karana” kawasan suci ini dan mewujudkan “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” sebagai visi Provinsi Bali, beberapa hal dapat dilakukan. Di antaranya adalah menyediakan tempat sampah yang memisahkan antara sampah organik dan non-organik dan disebarkan di titik-titik strategis dan tidak terlalu jauh antara tempat sampah satu dengan lainnya. Menegaskan pemeriksaan pada pamedek atau pengunjung sehingga pihak pengelola tidak lagi kecolongan jika ada yang membawa tas kresek, pipet plastik, sterofoam serta produk lain yang berbahan plastik sekali pakai. Denda juga bisa menjadi pilihan agar menjaga kawasan suci ini agar dapat memberikan efek jera dan menyadarkan pamedek atau pengunjung dan juga edukasi pentingnya untuk tidak membuang sampah sembarangan di kawasan. Jika penataan Kawasan Suci Pura Agung Besakih bisa dibangun, seharusnya langkah-langkah dan solusi pengelolaan sampah tersebut dapat dilaksanakan oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan jika ingin menjaga kesucian kawasan.
2 https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/sejarah-pura-besakih-lengkap-dengan-arti-dan-fungsinya-20EjGcMgl97/full
4 https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-denpasar/baca-artikel/15235/Pura-Besakih-Mother-of-Temple.html
5 https://www.detik.com/bali/berita/d-6604712/ketua-dprd-bali-ingin-tak-ada-sampah-kotori-pura-agung-besakih