Oleh Luh De Suriyani
Jurnalis muda Bali yang tergabung dalam kelompok wartawan sekolah menilai Pemilu 2009 ini membosankan karena tidak ada kampanye calon legislatif yang menarik. Hal ini disampaikan secara kritis dalam lomba koran dinding tentang Pemilu yang diikuti 19 tim jurnalistik sekolah se-Bali, di Kampus Sastra Universitas Udayana, Denpasar, Minggu kemarin. Acara ini dilaksanakan oleh Pers Kampus “Akademika” Universitas Udayana.
Masing-masing tim terdiri dari enam orang perwakilan dari kelompok jurnalistik sekolahnya. Mereka mengkritisi sejumlah isu Pemilu seperti program kampanye calon legislatif, cara kampanye, dan permasalahan Bali yang dihadapi caleg itu nanti.
Tim koran dinding SMA Harapan Denpasar misalnya mengkritik suasana Pemilu yang malah merusak wajah kota. Dalam sejumlah artikelnya, ditulis kumuh dan kotornya jalanan yang dipenuhi spanduk dan baliho caleg yang tidak teratur.
“Jutaan atribut kampanye memenuhi jalanan dan menambah semrawut suasana. Ribuan caleg tidak memberikan pendidikan lingkungan yang baik bagi warga,” tulis Savitri, dalam salah satu artikelnya.
Ia merangkum komentar sejumlah caleg dan pengamat politik dalam tulisannya. “Apakah jutaan sampah plastik dan kertas itu nanti bisa diberihkan sendiri oleh para caleg,” tanya Savitri.
Di Bali saja, tercatat 5065 orang caleg yang memperebutkan 399 kursi parlemen di DPR, DPD, DPRD Provinsi dan kabupaten/kota. Jadi hanya sekitar 8% saja yang akan berhasil.
Selain cara kampanye yang tidak menarik, program kampanye pun dikritik calon pemilih pemula, pelajar sekolah menengah atas ini.
Sebagian besar artikel menulis caleg-caleg tidak mengutamakan program dan komitmen untuk bekerja keras memperbaiki Bali. Sejumlah tim membuat polling soal ini.
Misalnya dua tim SMA Negeri 3 Denpasar membuat dua polling terpisah mengenai program caleg soal penyelamatan lingkungan. Respondennya pun dari teman-teman sebaya mereka.
Dari 50 responden, 36% responden meyakini caleg tidak mampu menyelamatkan Bali dari potensi kerusakan lingkungan. Sebanyak 30% ragu-ragu, dan sisanya tidak bisa menjawab.
Isu lingkungan terlihat menjadi fokus pembahasan jurnalis pelajar ini. Tim SMAN 1 Denpasar merangkum pendapat 60 suara remaja. Hasilnya, isu penyelamatan lingkungan menjadi tantangan pertama caleg terpilih, disusul kemiskinan, dan pendidikan.
Isu-isu lainnya terkait program kampanye adalah kasus putus sekolah anak-anak di Bali dan rendahnya kualitas pendidikan.
Tim II dari SMAN 3 Denpasar juga merangkum pendapat 52 responden soal penyebab tingginya angka putus sekolah di Bali. Sebanyak 92% mengatakan akibat makin mahalnya biaya pendidikan. “Angka putus sekolah akan meningkat akhir tahun ini, lebih besar dari tahun 2008 yang berjumlah 1686 siswa yang tidka bisa melanjutkan sekolahnya,” tulis satu artikel yang dibuat tim ini.
Seluruh jurnalis harus menyelesaikan koran dinding, termasuk melakukan reportase, penulisan, dan layout selama enam jam di lokasi lomba. Panitia menyediakan narasumber dan data pendukung. Brainstorming melalui seminar soal Pemilu dilaksanakan sehari sebelum lomba.
Salah seorang anggota KPU pusat, I Gusti Putu Artha menilai kritik jurnalis muda dan para pemilih pemula dalam Pemilu 2009 ini sangat baik. “Mereka akan belajar mengkritisi calon pemimpin dan bisa bersikap,” ujarnya.
Sementara, Intan Paramitha, salah satu panitia mengharapkan calon legislatif memberikan ruang dialog bagi remaja dalam merumuskan program pemerintahan. “Suara anak muda adalah juga suara perubahan,” katanya. [b]
makanya, daripada ngedukung yang gak jelas, silahkan dukung yang memang jujur hati nuraninya…
http://pandebaik.com/2009/03/13/tiang-ngayah-dengan-pamrih/#comment-3401
Huahahaha….
terima kasih mba lohde, tulisannya asik..
mengambil momentum juga biar AKADEMIKA tidak melewatkan spirit PEMILU sekaligus apresiasi juga, penghargaan di usianya yang ke-26..
hOohOo..
salam,
`dIe
hehehehe… jadi inget jaman sma dulu, ikutan lomba mading nya AKADEMIKA itu *ngelamun bayangin waktu masih imut2 dulu