Bukan hanya sukses mendirikan “Pabrik Kata-Kata” dengan aneka produk kreatif nan unik, Joger juga terus menghadirkan peristiwa-peristiwa seni budaya yang jenaka namun penuh makna.
Belum lama ini, serangkaian ulang tahunnya yang ke-33, Joger menyelenggarakan Festival Lawak Terbuka se-Bali. Kegiatan pada 17 – 19 Januari 2014 lalu di Gedung Ksirarnawa, Art Center, Denpasar.
Festival Lawak ini terbilang heboh karena sistem penjurian dan pembagian hadiahnya yang tak biasa – Juara 3 hadiahnya lebih besar dari nomor 1 atau nomor 2, dan melibatkan 33 juri dari aneka latar.
Bekerja sama dengan komunitas sosial budaya Garing, Ekpresso 88 menyelenggarakan Dialog Kultur Bersama Joger di Bentara Budaya Bali, Minggu kemarin. Obrolan bertajuk “Joger: Black Hole Employment”, adalah sebuah diskusi budaya yang mengetengahkan proses serta upaya kreatif Joger dalam bidang bisnis atau kewirausahaan, juga bagaimana Joger mengubah tantangan menjadi peluang.
Diskusi ini sekaligus sebagai ajang mengkritisi kiat-kiat tersembunyi yang menjadikan sosok fenomenal ini terus mencipta dan berkreativitas. Hadir sebagai pembicara Mr. Joger, yang akan memaparkan seluruh pengalaman penciptaannya. Sebagai pembanding adalah budayawan Hartanto Yudho Prasetyo.
Acara ini terinspirasi oleh adanya fenomena jagat raya, yakni Black Hole, suatu lubang hitam di luar angkasa yang terus menerus mengundang para ahli astronomi se-dunia untuk mengkaji dan mempelajarinya. Fenomena lubang hitam tersebut menghadirkan suatu peristiwa alam raya di mana seluruh alam benda luar angkasa pada fase tertentu terhisap ke dalam ‘pusaran misteri lubang hitam’ yang menunjukkan betapa luar biasanya energi yang meliputi kejadian ini.
Sosok Joger (Joseph Theodorus Wulianadi) kelahiran Denpasar, 9 September 1951 mengambil posisi sebagai orang kreatif yang mampu memunculkan energi positif bagi lingkungan di sekitarnya. Mendirikan Pabrik Kata-Kata justru di tengah kebanalan dunia pariwisata, Kuta, di mana manusia lintas bangsa hadir dengan aneka latar budayanya menciptakan suatu dunia global- lokal-nasional sekaligus, ini mencermikan betapa dirinya adalah pribadi unik yang memahami ke-universal-an.
Dalam posisi seperti itulah, Joger berkreasi dengan merdeka, lepas bebas penuh sentuhan keindahan dan hikmah digenangi kejenakaan yang boleh jadi tiada duanya. Maka, laiknya lubang hitam atau black hole, ia hadir sebagai fenomena kreativitas, mencerahkan sekaligus mendorong kita untuk merenungi kemanusiaan, persahabatan, dan hal-hal esensial pergaulan sesama.
Ibarat fenomena lubang hitam, Pabrik Kata-Kata Joger menyerap sekian ratus pekerja yang langsung maupun tidak langsung saling menghidupi dalam keberlanjutan dan kebersamaan. Produk kreatifnya teruji dan tetap diminati lintas bangsa di tengah serbuan merk-merk asing yang tersohor dan gencar berpromosi serta mempengaruhi gaya hidup tersendiri.
Joger dengan segala pernak-pernik dan lakon kesehariannya, tidakkah adalah sebentuk budaya tanding yang sesungguhnya kita angan dan idamkan agar menjadi bagian dari kesadaran kreativitas anak bangsa?
Siapa duga, sebelum sukses sebagai wirausahawan, dahulunya Joger pernah menggelandang di Jerman dan kembali ke kampung halamannya, ia mencoba kerja sebagai pemandu wisata freelance untuk tamu-tamu Jerman.
Pada tahun 1980, Joger memulai usaha batik dan kerajinan yang dipasarkan secara “door to door” dengan berbekal modal Rp 500 ribu. Joger berhasil membuka toko pertamanya pada tanggal 19 Januari 1981 di kawasan Jl. Sulawesi 37, Denpasar dengan nama “Art & Batik Shop Joger”.
Di samping itu, layak pula didiskusikan, mengapa ia justru menutup dua counter Joger yang lain di pusat wisata dunia, Kuta, padahal menghasilkan keuntungan yang luar biasa. Terkait itu, Joger akan menuturkan pula pandangan hidup dan sikap bisnisnya yang beralih dari “profit oriented” menjadi “happiness oriented”. [b]