Wayan Sunarta kembali meluncurkan buku kumpulan cerpen terbarunya, Perempuan yang Mengawini Keris.
Sebelumnya, penyair dan cerpenis muda Bali yang akrab disapa Jengki ini telah menerbitkan buku kumpulan cerpen Cakra Punarbhawa (Gramedia, 2005) dan Purnama di Atas Pura (Grasindo, 2005). Buku terakhirnya, Perempuan yang Mengawini Keris diterbitkan Jalasutra, Yogyakarta, Oktober 2011.
Peluncuran buku Perempuan yang Mengawini Keris akan digelar di Bentara Budaya Bali, Jl. Bypass Ida Bagus Mantra, Ketewel, Gianyar, Minggu besok pukul 18.00 Wita. Acara ini berkaitan dengan program Pustaka Bentara. Pembicara sekaligus pembedah buku ini adalah Helmi Haska, esais dan pengasuh JournalBali.com. Selain itu, Wayan Sunarta juga akan berbicara tentang proses kreatifnya dalam menciptakan karya-karya cerpen.
Acara diskusi dan bedah buku ini juga akan diramaikan dengan duet pembacaan cerpen Balada Sang Putri di Gubuk Hamba oleh Mira Astra dan Didon Kajeng. Juga akan dimeriahkan dengan dramatisasi cerpen Perempuan yang Mengawini Keris oleh Teater Sastra Welang dengan para pemain Linda Trisnayanti, Moch Satrio Welang, Dwi Boby Santosa, Oni Nur Kafizudin, dan Eko Bayu Saputra.
Bom
Buku Perempuan yang Mengawini Keris memuat 17 cerpen karya Wayan Sunarta yang ditulis dari tahun 2005 hingga 2011. Ketujuhbelas cerpen tersebut adalah Perempuan yang Mengawini Keris, Perjalanan Patung Perempuan, Rastiti, Putu Kaler dan Luh Sari, Aku Membeli Nyawaku, Mendung Merambati Pelepah Pisang, Kerling Mata Penari Cokek, Di Jimbaran Aku Mengenangmu, Pecundang, Buronan, Kuburan Ayah, Dongeng di Bukit Batu Bintan, Pengelana Tanah Timur, Balada Sang Putri di Gubuk Hamba, Puing Cinta Sang Penari, Nyoman dan Laura, Perempuan yang Mampir dari Warung ke Warung.
Buku kumpulan cerpen ini diberi kata pengantar oleh Damhuri Muhammad, penulis esai dan cerpen, serta alumnus Pascasarjana Filsafat Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Dalam tulisan kata pengantar yang berjudul Warna Lokal dan Subjek Bermuka Dua, Damhuri mengatakan bahwa sejumlah cerita pendek yang terbuhul dalam antologi Perempuan yang Mengawini Keris, karya Wayan Sunarta terdedahkan dari panggilan penciptaan yang kokoh berpijak di atas warna-lokal, khususnya lokalitas Bali, yang bagai tiada habis-habisnya, sumur tanpa dasar yang selalu hendak diselami para senimannya, tak terkecuali sastrawan.
“Sejumlah cerpen dalam buku ini adalah sebuah ikhtiar membendakan kesadaran sekaligus kebersetiaan pada alam kultural Bali, tanah tumpah darah pengarangnya,” ujar Damhuri.
Cerpen-cerpen dalam buku ini sebagian besar berkisah tentang perempuan dalam beragam persoalannya. Misalnya, perempuan yang terpaksa menikah dengan keris karena calon suaminya kabur pada saat hari pernikahan (Perempuan yang Mengawini Keris), perempuan yang terpaksa berbohong pada suaminya yang sangat ingin punya anak (Rastiti), perempuan yang terpaksa kembali jadi pelacur demi mendapatkan uang untuk biaya pengobatan penyakit yang dideritanya (Aku Membeli Nyawaku), perempuan penari yang terjebak cinta segi tiga (Puing Cinta Sang Penari), perempuan gila yang diperkosa berandal desa (Perempuan yang Mampir dari Warung ke Warung), dan sebagainya.
Selain itu, dalam buku ini terdapat juga cerpen yang berkisah tentang seorang teroris yang batal meledakkan bom di tempat sasaran karena harus memenuhi janjinya dengan seorang pelacur idolanya (Di Jimbaran Aku Mengenangmu), cerpen yang berkisah tentang tragedi pembantaian orang-orang yang dituduh PKI (Buronan dan Kuburan Ayah).
“Cerpen-cerpen dalam buku ini hendak menyingkap yang terpuji dalam yang tercela, yang terhormat dalam yang bejat, yang luhur dalam yang tak jujur. Semua itu berkelindan, berpilin, berpiuh, hingga sulit dipilah kodrat asali masing-masingnya,” ujar Damhuri.
Tentang Wayan Sunarta
Wayan Sunarta, akrab disapa Jengki, lahir di Denpasar, 22 Juni 1975. Menamatkan Antropologi Budaya di Fakultas Sastra, Universitas Udayana, Bali. Sempat kuliah seni rupa di ISI Denpasar. Menulis puisi sejak awal 1990-an, lalu merambah ke penulisan prosa liris, cerpen, feature, esai/artikel seni budaya, kritik/ulasan seni rupa, dan novel.
Tulisan-tulisannya pernah dimuat di media massa lokal dan nasional, di antaranya Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Jawa Post, Republika, Suara Pembaruan, Sinar Harapan, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Bali Post, The Jakarta Post, Lampung Post, Nova, Jurnal Nasional, Jurnal Kebudayaan Kalam, Majalah Sastra Horison, Majalah Gong, Majalah Visual Art, Majalah Arti, Majalah Warisan Indonesia.
Buku kumpulan cerpennya yang telah terbit adalah Cakra Punarbhawa (Gramedia, 2005), Purnama di Atas Pura (Grasindo, 2005), Perempuan yang Mengawini Keris (Jalasutra, Oktober 2011). Sedangkan buku kumpulan puisinya adalah Pada Lingkar Putingmu (Bukupop, 2005), Impian Usai (Kubu Sastra, 2007), Malam Cinta (Bukupop, 2007), dan Pekarangan Tubuhku (Bejana, 2010).
Beberapa karyanya pernah meraih penghargaan dalam dunia kesusastraan, di antaranya “Krakatau Award 2002” dari Dewan Kesenian Lampung, “Cerpen Pilihan Kompas 2004”, “Cerpen Terbaik Kompas 2004 versi Sastrawan Yogyakarta”, “Nominator Lomba Menulis Naskah Monolog Anti Budaya Korupsi se-Indonesia 2004”, “Nominator Anugerah Sastra Majalah Horison 2004”, “Widya Pataka 2007” dari Gubernur Bali, “Singa Ambara Raja Award 2008” dari Dermaga Seni Buleleng.
Pernah diundang mengisi acara-acara sastra penting di sejumlah kota di Indonesia, diantaranya “Panggung Puisi Indonesia Mutakhir 2003” di Teater Utan Kayu Jakarta, “Cakrawala Sastra Indonesia 2004” di TIM Jakarta, “Ubud Writer & Reader International Festival 2004” di Ubud, “Temu Sastra Mitra Praja Utama II 2006” di Sanur, “Festival Kesenian Yogyakarta 2007”, “Lampung Art Festival 2007”, “Temu Sastra Mitra Praja Utama IV 2009” di Solo, “Musim Semi Penyair 2010” di Denpasar.
Sejak Juli 2006 hingga Juli 2011, dia bekerja sebagai Manager Program Seni dan Budaya Yayasan Metropoli Indonesia di Desa Ababi, Karangasem, Bali. Kini, dia menetap di Denpasar sebagai penulis lepas. [b]
Teks dan foto dikirim Wayan Sunarta.