
RKUHP disahkan, pemerintah wariskan Undang-undang (UU) ala pemerintah kolonial dan jadi musuh pers. Meski telah mendapat penolakan dan desakan dari publik agar dilakukan perubahan bahkan penolakan atas draf Rancangan Undang-Undang KUHP (RKUHP), Pemerintah Indonesia maupun DPR RI masih ngotot ingin mengesahkan.
Suara penolakan ini secara simbolis disampaikan AJI Denpasardengan aksi teatrikal di depan Monumen Bajra Sandhi, Denpasar pada 5 Desember 2022. Seorang pria berpakaian dan kain putih menutup mulut dengan lakban hitam. Kaosnya kemudian ditulisi “tolak pasal bermasalah KUHP”
Berdasarkan kajian hukum yang dilakukan AJI Indonesia dengan ahli dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Herlambang P. Wiratraman terhadap RKUHP versi 4 Juli 2022 teidentifikasi ada 19 pasal dalam RKUHP yang mengancam secara langsung kebebasan pers di Indonesia.
Setelah melalui beberapa kali tuntutan publik yang menolak atau meminta perubahan atau pencabutan pasal-pasal bermasalah, hanya ada sebagian pasal yang bisa mengancam kebebasan pers dicabut. Yakni penghapusan dua pasal. Yakni Pasal 351 (yang sempat berubah jadi 347) dan Pasal 352 (yang berubah jadi Pasal 348) yang mengatur pidana atas penghinaan terhadap kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.
Sedangkan khusus pasal-pasal yang dapat mengancam kebebasan pers secara umum tidak ada perubahan signifikan, baik perubahan 9 November 2022, 28 November 2022, hingga yang terbaru 30 November.
Di tengah RKUHP yang masih menjadi ancaman terhadap kebebasan pers, DPR RI sebelumnya menyatakan akan membawa RKUHP untuk disahkan dalam rapat paripurna sebelum masa reses, yang diperkirakan dilakukan pada pekan pertama atau kedua Desember 2022 ini. Bahkan informasi terbaru akan disahkan pada Selasa, 6 Desember 2022.
Seperti pernyataan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang menyebut bahwa Komisi III DPR bersama pemerintah telah menyetujui pengesahan RKUHP pada tingkat I, Kamis, 24 November 2022. Sehingga tinggal disahkan dalam rapat paripurna DPR.
Padahal, berdasarkan kajian AJI Indonesia dan ahli hukum UGM, menyimpulkan adanya 19 pasal bermasalah yang mengancam kebebasan pers. Sampai perubahan terakhir draft RKUHP, tidak ada perubahan sigifikan.
Tujuh belas pasal tersebut yakni:
• Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
• Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
• Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah atau lembaga negara.
• Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
• Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
• Pasal 280 yag mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
• Pasal 302 (berubah jadi Pasal 300), Pasal 303 (berubah jadi Pasal 301) dan Pasal 304 (berubah jadi (Pasal 302) yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
• Pasal 351 (berubah jadi 347) dan Pasal 352 (berubah jadi Pasal 348) yang mengatur tentang penghinaan terhadap kekuasaan Umum dan Lembaga Negara telah dihapus, namun masih ada Pasal 240 yang mengatuh pernghinaan terhadap pemerintah.
• Pasal 440 (berubah jadi Pasal 436) yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
• Pasal 437 (brubah jadi Pasal 433) mengatur tindak pidana pencemaran.
• Pasal 443 (berubah jadi Pasal 439) mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
• Pasal 598 (berubah jadai Pasal 594) dan Pasal 599 (berubah jadi Pasal 595) mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
Selengkapnya dapat dilihat di sini:
Ketua AJI Denpasar Eviera Paramitha Sandi mengutip, berkaca pada kenyataan tersebut, sejatinya Pemerintah Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, serta DPR RI di bawah Puan Maharani, tidak aspiratif terhadap tuntutan publik. Apabila Jokowi-Ma’ruf, dan DPR RI di bawah Puan Maharani mengesahkan RKUHP ini, maka mereka telah mewariskan UU seperti yang dilakukan pemerintah kolonial terdahulu. Terkhusus lagi, Jokowi-Ma’ruf dan DPR di bawah Puan Maharani, serta partai-partai yang duduk di DPR RI menjadi musuh pers.
Atas hal tersebut, AJI Kota Denpasar menyatakan sikap dan tuntutan sebagai berikut:
1. Menolak RKUHP yang dibuat pemerintah dan sedang dibahas DPR RI.
2. Menuntut pemerintah Jokowi-Ma’ruf menolak atau menarik kembali RKUHP.
3. Menuntut DPR RI menghentikan pembahasan dan pengesahan RKUHP.